00:25

110 14 0
                                    

Kamar tidur yang sudah ditinggalkan pemiliknya selama satu minggu itu, kini diisi oleh sepasang tunangan. Posisi tubuh si gadis lebih tinggi dari pada laki-laki. Bisa dibilang, Demure sedang di kelon Hira. Kepala gadis itu bertumpu pada telapak tangan dengan siku yang menjadi tumpuan pada bantal.

Setelah menghebohkan penghuni rumah. Demure melenggang acuh dari tatapan rindu orang tuanya. Memilih segera menaiki tangga menuju kamar tidur, dengan tangan yang tiba-tiba menggandeng Hira.

Orang tua laki-laki itu hanya bisa menghela nafas lega. Setidaknya putra mereka sudah pulang dalam keadaan sehat. Vanessa dan Niskala pamit pulang, karena si bungsu sudah mengeluh ngantuk, besok anak itu ada ulangan harian untuk pelajaran matematika.

Kembali ke kamar tidur tempat dua insan saling memandang. Hira berbaring menyampimg menghadap sang tunangan, jemari lentik miliknya bermain di rambut hitam Demure. Si laki-laki berbaring telentang, dengan kedua tangan di atas perut. Manik keduanya bertemu. Saling menyelami perasaan masing-masing.

"Tidak ingin bertanya aku ke mana saja?" Tanya Demure, memecah keheningan.

"Tidak." Jawab Hira.

"Kenapa?"

"Kamu mau cerita, silahkan. Kalau tidak mau, tidak apa. Itu hakmu."

Hira masih sibuk bermain dengan helaian rambut sang tunangan. Sesekali mengelus halis tebal itu, dan membelai pipi tirus milik Demure.

"Aku bertemu, Arunika. Tadi sore kami bertemu. Dia bertanya banyak hal. Bahkan memarahiku karena tidak memberinya kabar."

Demure menatap wajah tunangannya dari bawah. Menunggu satu reaksi jika Hira tahu, orang pertama yang ia temui adalah Arunika, kekasihnya. Tapi gadis di samping atasnya itu malah mengulas senyum. Seolah meminta ia bercerita lebih.

"Dem."

"Hm?"

"Aku awalnya khawatir banget waktu dapet kabar kamu pergi dari rumah. Apalagi waktu tau Arunika juga gak dapet kabar dari kamu." Jelas Hira, mengundang atensi penuh dari tunangannya.

"Tapi setelah denger cerita lengkap tentang kejadian sebelum kamu pergi. Aku ngerti kenapa kamu pergi. Aku gak lagi khawatir sama keadaan kamu." Sambungnya.

Hira mengusap bahu sang tunangan. Manik keduanya masih saling bertatapan. Entah apa tujuannya. Tapi Demure merasa tenang setiap kali menyelami netra gadis ini.

Lengan pendek kaos berwarna hitam milik Demure tersilap oleh usapan tangan tunangannya. Keduanya sama-sama menaruh atensi penuh pada tatto kecil di bahu bagian dalam yang ada.

"Gak mau tanya dia siapa?" Pancing Demure.

"Mantan pacarmu?" Tanya Hira. Sekedar meladeni.

"Lebih dari itu. Dia cinta pertama gue. Orang yang selalu sama gue lebih dari 7 tahun ini."

"Sejak kapan kalian pacaran?" Tanya Hira, sedikit penasaran dengan kisah cinta sang tunangan.

"Terhitung, september kemarim adalah tahun kedua jika tidak dipaksa putus bulan juli lalu." Jawab Demure, jujur. Lagi pula tidak ada gunanya menyembunyikan hal itu dari gadis ini.

"Jika tidak sama-sama berkorban, mungkin kita tidak akan bertemu lagi, Hir." Lanjut laki-laki itu.

Hira tersenyum tulus. Rasa bersalahnya terhadap gadis bernama Ayya itu semakin besar.

"Apa yang dia punya, dan aku gak punya? Sampe kamu gak bisa lepas dari dia?" Lirih Hira, matanya sudah berkaca-kaca, siap meluncurkan cairan bening.

"Gue gak punya jawaban buat yang itu. Ini soal perasaan sederhana, di alur cinta yang rumit."

DEMURE | Lee Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang