00:01

572 29 0
                                    

Hari senin. Hari pertama KBM dimulai. Banyak siswa/siswi yang sudah berada di sekolah. Tentu saja, mereka tidak ingin terlambat untuk upacara bendera di hari pertama.

Dua kakak beradik baru saja sampai di lingkungan sekolah. Tepatnya di bagian halaman depan. Mereka berjalan santai menuju kelas, ah tidak. Niskala harus ke TU sebenarnya. Diakan anak baru.

"Kenapa harus naik angkot sih," gerutu laki-laki jangkung itu.

"Ngapain kamu ikut kalo gak mau," sahut gadis mungil di sebelahnya.

"Besok minta sopir yang antar." Si gadis mendengus.

"Tidak ada penolakan. Karena ini putusan, bukan penawaran." Final Kala.

Hira. Gadis itu memutar bola matanya malas. Selalu saja. Tidak orang tuanya, tidak adiknya, pemaksa.

Brom.. Brom..

Langkah kedua kakak beradik itu terhenti. Tubuh mereka di putar 180°. Di gerbang sana, belasan MoGe melintas, mengawal dua mobil hitam mewah di tengah-tengah. Ya. Di tengah. Karena bagian depan, samping kiri, kanan, serta belakang di penuhi MoGe.

Pemandangan orang-orang bertubuh kekar berbalut baju serba hitam itu sudah biasa bagi para kelas 11 dan 12. Sudah satu tahun terjadi.

Tapi untuk kelas 10 dan orang-orang baru seperti Niskala, itu hal... Menakjubkan? Buktinya mulut mereka semua menganga.

Tiga pemuda tinggi dan tampan dengan aura mewah keluar dari mobil pertama. Mereka berjalan mendekat ke arah kakak beradik yang masih belum melanjutkan perjalanan.

"Hai! Hira," panggil salah satu yang berahang tegas, sorot mata bak elang namun tetap teduh.

"Selamat pagi, Tuan Muda Nirwana," goda Hira. Yang tadi menyapa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Ia tersenyum canggung. Pandangannya beralih pada pemuda tinggi putih di sebelah Hira.

"Apa dia adikmu yang baru pulang dari Jepang?" Mendapat anggukan dari si gadis.

Tolong ingatkan, mereka berlima masih ada di halaman sekolah. 20 menit lagi menuju bel untuk upacara bendera akan berbunyi.

"Perkenalan. Namaku Jumantara Putra Nirwana." Sebelah tanganya disodorkan untuk berjabat.

"Astaga. Jangan menyebut nama lengkapmu. Itu membuatku insecure." Dramatis Kala, sembari memegang dadanya.

"Hahahah.. Panggil Tara kalau begitu."

"Ah.. Satu tahun di bawahku, kan? Panggil Kak Tara, terdengar bagus," lanjutnya.

"Niskala. Panggil Kala," sambut Kala.

"Hallo. Aku Jenggala. Panggil Gala. Awas saja panggil Jeng," ucap seorang pemuda dengan perawakan cukup mungil namun tetap kekar.

Niskala tertawa. Dia bersalaman sembari menyebut nama pendeknya. Lalu antensinya tertuju pada laki-laki tinggi putih di sebelah Gala. Dia tampak cemberut dengan bibir yang maju beberapa senti.

Gala meringis. "Sudahlah.. Ayo ke kantin dulu, kubelikan permen mau?" bujuknya.

Laki-laki itu dengan cepat berubah ekspresi jadi sumringah. Kala menatapnya heran. Belum sempat berkenalan, laki-laki itu sudah menarik lengan Gala menuju kantin.

"Percayalah. Yang paling tinggi tadi adalah terkecil diantara kami," ucap Tara, memecah keheningan.

Niskala membelalak. Tapi setelahnya ia sadar. Dia juga lebih tinggi dari Hira, bukan?

"Kanagara. Panggil Gara." Niskala mengangguki ucapan Tara.

"Udah perkenalannya?" Tanya Hira. Bosan dia tuh, dari tadi didiamkan.

DEMURE | Lee Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang