61

2.4K 102 29
                                    

Bintang menerawang jauh di tempat ia berdiri sekarang, di balkon kamar.

Teringat masa lalunya, semasa kecil hingga beranjak dewasa. Dan cerita masa lalu Marcel yang juga tak bahagia. Keduanya mengalami riwayat hidup yang kurang lebih mirip.

Bintang dengan kekejaman ayahnya dan pandangan sebelah mata dari lingkungan sekitar. Pun sama, Marcel mendapatkan perlakuan tak adil dari orang yang dikenalnya sebagai papa dan juga pandangan remeh dari orang-orang dekatnya. Kenapa? Kenapa nasib putranya tak jauh beda?

Bintang merasa miris dan sakit. Kenapa dunia terlalu kejam untuk dirinya dan keturunannya?

-------

"Aku akan melakukan segalanya Dad, lepaskan Miranda. Jangan lukai dia. Kumohon..."

"Kau yang melukainya Son. Aku sudah memperingatkanmu bahkan sebelum kita meninggalkan Indonesia. Kita sudah berbicara banyak mengenai itu. Tapi, kau langsung hilang kendali ketika kalian bertemu. Aku harus melukainya untuk membuka matamu lebar bahwa apa yang aku katakan bukanlah rekayasa. Berhenti meremehkan ayahmu son. Kau tidak tahu apa yang bisa aku lakukan untuk mencapai keinginanku."

"Dengan menembaknya? Tapi itu keterlaluan!"

"Lalu apa yang kau ingin aku lakukan? Melukai wajahnya dengan sebilah pisau?"

"Tidak, jangan." Marcel tercekat. Merinding di tempatnya berdiri karena tak mampu membayangkan hal buruk menimpa kekasihnya.

"Seandainya saja kami tidak bersaudara." Bisik Marcel tanpa sadar. Namun Bintang masih bisa mendengar. Dan memberikan celetukan yang membuat Marcel ternganga.

"Tentu saja bisa, jika kau mati dan lahir kembali dari rahim yang berbeda."

Marcel menggelengkan kepala tak mengerti.

Terdengar dua bunyi tepukan dari tangan Bintang, "jadi, kita sepakat? Aku akan melukaimu sedikit dan membawa Miranda untuk melihat keadaanmu, lalu mengancamnya agar berhenti berharap atau kau mati."

Bintang berdiri dari sofa dan melangkah mendekati Marcel yang berdiri tegap di depannya. Mengerjapkan mata, Marcel berusaha menahan segala pukulan yang nantinya ia dapatkan.

Buk. Buk. Buk!

"Aargghh!!" Marcel terjerembab ke belakang dengan tangan memegang rahangnya. Sakit sekali. Darah mengalir dari ujung bibirnya yang sobek.

"Ups, sedikit keras tapi kurasa tidak apa-apa. Tidak terlalu sakit bukan? Lagipula, aku harus membuatnya sedikit nyata agar saudaramu percaya." Bintang menyeringai.

Marcel menggeram kesal. Sial, sakit sekali. Batinnya. Tapi itu tak sepadan dengan kesakitan yang dirasakan Miranda saat bahunya tertembak. Memejamkan mata, tubuhnya mendapatkan beberapa pukulan lagi dari sang ayah. Ia pasrah dan menyerah. Jika ini yang terbaik, maka biarlah. Walaupun selamanya ia tak pernah bisa mencinta sebesar rasa untuk saudaranya.

Miranda, aku mencintaimu. Batinnya sebelum menutup mata karena pingsan.

Marcel membuka mata saat tak lagi terdengar suara di sekitarnya. Lelehan air matanya membasahi perban yang membebat wajahnya. Semuanya ia dengarkan dengan baik. Semuanya ia rasakan dengan jelas. Tangisan Miranda yang mengiris batinnya dan ucapan selamat tinggal yang terdengar seperti lonceng kematian.

Setelah hari ini, ia akan benar-benar berubah. Baginya cinta hanya ilusi. Karena rasa itu tak nyata dan hanya membawa nestapa. Sesuai janjinya kepada Bintang, Marcel akan bertolak ke negara Korea dan memulai semuanya dari sana.

Forbidden Love (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang