Bab 45.

2.6K 111 0
                                    

“Tutup mata kamu sekarang, aku punya sesuatu buat kamu,” ucap Aryo dengan senyum merekah.

Aryo tengah duduk bersila di depan istrinya. Ia menatap wanita itu cukup lama. Pria itu menyerahkan sebuah kotak hadiah kepada Indira. Dengan canggung ia menerimanya.

“Ini apa, Mas? Ulang tahunku kan masih lama?” tanya Indira heran.

“Bukalah, pasti kamu suka.”

Perlahan dia membukanya. Mata Indira terbelalak melihat isi kado tersebut. Sebuah gaun pesta Muslimah yang sangat anggun. Keningnya mengerut memikirkan alasan suaminya sehingga memberikan pakaian seperti itu.

Aryo menceritakan tentang Wulan yang tengah pergi ke rumah ibunya karena sesuatu keperluan. Padahal hari ini ada acara penting di kantor dan harus mengajak pasangan. 

“Mas yakin mau mengajakku?” tanya Indira masih tak percaya.

“Tentu, Sayang. Terus Mas harus ajak siapa? Masa Bunda?”

“Tapi aku takut Mas Aryo malu.”

Kening Aryo berkerut, masih tak mengerti dengan apa maksud sang istri.

“Aku kan belum pernah diajak Mas ke sana. Yang mereka kenal itu Mbak Wulan. Pasti, Mas jadi bahan gosip kalau pergi bersamaku,” papar Indira membuat Aryo menggeleng.

“Jangan khawatir, mereka semua takkan berani berkomentar apa pun tentangku. Lagi pula, memang apa ada yang salah? Aku tak perlu malu kalau membawa istri cantik sepertimu,” goda Aryo sambil mengedipkan mata sebelah. 

Mendengar ucapan sang suami Indira mencubit perut sang suami sampai mengaduh kesakitan, sampai-sampai wanita itu percaya dan minta maaf. Akan tetapi, hal tak terduga terjadi, Aryo malah melingkarkan tangannya di pinggang sang istri dan membawa wanita itu lebih mendekat.

Tubuh mereka saling menempel satu sama lain, membuat gelenyar aneh menjalar di seluruh tubuh Indira. Ia mencoba berpaling ke arah lain untuk menyembunyikan rona merah di pipi putihnya.

“Sudah jam 6. Nanti keburu siang. Tempat acaranya jauh dari sini. Lebih baik kamu siap-siap. Mas juga pengen lihat kamu pakai baju itu.”

Indira mengangguk dan segera masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian. Meski dirinya sudah mulai sembuh dari rasa traumanya. Akan tetapi, sampai sekarang pun tak pernah terjadi apa pun di antara Aryo dan Indira selain hanya berpelukan dan pegangan tangan. Skin ship mereka hanya sebatas itu.

Aryo hanya memberikan waktu bagi sang istri untuk lebih siap saja, sampai dia bisa mendapatkan haknya sebagai seorang suami utuh. 

Selang beberapa saat, Aryo mencium aroma khas yang membuatnya terpaku. Matanya tak berkedip saat melihat Indira keluar dari kamar mandi dengan memakai gaun yang ia belikan. 

Pria itu berdiri dan berjalan menghampiri Indira yang duduk di meja rias hendak memoleskan make up ke wajahnya wajahnya.

“Kamu cantik sekali, Sayang.”

Indira hanya tersenyum.

“Mas suka?”

“Suka banget. Hari ini kamu beribu kali lebih cantik dari biasanya,” puji Aryo tulus.

“Ehmm ... jadi biasanya aku cantiknya biasa gitu?” Indira pura-pura merajuk dengan apa yang telah Aryo ucapkan.

“Ya enggak juga. Kamu tetap cantik mau pakai baju bagus atau pun biasa. Cantikmu itu alami, Sayang. Makanya Mas bisa kepincut dan kelepek-kelepek sama kamu. Cantik khas yang meneduhkan mata,” ujar Aryo membuat rona merah di pipi sang istri.

“Gombal,” ketus wanita itu sedikit tersenyum angkuh. Yang hanya bersama Aryo dia bisa melakukannya.

“Itu benar.”

Aryo yang tengah berdiri di belakang Indira terkekeh. Ia membungkuk, membuat pipi keduanya bersentuhan. Saat Indira menoleh, tak sengaja bibir mereka menempel satu sama lain. Lekas, Indira memalingkan muka karena gugup.

Entah angin apa, Aryo yang sangat suka menghirup wangi tubuh dan parfum sang istri tubuhnya mendadak menegang. Pikiran ingin memiliki seutuhnya wanita yang ada di hadapan dia membuat nalar pria itu sedikit tak waras. Ada sesuatu yang mendesak yang perlu dia tuntaskan. 

Aryo mulai  menggoda Indira dengan mengendus di leher Indira. Wanita itu tahu apa yang diinginkan sang suami. Akan tetapi, momennya saat ini tak pas. Bagaimana pun, hari ini Aryo tak boleh datang terlambat ke acara. Apalagi, ini sangat berperan penting dalam kelangsungan karir suaminya.

“Mas. Lebih baik mandi dulu. Keburu siang, Mas kan bilang tempat acaranya jauh,” tutur Indira. Ia berdiri dan mengamit tangan suaminya ke kamar mandi. 

Raut wajah Aryo berubah masam atas penolakan Indira. Dengan langkah gontai, ia masuk ke kamar mandi. Sebenarnya ia pun tak tega melihat sang suami. Terlebih, masih ada kewajibannya sebagai seorang istri yang belum terpenuhi. 

Bukannya tak ingin, wanita itu pun terkadang ada dorongan yang membuat sisi lain dirinya yang mau disentuh. Akan tetapi, dia masih takut harus membuat sang suami kecewa. Seperti beberapa hari yang lalu, perjalanan Aryo untuk mendapatkan surga dunia harus diurungkan karena reaksi tubuh sang istri yang menolak.

Indira memerhatikan bayangan dirinya dalam cermin sambil tersenyum. Seketika ia teringat tentang Wulan dan merasa bersalah. Kenapa Indira merasa tengah menggantikan posisi Wulan? Biasanya, wanita itulah yang akan menemani sang suami ke acara apa pun. Meski ia tahu, ini semua atas izin istri pertama.

Indira terus saja melamun. Sampai-sampai ia tak sadar sang suami sudah keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkar di pinggang.

Sampai, dirinya terlonjak kaget saat sebuah tangan kekar pria menepuk pundaknya.

“Lho, Mas udah selesai mandinya? Biar aku ambilkan baju.”

“Enggak usah. Mas udah menyiapkan itu. Ratu Mas yang paling cantik ini lebih baik diam dan menunggu sampai Mas siap.”

Ah, kenapa Indira baru sadar, kalau Aryo sungguh pintar membuat istrinya tersanjung. Apalagi, prianya sungguh romantis dan perhatian, pun tak pernah lupa bersikap mesra terhadap pasangan. Mungkin, bersama Wulan pun begitu, pikir Indira.

Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang