00:29

103 15 0
                                    

-- Yogyakarta.
12:29

Rombongan SMA 9 baru saja sampai di penginapan. Waktu di perjalanan jauh lebih lama di bandingkan prediksi awal. Ini karena mereka sempat berhenti di rest area pada waktu subuh. Ini karena agar sekalian orang-orang muslim shalat, sisanya mencari sarapan, atau diperkenankan mandi. Para sopir bus juga di beri waktu istirahat setelah semalaman menyetir.

Semua orang keluar dari bus masing-masing. Berkumpul di area parkiran penginapan. Lagi-lagi menunggu pembagian kunci. Untuk kamar, siswa sendiri yang menentukan. Ini demi kenyaman saat beristirahat nanti.

Setelah mendapatkan kunci kamar, para siswa/siswi menyeret koper mereka sembari berjalan menuju kamar untuk bersih-bersih dan beristirahat jika perlu.

Hira, Naya, Nika. Ketiga gadis itu masuk ke kamar yang sama. Di dalamnya terdapat satu kasur dengan ukuran besar, satu kasur berukuran kecil. Naya dan Hira menempati kasur besar, dan yang kecil ditempati Arunika.

Di kamar lain, si kembar Nirwana memasuki kamar milik keduanya. Hanya berdua, lagi-lagi, ini persyaratan dari samg ayah supaya diizinkan. 4 bodyguard yang ikut tidur di kamar depan mereka.

Dua koper kecil di letakan di ranjang kecil, sedangkan keduanya akan tidur bersama di ranjang yang besar. Sudah terbiasa tidur satu kasur, jadi, ya, begini.

Beralih ke kamar dengan atmosfer permusuhan yang kental. Demure dan Niskala. Dua laki-laki jangkung itu dipilihkan kamar yang sama oleh papa yang lebih muda. Agar yang lebih tua bisa menjaga, katanya.

Padahal yang terjadi di kamar tidur itu hanya saling menatap tajam, dan sama sekali tidak ada yang bicara, meski sekedar basa-basi. Oh ayolah, adik laki-laki mana yang tidak membenci orang yang telah menyakiti kakak perempuannya.

Niskala menatap sinis tunangan sang kakak yang tengah berdiri di balkon kamar. Penginapan atau bisa disebut hotel ini termasuk jajaran penginapan elit. Kamar mandi dalam, balkon, restotan di lantai paling bawah, bahkan ada mushola dan tempat karaoke.

Kembali ke laki-laki bermanik mirip rusa. Ia bersantai di balkon kamar, memandang lautan lepas di depannya. Penginapan ini memang menghadap langsung ke laut. Dengan jari tengah dan telunjung menjepit sebatang rokok, sesekali ia menghisap benda itu.

Menikmati angin pantai yang berseliweran, menerpa pahatan tegas sempurna karya Tuhan. Dalam hati terus merapal kalimat, bahwa ia tidak akan takut menghadapi masa lalu. Meski hal itu terus memasuki pikirannya. Apalagi kini tengah berhadapan langsung dengan sumber kenangan buruknya.

"Gue, bisa."

Niskala berjalan mendekati calon kakak iparnya. Memandang datar lautan lepas di depannya. Membungkuk, menumpu lengan di pagar besi di balkon itu. Puas memandangi lautan, ia berdalih menatap laki-laki yang masih sibuk menghisap rokok.

"Gak keluar, Dem?"

"Gue masih 2 tahun di atas lo. Yang sopan."
Sahutan dari laki-laki itu tidak dihiraukan Niskala. Remaja itu memutar bola matanya, malas.

"Ogah. Ngapain? Tinggal jawab aja apa susahnya." Sinisnya.

"Gua udah muak buat ketemu orang."

Niskala memilih pergi dari kamar, mungkin menemui si kembar Nirwana, sekedar mengajak bermain game online bersama. Meninggalkan Demure yang baru saja membuang kuntum rokok ke lantai, sekenannya.

Keramaian orang-orang membawa penderitaan, pikirnya. Contoh, saat ia bertunangan. Ada banyak orang, meski hanya keluarga dan kerabat dekat.

* * * *

Jam menunjukkan telah memasuki waktu shalat magrib. Para murid dan guru yang beragama islam berbondong-bondong menuju mushola yang cukup untuk menampung mereka semua.

DEMURE | Lee Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang