47

1.9K 88 12
                                    

Alert! Typo bertebaran.

Selamat membaca.
#####

Miranda telah berada dalam balutan gaun malamnya saat seorang pelayan mengetuk pintu kamar dan memberitahukan bahwa tamu keluarga telah datang. Miranda mengangguk dan mengatakan akan segera turun sebentar lagi.

Menggunakan gaun sederhana berwarna ungu dengan rambut tergerai dan riasan tipis di wajahnya. Membuat gadis itu terlihat sangat cantik.

Menatap sebentar penampilannya lalu melempar rambutnya ke arah berlawanan, Miranda merasa puas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menatap sebentar penampilannya lalu melempar rambutnya ke arah berlawanan, Miranda merasa puas.

Berhenti di ujung tangga, Miranda melihat ibunya tengah memeluk seseorang. Seorang pria tepatnya. Dari wajahnya, tidak terlihat cukup tua dibanding ayahnya. Mereka terlihat seumuran. Oke. Karena mereka memang teman orangtuanya. Miranda mendengus kasar, waktu akan terasa membosankan sepertinya. Bibirnya menipis.

Mendengar langkah kaki dari arah tangga, mereka menoleh bersamaan.

Leo dan Arini tersenyum lebar, dengan lengan yang merentang lebar Leo mengulurkan tangannya untuk diraih oleh Miranda yang semakin mendekat.

"Selamat malam sayang, kau terlihat cantik sekali. Seperti biasa." Kata Leo berbisik di depan putrinya.

Miranda tersipu mendengar pujian ayahnya. "Berterima kasihlah pada mama pa, karenanya aku mendapatkan kecantikan ini."

"Tak pernah merasa lebih beruntung karenanya." Kata Leo mengedipkan mata.

Miranda terkekeh pelan. Pandangannya bergeser ke arah tamu orangtuanya. Seorang pria matang, sepantaran umur kedua orangtuanya berdiri tegak didepannya. Miranda mengulurkan tangannya setelah sebelumnya mencium pipi ibunya.

"Kenalkan, dia putriku Ben. Dan sayang, ini om Ben. Teman mama dan papa." Arini mengenalkan putri dan tamunya bergantian.

Teman Arini tersenyum lebar menyapa dan mengulurkan tangannya. Tak lama kemudian, dengan sikapnya yang lembut pria dewasa itu mengungkapkan kebahagiaannya bertemu dengan keluarga Arini.

"Ah... Kau cantik sekali nona muda. Tak sabar rasanya mengambilmu menjadi menantuku. Itu jika orangtuamu setuju. Hahaha."

Ben, pria berambut pirang yang terlihat sekali khas kaukasia di raut wajahnya tertawa dan mengerling ke arah Arini maupun Leo.

Sontak Arini dan Leo terbahak-bahak mendengar lelucon Ben. Sedangkan Miranda hanya tersipu malu mendengar pujian dari orang yang baru di kenalnya itu. Tapi tak pelak, ada rasa tak nyaman ketika mendengar sebutan menantu di telinganya. Ada rasa pedih dan celekitan kecil disana.

"Kau bisa saja Ben. Buat kami yang penting yang menjalaninya, iya kan sayang?" Seloroh Arini pada Leo yang menggamit pinggangnya.

"Hahaha. Benar Ben. Semua apa kata anak-anak kita. Yang tua hanya bisa mengarahkan dan mendukung. Eh, kenapa kita masih berdiri disini? Sangat tidak sopan. Silakan masuk Ben. Duduk bersama kami di sana dan berbincang semalaman." Leo mengarahkan tangannya ke arah ruang tamu yang luas. Ben tertawa dan menganggukkan kepala.

Forbidden Love (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang