Miranda menatap lurus ke depan. Melihat hamparan taman di belakang rumahnya dari jendela kamar. Beberapa pegawai rumah tangga ibunya terlihat sedang sibuk menyiangi dan memotongi bunga yang layu maupun dahan yang mencuat keluar. Mata gadis itu terlihat kosong. Walaupun sekilas terlihat dia menikmati pemandangan didepannya, namun sejatinya pikiran dan fokusnya tidak berada disana.
Bertanya pada diri sendiri apa yang bisa dirinya lakukan saat ini. Kepergian Marcel tanpa pesan, tak dipungkirinya menyisakan marah dan kesal. Mencap sebagai laki-laki tidak bertanggung jawab, laki-laki bajingan, dan laki-laki pengecut. Miranda merutuki sikap Marcel yang tak mau berterus terang.
Masih teringat jelas karena kejadian itu baru terjadi 2 hari yang lalu. Marcel mengambil mahkotanya dan memberikan janji-janji manis akan pembatalan kepergiannya. Dan nasibnya? Bagaimana nasibnya kini setelah kehilangan satu-satunya mahkota?
Mata Miranda berkaca-kaca mengingatnya. Apa yang harus dilakukannya? Menoleh tanpa sadar ke arah dalam kamar dan menatap ke sekeliling ruangan. Warna-warna cerah dalam kamarnya tak lagi sama. Semua itu terlihat suram. Mengernyitkan dahi, Miranda tak mengerti. Kenapa semuanya terlihat berbeda? Ataukah cara pandangnya yang berubah?
Pandangannya jatuh ke arah gawai yang diletakkan di nakas samping ranjangnya. Miranda berdiri dan beranjak mengambil gawainya. Menggulir icon-icon nya dan terpaku pada file foto. Miranda membukanya dan terlihat disana foto-foto yang diambilnya saat Marcel tertidur di sampingnya pada pagi hari dirinya terbangun setelah semalaman bercinta melepas keperawanan.
Miranda merasakan dadanya terasa sesak, tenggorokannya terasa nyeri dan kering, tak lama kemudian air mata mengalir membasahi pipinya.
Tangannya memutih mencengkeram gawai menahan kepedihan. Tak kuasa menahan, lirih tangisnya terdengar memenuhi ruangan.
#####
Leo duduk di perpustakaan keluarga tak jauh dari kamar Miranda. Seolah tahu bahwa putrinya sedang merana. Arini yang saat itu berjalan hendak menuju ke kamar anak gadisnya berhenti kala dari sudut matanya melihat bayangan seseorang duduk di salah satu sofa.
Ruangan perpustakaan memang dibangun terbuka. Dinding-dinding pembatas digantikan dengan kaca-kaca yang lebar. Sehingga bisa membuat yang didalam melihat keluar, begitupun sebaliknya.
Arini dan Leo saling berpandangan. Dalam tatapan keduanya terbaca banyak kata-kata. Leo yang pertama bergerak dan mendekati Arini. Arini memutar tubuhnya dan mengikuti langkah Leo saat pria matang itu menarik tangannya untuk diajak masuk ke dalam ruangan.
Leo membawa Arini duduk di sofa yang tadi di tempatinya. Menatap datar Leo, Arini menunggu suaminya mengungkap apa yang diinginkannya.
"Aku akan menemui Bintang."
Arini membulatkan matanya mendengar Leo menyebut pria masa lalunya yang juga ayah dari putranya.
"Ap..apa maksudmu? Untuk apa kau menemui dia?"
"Aku akan membawa kembali putramu. Akan kuminta dia mengembalikan Marcel ke rumah kita."Tercekat Arini mendengarnya.
"Apa?!" Wajah Arini memucat.
Leo mengangguk tegas dengan rencananya. "Aku akan menemuinya."
Arini melepas genggaman tangan Leo pada kedua tangannya.
"Kau gila." Desis Arini."Aku akan semakin gila saat melihat putriku terus dalam keadaan seperti itu." Leo menggeram menahan amarah.
Arini memalingkan muka. Menatap ke deretan buku-buku yang terpampang di depannya.
"Tidak semudah itu Leo. Bintang ayahnya. Dia tidak akan mau berpisah dari putranya. Setelah sekian lama aku menyembunyikan identitas Marcel, Bintang tidak akan..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Love (2)
Romancecerita ini lanjutan dari story Forbidden Love yang berada di akun sebelumnya @Just_Arsha.