40

2.6K 103 3
                                    

14.15

Miranda mendesah melihat waktu yang telah beranjak begitu jauh dari waktu yang dijanjikan. Hatinya semakin tak tenang. Sudah 3 cangkir kopi panas dihabiskannya. Tapi tak mampu mengurangi kecemasan hatinya.

Menggenggam gawai yang sedari tadi dibiarkannya menyala setelah baterei terisi full pun tak juga menunjukkan adanya notifikasi dari orang yang ditunggunya. Menatap keluar jendela dan menyaksikan hujan yang tak juga reda.

Miranda berdiri dan mematikan layar televisi yang tadi dinyalakan hanya untuk menemani. Beranjak ke kamar dan meraih sweater tipisnya. Miranda memutuskan keluar dan mencari sosok Marcel diluar sana. Tak peduli hujan atau apapun yang akan menghalangi langkahnya.

Miranda menatap ke atas langit yang terlihat sangat gelap. Waktu masih jam 2an siang, tapi suasana seolah sudah jam 7 malam. Menghela nafas berat, Miranda bertekad meneruskan tujuannya. Menantikan taksi kosong yang sedang berjalan, membuat Miranda semakin kehilangan kesabaran. Merasa bodoh karena kendaraan itu pastinya bak kacang goreng dalam kondisi hujan deras seperti ini.

Akhirnya Miranda memutuskan berlari dan menuju ke halte terdekat. Tapi sesampainya disana, Miranda berfikir akan kemana dia? Teman-teman Marcel? Siapa? Miranda tak mengenalnya. Karena sudah sekian lama Marcel tak memiliki teman baik sepertinya.

Menghela nafas dan mencari tempat duduk yang sepertinya tak lagi ada. Para penumpang bis telah memadatinya. Sementara tubuhnya terus mendapatkan cipratan air hujan yang cukup deras. Sekali lagi, Miranda merasa dirinya sangat bodoh.

Memilih pergi, Miranda berjalan di bawah naungan hujan. Tak peduli tatapan aneh para pejalan kaki yang berhenti untuk mencari perlindungan di bawah atap. Tak peduli apapun, karena dirinya harus berfikir keras kemana mencari Marcel. Dan sekali lagi membodohi dirinya, kenapa tak bertanya kemana Marcel pergi tadi pagi?

Perusahaan? Tidak ada. Miranda sudah memastikan itu pada pegawai ayahnya. Lalu kemana? Miranda mulai merasa pusing. Ketahanan tubuhnya mulai menurun. Tapi Miranda tak peduli. Sekali lagi.

Baru beberapa langkah hendak menyeberangi jalan karena lampu merah telah menyala, Miranda merasa kepalanya berkunang-kunang. Seseorang didalam mobil yang sedang menunggu lampu lalu lintas berubah hijau mengernyitkan dahinya kala melihat sosok Miranda yang telah basah kuyup hendak menyeberang.

Miranda?

Sosok itu terus mengamati langkah Miranda. Hatinya terkesiap saat mendapati gadis itu berjalan sedikit terseok-seok. Dan tak lama kemudian, kekhawatirannya menjadi kenyataan. Miranda jatuh tepat di tengah jalan dan tepat di depannya. Sosok itu mengumpat karena lampu telah berubah. Dengan cepat dia membuka pintu mobilnya dan dibantu beberapa orang yang kebetulan melintas, membantunya memasukkan Miranda ke dalam mobilnya.

"Terima kasih... Terima kasih... Saya kenal gadis ini. Saya teman keluarganya. Jadi dia aman bersama saya." Katanya kala melihat pandangan skeptis dari orang-orang yang membantunya. Kemudian mereka menganggukkan kepala dan membiarkan Miranda dibawa.

"Sial! Ada apa dengan Miranda?"

Sosok itu yang membawa Miranda pergi meraih gawainya dan mencoba menghubungi seseorang. Tapi tak ada nada sambung dari panggilannya.

"Marcel sialan. Kemana sih dia? Nggak tahu apa kalo adiknya lagi pingsan?"

Sosok itu menggerutu karena panggilannya tak tersambungkan.

#######

Miranda meringkuk. Matanya terpejam sesaat tadi tapi kini membuka perlahan. Mendapati kegelapan melingkupi ruangan dimana dirinya berbaring. Dingin... Miranda kedinginan. Tangannya meraba ke sekitar dirinya tapi tak terasa apapun disana. Kain kah? Kertas kah? Atau apapun itu yang mampu menghangatkan tubuhnya.

Forbidden Love (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang