17

16.8K 227 8
                                    

Miranda terdiam dibawah kucuran air shower hangat yang kini tengah membersihkan dan memulihkan tubuhnya yang terasa lelahnya. Setelah seharian diajak keluar oleh Marco dan baru saja mendapatkan serangan tak terduga dari Marcel, Miranda membutuhkan sesuatu untuk membersihkan hati dan pikirannya. Kepalanya menengadah ke atas dan merasakan betapa menyenangkan ketika wajahnya menerima curahan air tepat disana.

Debaran jantungnya masih saja terasa. Ciuman Marcel yang baru saja diterimanya, membuat hatinya merasakan sesuatu. Miranda membawa kepalanya menunduk dan membuka mata. Teringat bagaimana hawa dan aura Marcel malam ini terasa berbeda. Miranda mengerutkan dahinya. Ada sesuatu.

Ada rasa sedih disana. Bahkan tak seperti biasa, dirinya seolah ingin memeluk dan merengkuh pinggang Marcel begitu saja, jika tak teringat batas diantara keduanya. Batas tak terlihat namun terasa nyata. Mereka bersaudara. S.A.U.D.A.R.A.

Tapi rasa itu, ada sesuatu disana. Dan Miranda tak mampu menghilangkannya begitu saja. Miranda menggelengkan kepala. Tak seharusnya dirinya terlalu memikirkan itu.

"Marcel brengsek. Seharusnya ku pukul saja kepalanya yang keras itu. Bisa-bisanya dia menciumku lagi. Sepertinya pria itu tak bisa diberi hati. Tak seharusnya aku terbawa perasaan begini. Dasar brengsek."

Miranda bersungut-sungut. Mengatakannya untuk dirinya sendiri. Karena tak sanggup menahannya dalam hati. Maka mengungkapkannya adalah yang terbaik.

Mematikan kran air dan meraih jubah mandinya. Miranda berjalan keluar. Berdiri menatap kaca yang terdapat didepan pintu kamar mandi, Miranda menatap ke pantulan dirinya sendiri. Terlihat wajahnya yang begitu cemas. Entah kenapa rasa sedih Marcel ketika menciumnya masih saja terbawa. Walaupun Marcel tak mau mengungkapkannya. Jangan lupa, mereka berdua bersaudara. Saudara kembar. Jadi apa yang dirasakan pria itu, sedikit banyak dirinya pun merasakan.

"Tidak. Aku harus membuangnya. Aku tidak mau memberinya hati, nanti dia salah paham. Biarlah aku mendiamkannya dulu. Sebagai bentuk penolakanku atas tindakannya yang selalu diluar batas." Batin Miranda.

Membuka jubah mandi dan menggantinya dengan baju tidurnya, Miranda melangkah ke ranjang dan merebahkan tubuhnya. Menutup matanya dan berusaha mengingat hal-hal yang membuat hatinya merasa senang. Perlahan teringat bagaimana Marco memperlakukan dirinya tadi. Perlakuan manis dan memuja pria tampan itu tak ayal membuat hatinya berbunga.

Malam ini Miranda bermimpi sedang berkencan dengan Marcel dalam sebuah gedung yang dihias begitu indah. Mengajaknya ke tengah ruangan dan berdansa. Miranda yang tengah mengenakan gaun hitam panjang dengan bordiran emas disepanjang sisinya merasa bahagia. Marco mengiringinya berdansa. Membimbingnya dengan sabar dan penuh sayang.

Marco meraih pinggang Miranda dan mengaitnya dengan begitu erat. Keduanya berhenti berdansa namun suara musik masih terdengar mengalun indah. Mendekatkan tubuh Miranda terhadap dirinya hingga menempel. Miranda terkesiap dan membulatkan mata sempurna. Jantungnya berdebar kencang dan nafasnya memburu. Menyadari kemana arah pandangan Marco sesungguhnya.

Miranda menutup mata bersamaan dengan mendekatnya wajah Marco. Dan ketika bibir keduanya hampir bersentuhan, seketika Miranda membuka mata. Betapa terkejutnya dia, karena wajah tampan Marco berubah menjadi wajah Marcel yang tengah menyeringai nakal. Miranda ingin memberontak namun terlambat, karena bibir Marcel telah menangkapnya erat.

Miranda seketika membuka mata dan bangkit duduk lalu nyalang melihat sekitarnya. Menyadari dirinya sendirian dalam kamarnya, Miranda menghela nafas lega. Dadanya berdebar kencang karena mimpinya barusan. Menepuk dadanya dan mengerang. Terasa sesak karena debarnya yang begitu kencang. Mengusap wajahnya dengan kasar, Miranda mengumpat.

Sialan!! Bahkan dalam mimpipun Marcel terus membayangiku

Menoleh ke kanan dan melihat arah jarum menunjukkan pukul 6 pagi. Menghempaskan tubuhnya lagi ke atas ranjang, Miranda berusaha memejamkan matanya lagi. Menunggu hingga 5 menit lamanya, namun gagal. Karena ternyata, matanya sulit sekali diajak bekerjasama. Tak sedikitpun kantuk menerpa, padahal dirinya malas sekali bangun pagi.

Forbidden Love (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang