00:33

93 13 0
                                    

Pukul 23:00, ketika semua orang sudah terlelap dengan barang bawaan yang sudah siap untuk dibawa pulang esok hari. Berbeda dengan seorang gadis yang malah membuka pintu rooptof penginapan di lantai 12.

Ia berjalan menuju ujung rooptof, di sana, sudah ada laki-laki yang memang mengajaknya ke sini. Ia berdiri dan menumpu siku di pembatas tembok setinggi dadanya.

Sampai pergerakan tiba-tiba dari si laki-laki membuatnya sedikit tersentak. Laki-laki itu berpindah ke belakang tubuhnya, lalu lengan kekar melingkar di perutnya, bahu sempit milik si gadis dijadikan tumpuan dagu. Tidak perlu takut ada orang lain, pintu rooptof sudah dikunci dari luar.

Cukup lama dalam keheningan. Kedua orang itu fokus dengan pikiran mereka masing-masing, masih dalam posisi yang sama, dan mata menghadap lautan lepas di malam hari.

Gadis itu membawa lengannya mengusap punggung tangan yang lebih besar di perutnya. Pasalnya, si laki-laki hanya mengenakan kaos pendek dan celana pendek di tengah malam seperti ini. Dia saja yang memakai piyama panjang dan dibalut hoodie masih kedinginan.

"Dem?" Panggil si gadis, setelah lama diam.

"Ya." Sahut si laki-laki, Demure.

"Gak dingin?" Terselip nada khawatir dipertanyakan sederhana itu.

"Kamu kedinginan, Hir?"

"Lumayan."

Sepasang tunangan itu kembali dilanda keheningan. Debur ombak dan suara deru kendaraan mendominasi malam yang semakin larut itu. Demure mengecup celuk leher Hira, tiba-tiba.

"Tadi jalan-jalan sama Aru, seru?" Tanya Hira, mengalihkan fokus dari gelayar aneh tubuhnya.

"Biasa aja. Cuma jalan-jalan, beli oleh-oleh. Arunika doang, aku enggak."

Hira mengangguk mendengar penuturan sang tunangan. Ia naik ke tangga pembatas, agar tingginya sama dengan Demure. Merentangkan kedua tangan, menghirup dalam-dalam aroma khas pinggir pantai. Menghiraukan angin malam yang menusuk kulit.

"Kamu sendiri?"

"Sama aja. Jalan-jalan keliling malioboro, beli makanan, baju, kalo Niskala beli oleh-oleh buat si kembar bungsu, soalnya mereka ngambek gara-gara ditinggal."

"Kamu suka laut, Hir?"

"Enggak juga. Kalo malem takut, gelap. Kalau pagi sama sore bagus."

Hira menaruh kedua tangannya di pembatas rooptof lagi. Sedikit melirik Demure di belakangnya.

"Kamu suka laut, Dem?"

"Aku benci. Di sana, kenangan paling burukku tercipta."

"Ayya? Apa kamu putus sama Ayya di tempat kayak gini?"

"Iya. Dipaksa, Ayah. Waktu itu aku hampir mati tenggelam."

"Ayya pasti gadis yang baik. Di-dia sampe mau berkorban demi kamu."

Demure dibuat terkejut ketika sang tunangan berbalik dengan wajah yang merah seperti menahan tangis.

"Bo-boleh peluk?"

"Boleh."

"Hira boleh nangis?"

Tanpa menjawab. Demure manarik gadis yang sudah mulai sesegukkan. Mengelus surai dan punggung sempit itu lembut. Sedang si gadis, Hira menangis sejadi-jadinya. Entahlah.. Tapi hatinya selalu sakit setiap mendengar suara ceria saat sang tunangan bercerita mengenai mantan kekasihnya.

Sesabar-sabarnya Hira, setulus-tulusnya Hira. Gadis itu tetaplah manusia biasa yang bisa lelah. Jujur, ia lelah menjalani hubungan dengan cinta sepihak ini. Tetapi jika Demure benar-benar pergi, ia juga tidak bisa.

DEMURE | Lee Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang