Waktu menunjukkan pukul 22:32, seorang gadis masih enggan keluar dari kamar mandi. Ia sibuk memandangi wajah sembabnya di cermin wastafel. Sesekali menghalau air mata yang meluncur deras, meski cairan bening itu tidak berhenti mengalir.
Jemarinya dibawa menelusuri leher jenjang miliknya sendiri, melepas pengait dari kalung yang ia pakai setahun belakangan. Membawa kalung perak berbandul cincin emas, cincin tunangannya ke genggamannya.
Meremat benda itu di telapak tangan guna menyalurkan rasa sesak di dada. Perlahan ia membuka kepalan tangannya, memandang sendu cincin yang menjadi awal dari kisah menyakitkan ini.
"Mencintai kamu, kenapa sesakit ini, Dem?" Monolognya.
Hira, gadis yang menangis di kamar mandi sejak satu jam lalu itu terduduk di lantai kamar mandi yang lembab. Ingatannya kembali ke satu jam lalu, di mana ia baru saja akan keluar dari kamar penginapan untuk membeli roti.
Menelusuri lorong menuju lift sendirian, belum sampai pada tujuannya. Dari kejauhan pintu lift tampak terbuka perlahan, memperlihatkan sepasang kekasih yang tengah bercumbu mesra. Si laki-laki, merupakan tunangannya, Demure.
Dengan segera berlari ke kamar, dan mengurung diri di kamar mandi hingga satu jam lamanya. Sempat digedor dari luar, namun ia beralasan tengah berendam, sehingga tidak dapat keluar dalam waktu cepat untuk bergantian.
Hira mematri langkah keluar dari kamar penginapan. Meninggalkan Arunika dan Naya yang tidur bersama di kasur besar. Ia berjalan menyusuri lorong sepi menuju lift. Kembali ke niat awal, membeli roti.
Sesampainya di depan lift, bola mata Hira melebar, kaget. Belum selesai keterkejutannya, pergelangan tangan gadis itu lebih dulu ditarik agar memasuki lift yang kini diisi oleh dua orang.
Sosok yang menarik pergelangan Hira tadi, memojokkan tubuh si gadis ke ujung kotak besi itu. Demure, laki-laki itu memeluk erat tubuh tunangannya. Mengusap pinggang ramping Hira, sensual. Membuat si gadis meremang.
"Mau kemana pake baju kayak gini?" Tanya Demure dengan suara beratnya. Membuat tubuh si gadis kembali meremang mendengar itu.
Hira memang belum sempat ganti baju, ya, karena tadi dia akan beranjak tidur. Jadi hanya mengenakan piyama dengan celana di atas paha, dan atasan lengan pendek. Satu set piyama berwarna biru muda, serta motif anak bebek.
Hira mencoba mendorong tubuh sang tunangan. Tapi Demure malah semakin berani, laki-laki itu mengecup setiap inci leher miliknya. Beralih mengangkat wajah dan mendekat untuk membubuhi kecupan di dahi, kelopak mata yang terpaksa ia tutup, lalu pipi dan terakhir pucuk hidung.
Keduanya saling bersitatap. Entah sejak kapan, tetapi kedua tangan si gadis sudah mengalung indah di leher sang tunangan. Tak lama, Demure kembali mendekati area lehernya. Mengecup di setiap inci tanpa terlewat.
"Ganti baju. Kita keluar."
Ucapan Demure membuat si gadis mematung sesaat. Manik bulatnya tampak mempertanyakan sesuatu. Tapi hanya dibalas kecupan di pipi kanan.
Hira, gadis itu sedikit meraba area leher tunangannya. Mencari sesuatu yang ia juga miliki. Benda yang sudah kembali melingkar di lehernya sendiri, setelah tadi sempat dilepas.
"Nyari cincin?" Tebak Demure. Mendapat anggukan polos dari si gadis.
Demure mengangkat tangan kiri, menunjukkan benda yang Hira cari. Cincin pertunangan yang ia pakai di sana. Gelang rantai berwarna emas, yang tampak mengikat cincin warna senada itu. Ia memakainya. Tepat di sebelah sebuah gelang perak dengan hiasan bentuk lumba-lumba, kupu-kupu, seta tiga huruf yang membentuk inisial L, A, Y.
Hira tersenyum memamerkan deretan giginya yang rapih. Ia merasa bersyukur, setidaknya, Demure masih mau memakai benda itu. Tanpa disadari, ia memeluk erat laki-laki jangkung di depannya.
Demure membuka pintu lift yang sedari tadi tidak naik maupun turun. Menuntun sang tunangan menuju kamar inapnya. Menunggu sebentar sebelum sang tunangan kembali keluar dengan pakaian yang lebih hangat.
Sebuah hoodie berwarna biru tua, celana training putih, serta sepatu senada dengan celana. Surai panjang berwarna hitam itu dibiarkan tergerai agak berantakan. Tak lupa masker berwarna merah muda. Ia berjalan riang sepanjang perjalan menuju lift bersama sang tunangan di sampingnya.
Demure mengajak tunangannya keluar dari penginapan. Ia sendiri hanya mengenakan celana training berwarna hitam, sweeter berwarna mocca, ia juga mengenakan sepatu berwarna hitam serta masker hitam. Entah apa fungsinya, tapi sepasang tunangan itu memilih memakai masker.
Hira sering dibuat bingung dengan sikap sang tunangan yang berubah-ubah. Tetapi, tidak dapat ia pungkiri, sikapnya juga sama saja. Bukankah beberapa menit lalu ia baru saja menangis sejam lebih karena laki-laki ini? Dan sekarang? Entahlah.
Mereka berjalan di jalan Malioboro, memang cukup memakan waktu dari penginapan ke sana, tapi, keduanya menikmati semua. Berfoto, saling foto, bahkan main kejar-kejaran dan menjadi tontonan.
Hira memekik kaget saat tubuhnya tiba-tiba terangkat dan di putar-putar oleh sang tunangan. Tawa menguat dari keduanya. Tidak perlu khawatir jadi tontonan, mereka sedang duduk di sebuah taman yang sepi.
Tuk
Hira melotot horor pada laki-laki jangkung di sebelahnya yang baru saja melempar kulit kacang rebus. Tidak terima, gadis itu membalas dengan dua kulit kacang. Berakhir saling lempar, dan dimarahi petugas di sana karena mengotori taman.
Demure tidak melepaskan tautan tangannya pada Hira. Berjalan riang dengan tempo kadang cepat, kadang berlari, sesekali melompat seperti bocah kurang kerjaan. Setidaknya, pilihan ia mengajak Hira pergi benar, suasana hatinya membaik setelah cukup lama menangis di kamar mandi penginapan.
* * * *
Hari terakhir para siswa/siswi kelas 11 SMA 9 di Yogyakarta. Mereka dibebaskan pergi ke mana saja, selama tidak sendirian dan jangan sampai tersesat. Banyak murid yang pergi ke tempat oleh-oleh khas Jogja.
Kelopak mata bulat milik Hira baru terbuka pukul 09:40. Ia bisa melihat Arunika telah siap dengan pakian pergi, entah akan kemana, tetapi sudah pasti bersama kekasihnya.
Hira baru masuk ke kamar penginapan lagi pukul tiga dini hari. Jam sepuluh nanti ia ada janji bersama sang adik, Niskala. Niatnya membeli oleh-oleh untuk orang rumah, atau sekedar untuk keduanya.
Naya juga akan pergi bersama si kembar Nirwana, ditambah empat bodyguard pastinya. Kata salah satu bodyguard, Naya harus ikut, jika tidak, mereka akan kesulitan mengatur si kembar yang selalu banyak tingkah.
Hira bangkit dari ranjang dan masuk ke kamar mandi. Tidak perlu mandi, sepulang jalan-jalan bersama Demure ia sudah mandi. Jadi sekarang hanya tinggal sikat gigi dan cuci muka, lalu bersiap.
Cardigan berwarna army, rok putih dengan model panjang sebelah, surai hitam panjangnya diikat dua, tak lupa masker berwarna putih. Sebuah tas selempang yang muat ponsel dan dompet berwarna hitam tergantung apik. Hira sudah siap.
"Sebentar, Kala." Teriaknya pada sang adik yang sedari tadi menelepon dan misuh-misuh.
_ _ _
Demure itu rumit, dan Hira jauh lebih rumit.
Menyakiti - Tersakiti - Saling menyembuhkan.
Papai!
KAMU SEDANG MEMBACA
DEMURE | Lee Heeseung [✓]
Teen FictionEN-- lokal ver. Tentang dua remaja yang beranjak dewasa. Di tengah kebingungan dan ketidaktahuan mengenai perasaan mereka masing-masing. Terlibat dalam sebuah ikatan tanpa persetujuan, yang tentu tidak akan pernah berjalan dengan baik. Entah siapa...