32

3.4K 109 17
                                    

"Aku akan menemuinya." Sahut Marcel sambil membetulkan letak kancing kemejanya yang hampir terbuka seluruhnya. Dan menarik sudut-sudut kemeja yang sedikit terlihat kusut.

Miranda yang terbaring di atas ranjang menatap Marcel dengan wajah bersemu merah. Marcel harus segera pergi dari sini atau dia akan kehilangan kewarasannya. Cukup memberikan kenikmatan untuk mengurangi kesedihan gadis tercintanya, Marcel segera membenahi bajunya yang sedikit kusut. Walaupun hasratnya sendiru sudah berada di puncak kepala tapi ada hal yang lebih penting dari hanya memuaskan gairah.

"Di..a?" Tanya Miranda mencicit.

Marcel menganggukkan kepalanya.
"Ayahku. Aku ingin tahu semuanya. Dan aku tidak sanggup menunggu lebih lama lagi."

"Ap..apa kamu yakin dengan menemuinya akan mendapatkan jawaban yang kamu cari Cel?"

Miranda meragu dengan keputusan Marcel. Karena dari yang didengarnya kemarin, Miranda berpendapat bahwa pria lain ibunya itu termasuk orang yang akan melakukan segala hal demi mendapatkan keinginannya.  Dan jika Marcel menemui pria itu, Miranda takut jika pria itu akan mengatakan hal yang lain. Hal yang bukan sebenarnya.

Marcel menatap Miranda dengan dalam. Seolah mengetahui isi pikiran gadis itu yang meragu dengan keputusannya.

"Aku yakin dia bukan seperti yang kamu pikirkan Miri. Dari yang aku telusuri, dia orang yang... Special. Sebenarnya bukan hal yang sulit baginya untuk menemuiku jika itu yang dia inginkan. Tapi, itupun tidak dia lakukan. Seolah..." Marcel berhenti dan berfikir.

"Seolah dia ingin meminta izin lebih dulu pada mama untuk menemuiku."

"Begitukah menurutmu? Atau mungkin sebaiknya kamu menemui mama untuk menanyakannya lagi, sekali lagi?"

"Dan mendengar penyangkalan mama lagi Mir? Tidak. Aku sudah cukup sabar selama ini. Dan kurasa saat inilah aku harus mengambil kesempatan itu jika aku memang ingin mengenal ayahku. Ini adalah saat yang tepat."

Miranda bergerak mendekati bibir ranjang dan berdiri di depan Marcel. Mendongak sedikit dan menatap Marcel yang berwajah datar. Menghela nafas panjang, Miranda menumpukan kedua tangannya di atas bahu pria itu.

"Baiklah, jika itu keputusanmu Cel. Aku akan mendukungmu. Apapun itu."

Marcel meraih pinggang Miranda dan mendekapnya erat. Memiringkan kepala lalu mendaratkan kecupan ringan di atas bibir gadis itu yang terlihat membengkak.

"Terima kasih sayang. Aku hanya membutuhkanmu dalam hidupku."

Mengecup lebih dalam dan lebih lama. Marcel mengerang karena begitu sulit melepaskan bibir lembut Miranda. Menjauhkan wajahnya dan membelai lembut pipi Miranda untuk yang terakhir kali sebelum meninggalkan gadis itu.

Miranda duduk di tepi ranjangnya lalu menjatuhkan tubuhnya ke belakang. Menutup mata dan mengingat kegiatan pagi mereka. Marcel memperlakukannya dengan begitu indah. Memberikan kenikmatan hanya lewat lidah yang membelit indah dan yang tak pernah dirinya dapatkan dari pria lain. Sontak wajahnya pun terasa panas. Menepuk-nepuk kedua pipinya, Miranda membangunkan pikirannya dari ingatan beberapa menit sebelumnya.

Dengan cepat Miranda berdiri dan beranjak ke kamar mandi. Berfikir mandi sekali lagi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa gerah dan lengket.

***

Marcel menatap tajam angka yang ditunjukkan oleh angka digital yang terus berubah semakin kecil pada sebuah lift yang berada tepat didepannya. Mengalihkan pandangannya ke pintu lift yang belum juga terbuka. Marcel berada di sebuah hotel, dimana seseorang yang telah membuat Marcel merasa penasaran dengan eksistensinya di dunia ini.

Forbidden Love (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang