00:40

130 13 0
                                    

Awal bulan Maret menjadi hari baru untuk Naya. Gadis itu akhirnya berani melangkahkan kaki keluar dari kediaman keluarga Nirwana untuk sekolah. Pergi dengan seragam yang dibalut hoodie putih oversize yang menenggelamkan tubuhnya sendiri.

Baik guru dan murid sudah banyak yang tahu mengenai apa yang dialami oleh Naya. Hilangnya Naya dari sekolah selama dua minggu ini juga diwajarkan dengan alasan pemulihan kesehatan mental. Keluarga Nirwana memang memanggil seorang psikolog untuk membantu gadis itu.

Kehadiran Naya disambut baik oleh warga kelas. Sedikit berbeda karena Naya duduk bersama Tara yang bertukar bersama Hira. Jadi Hira duduk di bangku depan bersama Yerghea, tempat Tara sebelumnya.

Upacara tidak diadakan karena hujan turun di detik-detik menuju bel. Semua siswa/siswi dipersilakan ke kelas dan menunggu guru yang akan mengajar.

Hira, gadis itu terus memperhatikan Naya yang menelungkupkan wajahnya di meja beralaskan lipatan tangan gadis itu sendiri. Hira prihatin melihat kondisi sahabatnya itu. Saat datang, tatapan kosong, wajah pucat dan tubuh kurus menyambutnya.

Tapi ada hal lain yang membuat ia bingung. Ke mana Arunika? Tidak mungkin gadis itu terlambat. Atau jika memang tidak masuk, harusnya ia akan mendapat kabar, karena sedang menggantikan Naya.

Menit berlalu, guru pertama masuk. Kebetulan itu adalah wali kelas mereka. Setelah memberi salam, bu Lani berdiri di depan kelas dengan wajah teduh seperti biasa. Senyum kecil terpatri setelah bu Lani melihat Naya duduk di kursinya.

Wajahnya berubah sendu saat mengingat sebuah berita yang akan ia katakan pada anak didiknya. Menatap salah satu siswi kelasnya yang secara tidak langsung berhubungan dekat dengan kabar yang beliu miliki.

"Anak-anak. Mungkin kalian sadar bahwa ada satu orang tidak ada di sini." Bu Lani memulai pembicaraan dengan sedikit basa-basi.

"Arunika Lazuardi."

Hira yang memang mempertanyakan ketidakhadiran sahabatnya itu fokus mendengarkan. Entah hanya perasaan atau tidak, tapi ia merasa bu Lani terus menatap ke arahnya. Perasaannya mulai tidak enak melihat senyum lirih wali kelasnya itu.

"Salah satu teman kalian itu.. Kita tidak akan bersama dia lagi. Arunika mengundurkan diri dari sekolah, akhir bulan kemarin."

Manik bulat Hira memanas. Air mata siap meluncurkan jika ia berkedip sekali saja. Arunika mengundurkan diri dari sekolah? Tapi kenapa? Dan.. Mengapa sangat tiba-tiba.

Kemarin mereka masih bersama-sama menjenguk Naya. Tapi hari ini dia malah mendapat kabar seperti ini? Satu tetes air mata luruh, didikuti tetesan air mata lainnya.

"Kami dari pihak sekolah tidak bisa memberi tahu alasan keluarnya Arunika. Tetapi kami bisa mengatakan, bahwa Arunika memutuskan untuk homeshcooling di luar kota bersama orang tuanya."

Mendengar penjelasan bu Lani, hati Hira mencelos. Sahabatnya akan pergi dari Jakarta, tanpa memberi tahu dia dari sebelum-sebelumnya.

Naya yang juga mendengar sudah menangis dalam diam. Air matanya kembali jatuh, hampir setiap malam dia akan menangis mengingat kejadian itu. Sekarang, ketika dia memberanikan diri memulai hidupnya kembali, Naya malah mendapat kabar bahwa sahabat pergi.

Tara yang duduk di sebelah Naya mengusap air mata gadis itu. Memberi elusan sayang di puncak kepala dan punggung. Membisikkan kata-kata penenang agar Naya tidak kembali kacau.

"B-Bu?" Suara terbata dengan wajah sembab Hira mengalihkan atensi seisi kelas.

"Ke mana Arunika akan pergi? K-Kapan?" Tanya Hira, masih terbata.

"Saya tidak begitu tahu ke mananya. Tetapi, dari info yang saya dapatkan, Arunika akan berangkat dari bandara SoeTa hari ini." Jawaban dari bu Lani membuat Hira panik.

DEMURE | Lee Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang