00:30

108 13 0
                                    

-- Pantai Parangtritis, Yogyakarta.

"Tuan muda, jangan terlalu ke tengah!"

"Tuan muda, hati-hati!"

"Tuan muda, ada ombak besar, jangan berlari ke tengah!"

"Tuan muda, jangan ke sana!"

"Tuan muda, ini terlihat jauh dari rombongan!"

"Tuan muda.."

"Tuan muda.."

Teriakan demi teriakan terus disuarakan oleh empat bodyguard milik dua dari tiga kembar. Masing-masing bodyguard dari si kembar mengejar ke sana-kemari, menghindari masalah karena tuan muda mereka sangat hyper active.

Mengejar, menahan, menyeret, memperingati, tuan mudanya tidak boleh lecet sedikit pun. Bisa-bisa gaji mereka dipotong, atau paling parah diberhentikan. Tidak, bagaimana nasib mereka dan keluarga nanti.

Hari sudah menjelang sore, tidak juga sebenarnya. Hanya saja sebentar lagi waktu shalat ashar. Mereka harus menghentikan tuan mudanya berlari dan bermain air.

Sepulang dari Candi Borobudur tadi pagi, para guru memutuskan untuk mengganti jadwal, yang awalnya ke museum menjadi ke pantai. Karena mereka masih punya waktu dua hari ke depan, acara jalan-jalan ke museum di undur jadi besok. Dan lusa, para siswa/siswi bebas pergi ke mana saja, asalkan sudah izin dan tidak sendirian.

Kembali lagi ke empat bodyguard yang kini memilih untuk menghampiri gadis yang tengah santai meminum es kelapa muda. Dengan wajah semelas mungkin, mereka memohon untuk sebuah bantuan yang sudah pasti akan berhasil.

"Nona Naya~" Rayu salah satu dari keempatnya.

Naya, gadis itu tertawa lepas. Bisa-bisanya para bodyguard ini meminta ia untuk menjinakkan si kembar yang tampak acuh di pinggir pantai. Saling melempar air bahkan pasir. Untungnya, dua anak itu masih menurut saat disuruh memakai pakaian panjang, agar tidak gosong.

Naya beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan es kelapa dan empat bodyguard yang kelelahan. Berjalan menghampiri dua bocah kembaran Tara. Mengambil nafas dalam, sebelum berucap.

"Gala, Gara, sini!" Panggilan dengan intonasi biasa itu mengalihkan fokus si empu nama.

Keduanya berlari seperti sedang melakukan lomba, siapa yang sampai pada Naya duluan, dia menang. Berakhir Gara yang sampai duluan. Ia menertawakan sang kakak kembar seolah kalah dalam permainan serius.

"Sudah. Ayok!"

Interupsi dari gadis itu membuat si kembar berjalan mendahuluinya menuju penginapan. Membersihkan diri, lalu shalat.

"Kuakui kesabaranmu menghadapi mereka, Tara." Gumam Naya, sembari menggeleng kepala pelan.

Sebagian siswa masih betah di pantai, tapi kebanyakan sudah pergi meninggalkan perairan tersebut menuju tempat istirahat masing-masing. Guru-guru juga membebaskan, asal mereka bisa menjaga diri sendiri.

"Jika tidak ada, Nona Naya, mungkin kita akan segera kehilangan suara." Eluh salah satu dari empat pria bertubuh kekar itu.

"Tepatnya kehilangan pekerjaan, apabila anak-anak itu lecet meski hanya segores." Yang lain mengoreksi.

Dengan langkah gontai, mengikuti si kembar yang berlarian ke arah penginapan yang agak berjarak dari pantai. Melihat itu, keempatnya ikut berlari, oh Tuhan, cobaan apalagi ini? Jangan sampai mereka terluka, karena berlarian di pinggir jalan.

Naya, gadis itu belum menyusul. Ia harus membereskan tas yang isinya berceceran. Ini karena sempat mencari sun scream untuk si kembar dan uang titipan Tuan Nirwana. Beliau bilang, Gala dan Gara bisa saja menghilangkan uangnya jika mereka sendiri yang pegang.

DEMURE | Lee Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang