00:42

110 14 0
                                    

Rumah baru Naya dibuat ramai oleh kedatangan teman-temannya.  Ia sudah menempati hunian baru itu sejak 3 hari lalu. Di hari yang sama dimana bundanya datang, berdiskusi, dan memutuskan untuk tinggal kembali di Jakarta, esoknya ia sudah bisa menempati rumah ini.

Rumah dengan dua lantai dan dua kamar, terkesan sederhana tetapi tetap nyaman. Rumah pemberian keluarga Nirwana, yang langsung diisi furniture hari itu juga oleh Tuan Nirwana.

Awalnya sang bunda menolak. Mendapat kepercayaan memegang butik milik Nyonya Anna saja sudah lebih dari cukup. Tetapi dua orang kelebihan uang itu terus memaksa.

"Jangan sungkan. Tinggalah sementara di sana bersama putrimu. Karena pada akhirnya, Naya akan kembali ke rumah ini."

Bujukkan akhir dari Tuan Nirwana terkesan ambigu. Apa maksudnya Naya akan kembali ke sana? Tapi biarlah. Suka-suka beliau. Yang bisa dua wanita itu lakukan hanya berterima kasih.

Kasus Jatnika diusut sampai selesai, membantu pemakaman Lea, ditambah menampung Naya yang sendirian beberapa hari, ah, terbaru ada butik dan rumah yang diserahkan menjadi atas nama Mala.

Anna beralasan tak lagi sanggup mengurus butik di tengah kesibukan sebagai ibu dan istri. Wanita cantik itu merasa cukup hanya dengan berdiam di rumah.

Naya duduk diam di sofa memerhatikan teman-temannya yang duduk lesehan di karpet bulu. Sesekali tersenyum kecil seiring hati yang menghangat. Tara duduk di sebelahnya, mengajak ngobrol agar Naya tak merasa diabaikan.

Di karpet ada Hira, Gala dan Gara yang menemani Nuga menonton kartun sembari ngemil, hasil merampok lemari dan kulkas tuan rumah. Lalu ada Demure dan Niskala yang menemani Jura menggambar.

Sebenarnya Ziya juga akan datang, tetapi gadis itu mengatakan akan menemani Naya malam hari nanti, karena bunda Mala ada meeting penting. Sebuah project besar yang terus ditunda nyonya Anna, kini project itu akan dilaksanakan di bawah pimpinan Mala.

"Jura, gak boleh dijilat pensil warnanya." Tara berucap memperingati. Agak was-was karena Jura memiliki imajinasi yang luar biasa.

Yang diperingati hanya cengengesan. Kala yang memangku si bungsu itupun menjadi lebih waspada takutnya Jura kembali berniat memasukkan pensil warna ke mulut kecil bocah itu.

Ruang santai dominan warna abu itu sangat nyaman untuk berkumpul. Tidak terlalu banyak furniture sehingga memberi kesan luas. Hanya ada sofa, meja kecil, televisi yang menempel di dinding, serta karpet bulu tebal.

Rumah Naya yang baru ini tidak terlalu banyak sekat seperti rumah sebelumnya. Tuan Nirwana berucap, ini sengaja agar tidak membuat rumah seolah sempit.

Jura sibuk mewarnai gambar wajah buatannya. Tidak terlalu rapih, malah terkesan gambar wajah absrak, tetapi dipadu dengan warna-warna cerah memberi nilai estetika. Kala dan Demu yang memerhatikan sampai dibuat kagum sekaligus terkejut.

"Jura gambar apa itu?" tanya Demure sembari mengusap kepala bundar si bungsu Nirwana.

"Ini kak Tara," jawab bocah itu semangat.

"Kenapa gambar kak Tara?" tanya Kala ikut penasaran. Dari kacamatanya, gambar ini memang agak mengarah ke wajah Tara.

"Hanya ingin." Jura kembali sibuk dengan aktivitasnya.

Jura bersandar pada dada Niskala. Memandang takjub pada gambar yang berhasil ia buat. Bocah itu bertepuk tangan kecil, mengundang atensi dari yang lain.

"Kata ayah, setiap orang adalah pemeran utama dalam kehidupannya. Tapi buat Jura, kak Tara pemeran utama dihidupnya Jura." Jura berceloteh pelan. Hanya mampu didengar oleh Kala dan Demu.

DEMURE | Lee Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang