Sabtu pagi pukul 6.30, kediaman keluarga Nirwana sudah diramaikan oleh rengekan si kembar bungsu. Nuga dan Jura sedang berusaha menahan sang kakak sulung yang akan pergi kerja kelompok ke rumah Naya.
Tara sudah mencoba untuk membujuk, iming-iming dibelikan mainan sepulang kerja kelompok, ditraktir makanan, apapun. Asalkan dua adik bungsunya mau melepas pelukan dari kanan kiri tangannya.
"Sebelum makan siang, kakak pulang," bujuknya.
"Gak mauuu.." rengek Jura dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Adek, kakak bisa telat. Gak bakal lama kok. Sebelum makan siang udah di rumah. Nanti kakak beli martabak gimana?" Tara masih belum menyerah.
Dia masih punya waktu satu jam, perjalanan ke rumah Naya hanya sekitar 20 menit, tapi ia tahu kalau hal seperti ini akan terjadi, sebab itu Tara mengulur waktu untuk membujuk rayu adik-adiknya agar diizinkan keluar.
Nyonya Nirwana atau bunda mereka baru saja turun usai membersihkan diri sehabis sarapan tadi. Ia geleng-geleng melihat si kembar bungsu yang gelendotan di lengan anak sulungnya.
Ia berjalan mendekat, mengusap kepala dua anaknya untuk mengambil atensi. Nyonya Nirwana tersenyum teduh. Memberikan pengertian pada keduannya.
Tuan Nirwana sedang tidak di rumah sejak hari Kamis kemarin, dikarenakan ada sedikit masalah di cabang perusahaan yang ada di Pontianak, Kalimantan. Perusahaan ini bergerak diberbagai bidang. Kadang-kadang ada kendala di salah satu yang merembet ke bidang lain jika tidak segera diurus.
"Cuma sebentar, sayang," tuturnya.
"Jam 11 harus sudah jalan dari rumah Naya, Tara," peringatnya. Sang anak menganggukan kepala.
Tapi si kembar bungsu masih tidak mau. Mungkin karena terbiasa di hari libur akan main bersama, jadi ketika tidak bisa, mereka sedih.
Yang paling kecil di antara kembar tiga baru saja menuruni tangga, di anak tengga terakhir, tas yang ia jinjing diserahkan ke bodyguard yang sudah menunggu. Gara berjalan menuju sumber keributan pagi ini di rumah.
"Kak Gara juga pergi?" Sedih Nuga.
Gara tersenyum sembari mengangguk. Dia mengambil tangan sang bunda untuk dicium punggungnya. Sang bunda hanya tersenyum.
"Hari ini juga, Gara?" tanya Anna, sang bunda memastikan.
"Iya. Kan dikumpul hari Selasa. Kalo besok, Niskala harus ke gereja. Jadi yang harus hari ini, bun," terang Gara.
"Hati-hati. Sebelum dzuhur udah di rumah." Membuat dua orang yang akan pergi itu mengangguk patuh.
Tara dan Gara beranjak. Meski sebenarnya tidak tega ketika melihat si kembar bungsu murung karena ditinggal. Bahkan Jura sudah menangis didekapan sang bunda.
Si anak tengah kembar tiga baru saja kembali dari lari pagi. Dia mengernyit bingung melihat dua adiknya menangis.
"Kenapa?" tanya Gala.
"Ditinggal Tara sama Gara kerja kelompok."
"Tuh, masih ada kak Gala. Main sana," lanjut Anna.
Gala menelan salivanya. Perasaannya mengatakan dia akan encok nanti. Benar saja mendengar penuturan sang bunda, dua buntalan uwu itu meloncat-loncat senang ke arah Gala. Meminta kakaknya menjadi kuda di kamar keduanya.
Jura sudah kembali stabil, jadi mereka sudah kembali satu kamar. Dan berdoalah semoga Gala tidak benar-benar encok setelah bermain dengan kedua adik gemasnya.
* * * *
Di rumah Naya.
Sudah ada Demure, Arunika, Hira dan tentu tuan sang tuan rumah Naya. Tara sudah memberi pesan jika dia akan sedikit terlambat karena sangat sulit untuk lepas dari dua bocilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEMURE | Lee Heeseung [✓]
Teen FictionEN-- lokal ver. Tentang dua remaja yang beranjak dewasa. Di tengah kebingungan dan ketidaktahuan mengenai perasaan mereka masing-masing. Terlibat dalam sebuah ikatan tanpa persetujuan, yang tentu tidak akan pernah berjalan dengan baik. Entah siapa...