00:20

115 15 0
                                    

-- California, 15 Oktober.
00:20

Seorang gadis berpostur tubuh mungil berjalan dengan hati-hati karena di tangannya terdapat sebuah kue. Menempelkan kartu agar pintu unit apartemen itu terbuka. Senyum manis tidak pernah luntur sedari perjalanan kemari.

Setelah pintu terbuka, ia berjalan lebih dalam, masih dengan langkah pelan. Sampai di depan pintu salah satu kamar di apartemen mewah itu. Ia mengulurkan satu tangan untuk membukanya.

Senyum sehangat matahari terbit itu tetap tercetak. Gadis itu mendudukkan bokongnya di pinggiran ranjang. Menyalakan pemantik untuk menyulut sumbu lilin angka 18 di kue yang ia bawa.

Gadis dengan surai hitam sebahu itu mulai bertepuk tangan seirama dengan nyanyian lagu ulang tahun yang ia nyanyikan. Sampai pada bait terakhir, senyum itu lenyap begitu saja, bersamaan dengan lilin yang padam tertiup angin dari pintu balkon.

"Selamat ulang tahun ke-18, My deer eyes." Ucapnya, sendu.

Mantan kekasih, Demure. Status yang ia sandang sekarang. Gadis yang selalu di sapa 'Ayya' oleh kekasihnya itu memandang sendu ruangan tidur yang ia tempati kini. Unit apartemen milik Demure yang kini jadi miliknya.

Meraba sprei yang sama sekali tidak diganti sejak bulan Juni. Kira-kira dua minggu sebelum mantan pacarnya itu di datangi sang ayah. Sebelum ayah dari laki-laki itu membawanya tinggal di rumah mereka di pinggiran pantai Santa Monica.

Sebelum surat pengunduran diri dari sekolah diurus oleh Tuan Mellifluous itu. Ia kembali ingat dengan acara putus dengan paksaan di pantai sepi ketika tengah malam.

Lalu peresmian putus satu hari sebelum Demure kembali ke Jakarta. Pertemuan terakhir di bandara secara sembunyi-sembunyi. Gadis itu tersenyum lagi ketika putaran hari-hari terakhir mereka bersama.

"Ini terlalu rumit untuk kisah cinta dua remaja, ya, Dem." Lirihnya.

Ia menyalakan ponsel, menekan salah satu aplikasi yang sudah ia pernah hapus semenjak putus dari kekasihnya. Kembali memasukan akunnya, dan ratusan notifikasi pesan pun bermunculan. Dengan jari yang agak gemetar ia membuka bagian pesan yang tentu dari Demure.

Biarkan saja pesan itu meninggalkan tanda sudah dibaca. Ia hanya rindu. Mulai dari pesan teratas, dari tanggalnya itu dikirim di hari Demure pulang, sekedar mengabari jika ia sudah sampai. Terus berlanjut, Ayya bisa melihat bahwa laki-laki itu terus mengirimi pesan setiap hari. Sekedar mengucap selamat pagi dan selamat malam, atau memberitahukan kegiatan yang laki-laki itu lakukan.

Ayya tersenyum culas. Demure masih sama, selalu memberitahu apapun yang ia lakukan. Jemarinya terhenti ketika melihat pesan pada tanggal 15 September.

Ay, ini makin sakit.

Seketika tubuh gadis itu lemas. Air matanya jatuh dengan deras. Ia tidak mampu lagi membendung kesedihan, rindu, dan sakit hatinya. Ditemani ruangan tempat ia dan Demure sering menghabiskan waktu bersama.

Walau masih dengan sesegukkan, gadis berpipi tembam itu mengscrol pesan sampai yang terakhir. Tepat hari ini. Senyum manis kembali terpatri.

Ay, udah mau 3 bulan kamu hindarin aku. Pasti kejutannya besar. Tahun kemarin satu minggu hadiahnya 24 jam sama kamu.

Ay, hari ini ulang tahunku.

Kamu gak mau ngucapin sesuatu gitu? Lewat mimpi juga gapapa.

Desember nanti aku bakal study tour ke Jogja. Mau ikut? Hehe.

Ay, aku capek.

Ayya. Gadis itu tidak lagi menangis. Hatinya mantap untuk menuntun jemari lentiknya menulis satu pesan, setelah pesan itu terkirim, ia kembali mengeluarkan akun media sosial tersebut.

DEMURE | Lee Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang