Pukul 08:20 kakak beradik Evanescent sudah dalam perjalanan menuju suatu tempat. Terlalu pagi untuk memulai aktivitas di hari Sabtu. Keduanya sudah ada janji dengan para buntalan uwu milik keluarga Nirwana.
Di sini mereka sekarang, kediaman keluarga Nirwana. Dengan dalih menempati janji untuk bermain bersama Nuga dan Jura. Dua bocah yang seharian kemarin merecoki mereka agar benar-benar datang, jika tidak keduanya akan merajuk katanya.
Baru saja sampai keduanya sudah disambut hangat oleh Nyonya Nirwana, atau sering minta dipanggil Bunda Anna. Wanita yang tetap terlihat cantik meski sudah kepala empat. Sosok anggun dengan pakaian dan jilbab yang menjuntai indah menutup tiap lekuk tubuhnya. Seseorang paling berperan dalam aturan-aturan ketat putra-putranya.
"Lama tidak jumpa. Bagaimana kabarmu dan orang tua, Hira?" tanya Anna dengan suara lembut yang mendayu manis didengar.
"Sehat semua Bunda," jawab Hira, mengecup punggung tangan wanita kepala empat itu.
"Eh.. Ini Niskala ya?" Si empu nama mengangguk sopan.
"Aduh.. Kalian selalu dibicarakan Jura dan Nuga," tuturnya. Memboyong kakak beradik yang tengah dalam keadaan canggung itu menuju ruang makan yang ramai.
"Makan dulu sayang, kalian pasti akan lelah nanti dimintai ini itu oleh Jura dan Nuga," titah Anna lembut.
Hira mengangguk kaku. Piring di depannya mulai diisi nasi dan banyak lauk pauk. Begitupun piring milik Kala. Di tengah-tengah acara makan itu, dua buntalan uwu penyebab kondisi ini datang.
Nuga dengan sigap menahan pergelangan tangan sang adik yang menuruni tangga dengan terburu-buru. Bisa bahaya. Ia menuntun Jura untuk berjalan dengan perlahan.
"Kan sudah bunda bilang, dek. Jangan lari-lari di tangga. Bahaya," tegur Anna lembut.
"Mau ketemu Om sama Aunty." Jura memang yang paling antusias untuk hal ini.
"Gak perlu buru-buru. Om sama aunty bakal sampe sore kok," tutur Anna. Membawa kedua putra bungsunya untuk duduk.
"Wah.. Nginep aja ya." Antusias Nuga. Senyum secerah matahari itu tampak menggemaskan.
"Tidak bisa. Besok Om sama Aunty harus ke gereja," terang Anna.
"Ya sudah. Tapi nanti setelah makan kita keliling rumah, ya." Itu Jura, lagi.
Niskala meneguk ludah kasar. Maniknya berpedar dari ruang makan ke dapur, ruang tamu, ruang keluarga tanpa sekat itu. Belum lagi ruangan-ruangan yang tertutup pintu. Mungkin jika dihitung, rumah ini sekian kali lipat dari luas lapangan bola.
Bunda Anna memang terbaik. Sengaja memberikan asupan nutrisi sebelum dibuat lelah karena diajak berkekiling di rumah bertingkat 3 nan luas itu. Mulai dari lantai satu, lantai dua, lantai tiga, dan terakhir rooftop. Melewati lorong-lorong dan banyak anak tangga. Seperti habis jogging keliling komplek inimah.
Mereka baru berhenti ketika setengah jam dari waktu shalat dzuhur. Bisa ditebak berapa lama mereka mengelilingi rumah dengan beragam ruangan itu. Dari ruang teater, gym, ruang khusus bermain, mushola untuk tempat shalat wanita, jangan lupakan ruangan berisi piala-piala milik anak-anak Nirwana.
Sisanya Kala dan Hira lupa saking banyaknya. Selepas shalat dzuhur dan makan siang. Mereka berada di kamar si kembar bungsu. Kala, Nuga dan Jura duduk dilantai karena si kembar sedang belajar melukis dari omnya.
Sedang Hira duduk di sofa kamar itu bersama tiga kembar yang entah habis dari mana sejak tadi mereka datang. Gala dan Gara bermain game, Tara membaca buku, lalu satu-satunya gadis di ruangan itu menyibukkan diri dengan bermain ponsel tanpa tujuan.
Suara kikikkan geli mengambil atensi para tertua di sana. Di lantai itu ada si kembar bungsu dengan wajah dan tangan penuh cat, dan ada Kala yang berusaha mengulas senyum meski frustrasi.
Hira terkekeh pelan melihat wajah memelas sang adik. Sedang tiga kembar hanya mampu geleng-geleng kepala. Tak lama bunda Anna dan suaminya datang, keduanga melongo melihat anak-anak bungsu mereka.
"Kakak, adeknya ajak bersih-bersih. Sebentar lagi ashar." Titah Anna pada si sulung.
Tara bangkit dari duduk dan segera menggiring dua bocil belepotan cat itu menuju kamar mandi. Beberapa maid datang untuk membersihkan kekacauan yang di lakukan si kembar bungsu.
"Ah. Bunda, kami harus pulang. Mama sudah menelepon barusan." Pamit Hira.
"Perlu diantar?" Tanya Tuan Nirwana.
"Tidak perlu. Lagi pula sudah dijemput." Tolak Kala.
"Baiklah. Hati-hati di jalan. Sampaikan salam untuk orang tua kalian." Ucap Tuan Nirwana, dan berlalu menuju ruangan kerja pribadinya.
Kakak beradik Evanescent itu baru benar-benar pulang setelah membujuk si kembar bungsu yang merajuk karena tidak mau ditinggal selama 20 menit. Sebagai gantinya, si kembar minta kelon dulu sama Niskala.
* * * *
Setelah sampai di rumah, keduanya naik ke kamar untuk membersihkan diri. Di kamar si sulung Hira, gadis itu malah melamun di pinggiran ranjang dengan rambut yang masih tampak sedikit basah sehabis keramas.
Ingatannya kembali pada momen-momen bersama si kembar bungsu Nirwana saat keliling rumah. Ah, perlu dikatakan kalau itu lebih mirip study tour. Hira sedikit memijat kakinya yang pegal. Ini tidak berlebihan, tapi ia merasa sangat lelah pada bagian kaki, mungkin terlalu lama diajak jalan. Ia senang melihat binar antusias dari wajah si bungsu kembar.
Flashback on
Hira dan Kala terus mengekori kembar bungsu Nirwana itu di lorong-lorong rumah mereka di lantai 3. Kedua bocah itu tampak antusias menunjuk ruangan ini itu. Keduanya tampak tidak lelah menuntun orang yang disebut om dan aunty.
Sisi kanan dan kiri mereka dihiasi pilar-pilar khas Yunani kuno, dengan di selahnya terdapat lukisan, foto atau guci yang bernuasa islam yang kental.
"Aunty, aunty, aunty besok ulang tahun ya?" Tanya Jura dengan binar mata yang menggemaskan.
"Iya. Kenapa sayang?" Sahut Hira.
"Jura mau kasih hadiah. Tapi Jura bingung. Jadi tanya aunty aja. Aunty mau hadiah apa?" Tanya Jura, polos.
Hira hanya terkekeh gemas, kasih hadiah kok tanya yang mau ulang tahunnya.
"Kalau aunty minta Jura sembuh. Boleh?" Ucap Hira.
"Jura bisa sembuh, kak Nu?" Sendu Jura. Membuat Hira merasa bersalah.
"Bisa." Jawab Nuga, tenang.
"Tapi masih lama, mungkin ulang tahun aunty yang berikutnya. Untuk tahun ini aunty mau apa?" Jura masih keukeuh. Tapi membuat yang lain menghela nafas lega karena wajah antusias itu kenbali.
"Besok kita makan-makan gimana?" Tanya Hira. Sebenarnya ia juga tidak tahu Jura sakit apa. Tapi dari cara semua orang menjaga anak itu, ia yakin ini penyakit dalam.
Tidak mau membuat suasana jadi canggung. Hira mengalihkan obrolan, dan kembali melanjutkan acara keliling rumah yang sempat tertunda itu.
Flashback off
_ _ _
Ada yang bisa tebak Jura sakit apa?
Heyy.. Gimana puasanya?
Papai..
KAMU SEDANG MEMBACA
DEMURE | Lee Heeseung [✓]
Ficção AdolescenteEN-- lokal ver. Tentang dua remaja yang beranjak dewasa. Di tengah kebingungan dan ketidaktahuan mengenai perasaan mereka masing-masing. Terlibat dalam sebuah ikatan tanpa persetujuan, yang tentu tidak akan pernah berjalan dengan baik. Entah siapa...