Dan di sini lah sekarang Miranda duduk berseberangan dengan Marcel. Acara makan malam yang direncanakan ibunya di sebuah rumah makan mewah langganan keluarga mereka.
Miranda menatap Marco yang datang menggunakan setelan dengan jas berwarna hitam sebagai pelengkapnya. Seolah dipaksakan, karena bukan Marco yang seperti ini yang dulu dikenal Miranda.
"Kau terlihat cantik malam ini, Miranda," Puji Marco dengan mata berbinar disela-sela waktu menunggu hidangan tersedia.
Miranda tersenyum tipis. Seperti yang diduga, Marco akan habis-habisan memujinya agar memberikan kesan yang baik. Dan Miranda tidak akan terkecoh dengan trik murahan itu.
"Terima kasih Marco atas pujiannya. Berbeda sekali dengan dirimu. Kau terlihat ... Resmi. Sangat bukan dirimu," Ucap Miranda mengerling sambil menyesap minumannya.
Marco menunduk ke arah dirinya sendiri lalu tertawa kecut, "ah, aku ingin memberikan kesan yang baik pada pertemuan makan malam pertama kita. Jadi, aku gagal?"
Mendengus sinis sambil tertawa kecil sembari menggelengkan kepala,
"Kau bisa memakai dan bersikap seperti biasa Marco. Tidak ada yang perlu diubah hanya untuk memberikan kesan yang baik padaku. Kita masih tetap sama, akan selalu menjadi teman yang baik."Marco mengerucutkan bibirnya, "jadi, lamaranku ditolak? Ah, terdengar patahan dari dalam sana." Marco menyeringai kecur sambil memegangi dadanya, berlagak sedih. Miranda tertawa kecil menggelengkan kepala menatap aksi pria besar di depannya.
Menghentikan tawa dan menghilangkan jejak geli di raut wajahnya, Miranda menatap Marco dengan wajah serius, "Marco, aku akan mengatakan yang sesungguhnya niatku mengajakmu makan malam ini."
Marco menganggukkan kepala, menegakkan badan, menyandar ke punggung kursi merilekskan tubuhnya. Siap mendengarkan.
Mendekatkan tubuhnya ke meja hendak mengatakan isi pikirannya, namun batal karena pelayan datang membawa pesanan yang telah disiapkan oleh ibunya. Alhasil, apa yang akan dikatakan gadis itu pun tertunda.
Miranda menatap satu persatu hidangan yang ditata di depan keduanya, mendesah ringan ia tersenyum kecil. Semua ynag dihidangkan adalah makanan kesukaannya. Menatap sungkan ke arah Marco dan tersenyum kecut. "Maaf, ibuku yang menyiapkan semuanya. Jika ada yang tidak kau sukai, kita bisa memesan menu lainnya."
Marco tertawa, "it's okay babe. I'm in."
Keduanya tertawa bersama.Memutuskan untuk menikmati hidangan yang sudah siap untuk disantap, sementara segala pertanyaan disimpan terlebih dahulu di dalam benak Miranda. Malam masih panjang, segala tanya itu bisa ditanyakan saat keduanya selesai bersantap.
"Jadi, apa yang ingin kau katakan sebelum hidangan ini disajikan tadi?" Tanya Marco sambil mengusap bibirnya dari bekas noda makan dan minum.
Miranda meletakkan garpu dan pisau di atas piring kemudian menyesap air putih. Menyegarkan tenggorokannya dari sisa makanan yang ia telan. Mengambil tisu untuk membersihkan sudut-sudut bibirnya dengan anggun. Miranda tersenyum menatap Marco.
Meletakkan kedua tangan yang terlipat di atas meja tepat di depan dadanya, Miranda menatap Marco lembut dan cukup lama. Menimbang apakah Marco akan menjawabnya dengan baik atau sebaliknya, menyembunyikan sesuatu. "Erina. Aku ingin bertanya soal Erina, Marco."
Marco terdiam. Senyuman yang semula ia sunggingkan, kini hilang tak berbekas. Pandangan mata Marco berubah awas, tajam.
Menarik, Miranda menyadari perubahan itu. Hatinya bersorak, karena yakin bahwa Marco mengetahui sesuatu tentang Erina.
"Untuk apa kau bertanya padaku? Bukankah kalian bersahabat? Seharusnya kau lebih tau kabarnya daripada aku."
Miranda melambaikan tangan dan berdecak, mundur dari posisinya dan menyandarkan punggungnya ke kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Love (2)
Romancecerita ini lanjutan dari story Forbidden Love yang berada di akun sebelumnya @Just_Arsha.