Bab. 46.

2.4K 102 0
                                    

Aryo menggandeng tangan istrinya hingga masuk ke dalam mobil. Deru mesin menyala dan meninggalkan pelataran rumah secara perlahan setelah sebelumnya pamit undur diri kepada Bunda dan Ayah. Tak banyak pembicaraan di antara mereka selama perjalanan.

Keduanya hanya saling lirik dengan senyum dan berpegangan tangan, hanya sesekali genggaman mereka dilepaskan ketika Aryo memindahkan tuas mobil saja.

Sungguh, keduanya saat ini seperti pasangan muda yang tengah jatuh cinta.

Sesampai di tempat acara, ia memarkirkan mobilnya. Awalnya wanita itu enggan untuk turun. Ia takut akan jadi gunjingan di sana. Apalagi teringat obrolan karyawan Aryo beberapa waktu lalu soal penilaian mereka terhadap dirinya sebagai istri kedua yang kerap di cap pelakor.

"Apa aku tunggu di mobil aja, Mas," ucap Indira ragu.

"Pestanya di dalam sayang bukan di mobil," ucap Aryo sambil tersenyum.

Dengan langkah ragu Indira mengikuti langkah kaki suaminya. Matanya melirik ke setiap lobi hotel yang mereka lewati. Memang pesta tersebut ada diselenggarakan di sebuah ballroom hotel bintang lima yang cukup mewah.

Tibalah keduanya di sebuah ruangan yang cukup luas dengan banyak orang. Mata Indira menyapu ke seluruh ruangan di hadapannya ketika masuk, ternyata sudah berkumpul banyak pasangan di sana. Termasuk rekan kerja dan kolega bisnis dari Aryo. Kali ini, memang pesta yang diadakan dalam rangka ulang tahun perusahaan. Makanya, banyak sekali rekan bisnis perusahaan dan para pemegang saham yang datang dan hadir, pun tak terlewat para pegawai yang jumlahnya tak sedikit.

Ada salah satu rekan Aryo menghampiri mereka berdua.

"Siapa neh, Pak Aryo?" tanyanya sambil melirik ke arah Indira.

"Istri saya, Pak Rudi," jawab Aryo sembari menggenggam erat tangan Indira.

"Jadi gosip kamu punya istri kedua itu benar adanya? Hebat juga kamu. Kami aja kalah," pujinya sambil menggoda jahil. Aryo hanya menanggapinya dengan senyuman saja.

Mereka berlalu dari hadapan pria itu. Aryo takut membuat istrinya semakin merasa kurang nyaman. Ia mengajak wanitanya duduk dan menikmati setiap alunan musik yang menggema.

Acara resmi di buka oleh direktur utama. Tepuk tangan meriah dari para karyawan. Hingga tiba waktunya untuk makan bersama. Hidangan telah tersedia di meja prasmanan. Berbagai pilihan menu tersedia.

Indira merasa tak nyaman dengan tatapan sinis dari wanita yang berdiri tak jauh darinya. Sorot mata tajam menunjukkan ketidaksukaan padanya. Mereka berbisik membicarakan Aryo dan Indira.

"Mas, aku ke kamar mandi dulu, ya," ucap Indira seraya berdiri.

"Iya sayang, hati-hat."

Indira mengangguk dan berjalan ke arah kamar mandi yang ada di ujung ruangan sesuai arahan seorang pelayan. Setelah menuntaskan hajatnya. Indira keluar dari toilet dan berdiri di depan cermin memerhatikan riasannya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki mendekat. Indira mulai tak nyaman, karena sejak tadi wanita itu hanya menatapnya dari bawah ke atas.

"Oh jadi ini yang jadi istri kedua Pak Aryo? Ternyata, enggak lebih cantik dariku. Padahal, kalau Pak Aryo mau, aku pun siap menjadi istrinya. Malahan lebihan aku ke mana-mana dari kamu. Terlihat norak dan kampungan," ketus wanita cantik dengan tubuh berbalut pakaian ketat khas untuk orang-orang ke pesta.

"Gimana rasanya jadi pelakor?," ucap seorang wanita yang ada di depannya.

Indira memberanikan diri untuk menatap wanita itu. Ia menggeleng cepat.

"Saya bukan pelakor. Jangan pernah menilai orang tanpa tahu duduk permasalahannya.."

Dengan bibir bergetar, Indira berusaha melawan wanita yang mengganggunya. Tak lama, beberapa orang wanita lain pun datang. Salah satu dari mereka bahkan ada yang ingin menampar ketika dirinya terus menjawab tuduhan kepadanya, tetapi berhasil ditepis oleh Indira.

Kasih yang Terbagi /Bukan Inginku Menjadi Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang