00:26

97 18 0
                                    

-- 9 Desember, Jakarta.
04:26

Dua buntalan uwu menuruni tangga dengan sedikit buru-buru. Yang lebih tua berusaha mengurangi kecepatan karena khawatir terjatuh. Tapi yang lebih muda malah semakin cepat melangkah, merentangkan tangan ketika maniknya menemukan sang ayah.

Si terkecil melompat ke dalam gendongan koala sang ayah. Mendusal gemas pada celuk leher pria berusia 40an itu. Sang ayah merespon dengan mengelus punggung dan menepuk bokong si bungsu.

"Selamat ulang tahun, anak-anak, ayah." Pekiknya.

Yang lebih tua dari si kembar itu barus saja datang. Menghambur pada dekapan sang bunda di sebelah anak kucing yang tengah cekikikan. Para laki-laki di kediaman Nirwana akan berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah, seperti biasanya.

"Anak-anak bunda udah 13 tahun aja. Semoga sehat selalu, panjang umur, bahagia selalu, jadi anak sholeh, berguna buat negara dan agama, juga jadi anak yang berbakti ke orang tua sama keluarga." Anna, bunda dari si kembar merapalkan doa.

"Ayok! Nanti telat shalat subuhnya." Ajak Tuan Nirwana, menurunkan si bungsu.

Sepanjang perjalanan, Nuga dan Jura tak henti-hentinya tersenyum, gemas. Tiga kakak kembarnya tersenyum melihat kebahagiaan adik-adik mereka. Sesekali memperingati, jika si bungsu terlalu bersemangat sampai melompat-lompat di trotoar jalan menuju masjid.

Di depan masjid, rombongan itu berpapasan dengan Ustadz yang biasa menjadi imam. Jura menghampiri pria berusia 60an itu dengan sumringah. Seperti biasa ketika bertemu di masjid saat akan shalat berjamaah.

"Kakek ustadz, Assalamu 'alaikum.." Sapa Jura.

Pria yang disapa tersenyum teduh. Mengusap kepala bundar anak penuh antusias di hadapannya.

"Waalaikum mus salam.. " Balasnya.

"Kakek ustadz, hari ini Jura sama kak Nuga ulang tahun, ke-13" Beritahu Jura, senyum manis tidak luntur sejak keluar dari kamar.

Jura yang masih bercerita diangkut dari belakang oleh si sulung. Sebentar lagi shalat akan di mulai, dan anak ini malah menghadang sang imam. Sempat memekik keras, mulut mungilnya dibekap oleh Gala.

"Kakek ustadz, nanti abis ashar ke rumah Juraaa.. Sama temen-temen di pesantren." Teriak Jura, meski ia sudah mulai memasuki masjid.

Ahmad Irfani Nirwana, sang ayah meminta maaf pada para jemaah yang telah berdatangan, terutama ustadz yang diundang dengan teriakan, sangat tidak sopan.

* * * *

Setelah shalat ashar, kediaman keluarga Nirwana ramai oleh para santri dan santriwati bimbingan Ustadz Irham. Orang-orang berbusana putih memenuhi ruang tamu luas rumah itu.

Beberapa teman sekelas si kembar yang berulang tahun datang. Demure, Arunika, Hiraeth, Niskala, dan Yerghea juga datang. Tetepi hanya diam ketika semua membaca Al-Qur'an. Mau bagaimana, merekakan kristen.

Hira dan Arunika tampil anggun dengan dress putih di bawah lutut. Dengan sebuah selendang putih menututup rambut keduanya, guna menghormati.

Acara dilanjutkan dengan makan-makan. Suapan lahap, senyum sumringah hadir di setiap wajah anak-anak pesantren itu. Tuan Nirwana tersenyum simpul menyaksikan pemandangan di dalam rumahnya.

Pria yang tak lagi muda itu menunduk, menatap wajah tenang kakak dari kembar yang berulang tahun, di pangkuannya. Nuga tertidur sedari doa dibacakan. Tak jauh beda, si bungsu juga sudah tidur di pangkuan sang bunda.

Terkadang mereka kewalahan dengan sifat mudah tidur keduanya. Bagaimana tidak. Dua bocah itu sering tidur di acara-acara penting, seperti pernikahan saudara, peresmian cabang perusahaan, atau sekedar kumpul keluarga. Namun, siapapun tidak bisa mempermasalahkan hal ini. Mereka terlalu menggemaskan untuk diminta bangun.

DEMURE | Lee Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang