3 bulan berlalu..
Hari dimana seluruh hasil kegiatan belajar selama setahun ke belakang akan diserahkan kepada wali murid, atau singkatnya pembagian rapor bagi siswa-siswi SMA 9 telah dilaksanakan. Rapor telah ditangan, pengumuman juara kelas dan juara umum pun telah rampung dilaksanakan.
Hira dan kawan-kawan sibuk mengobrol di kantin sembari menunggu orang tua mereka selesai rapat sosialisasi pembelajaran kelas 12. Nuga dan Jura asyik berceloteh tentang bagaimana mereka ujian dan bagaimana mereka melewati ujian praktik.
Sementara Demure, lelaki itu sedari datang ke sekolah hanya melamun. Sudah tiga bulan, tetapi terasa baru kemarin ia mengantar Ayya sampai ke lobby bandara. Keduanya sepakat, tidak, Ayya sepakat untuk putus. Entah kemana gadis itu pergi, entah dimana gadis itu menetap.
Rasanya kosong. Lelaki tinggi itu masih berharap, Demure berharap Ayya mau membalas atau setidaknya membaca pesan darinya -mungkin gadis itu sudah mengganti nomornya-, Demure berharap teleponya diangkat, Demure berharap media sosial gadisnya kembali aktif.
Bak hilang ditelan bumi. Ayya, gadis itu pergi tanpa jejak sedikit pun. Orang tuanya telah tiada, entah kepada siapa lagi Demure bertanya. Kakek-Nenek gadis itu juga enggan bicara, bahkan terkesan enggan membicarakan tentang cucunya.
Putus asa.
Demure menghela napas berat untuk kesekian kalinya. Tanpa sadar, sang tunangan, Hira memperhatikan setiap gerak-geriknya.
"Are you okay, Dem?" tanya Hira, nyaris berbisik.
Kabar baik tentang hubungan mereka, Demure tidak lagi abai. Meskipun masih sering memikirkan mantan kekasih terindahnya, Demure berusaha untuk siap siaga dan selalu ada untuk tunangan munginya itu.
Demure mengangguk dengan senyum tipis yang tampan. Mengusap Surai lurus milik sang tunangan yang duduk tepat di sebelahnya. Wajah bulat Hira memerah sebagai reaksi dari perlakuan manis Demure.
"Om Demu sama Kak Hira pacaran ya?" tanya Jura dengan polosnya.
Mendengar pertanyaan dari Jura, semua orang menoleh dengan cepat ke arah pasangan Demure-Hiraeth. Yang ditatap menunduk kikuk, tangan Demure yang semula ada di puncak kepala tunangannya segera diturunkan. Tara megecup singkat pelipis Jura. Setelahnya memperingati agar Jura tidak banyak bicara ketika sedang makan.
"Tapikan pacaran itu haram," Jura berucap dengan nada marah yang terdengar lucu.
"Kan Kakak Hira sana Om Demu bukan muslim Jura," sahut Nuga di sebelahnya.
Selanjutnya, orang tua mereka datang dan mengajak untuk segera pulang. Hira pulang bersama Mamanya, sementara Niskala pergi dengan Papanya untuk mampir ke toko handphone. Sesuai janji Tuan Evanescent, jika nilai Niskala baik dan mendapatkan juara kelas, lelaki itu akan mendapatkan handphone baru.
Sedang Demure memilih pulang sendiri karena tadi pagi ia membawa motor. Ia juga ingin berkunjung ke cafe langganannya sejak datang ke Indonesia. Demure duduk di bagian rooftop cafe, memesan secangkir cokelat dan roti.
Disaat hening-heningnya, ponsel Demure berdering kencang. Dengan segera mengangkat panggilan dari nomor yang tentu ia kenal.
"Assalamualaikum," sapa Demure.
"Walaikum. Demure?" balas orang di seberang sana. Dari suaranya terdengar agak lelah dan bergetar. Perasaan Demure dibuat panik.
"Iya.. Kek? Ada perlu apa?" Kakek yang dimaksud Demure adalah Kakek mantan kekasihnya, Ayya.
"Demure, apa kamu bisa datang ke rumah kami?" Terdengar ragu, tetapi itu kian membuat Demure was-was.
"Mungkin.. Memang ada apa?" tanya Demure ikut ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEMURE | Lee Heeseung [✓]
Teen FictionEN-- lokal ver. Tentang dua remaja yang beranjak dewasa. Di tengah kebingungan dan ketidaktahuan mengenai perasaan mereka masing-masing. Terlibat dalam sebuah ikatan tanpa persetujuan, yang tentu tidak akan pernah berjalan dengan baik. Entah siapa...