51

1.6K 95 7
                                    

Wiihh... Udah part 51 aja neh.
Keknya bakalan puanjaaanngg loh ini cerita.
Kalo ada yang bilang bahwa cerita lambat, iyaaahh emang luambatt yaa..
Ini bahkan baru masuk seperempat.
Seperti cerita emaknya, ini cerita juga kek sinetron kejar tayang. Wkwkwk.

Dah ah.
Yang mau lanjut baca, monggo.
Yang udah bosan, boleh pindah ke channel lain.. XD

#####

"Apa kamu yakin sayang?" Tanya Arini untuk kesekian kali pada Miranda.

Saat ini Miranda duduk diapit oleh ibu dan neneknya, Monica. Ketiganya duduk berdampingan di ruang taman keluarga yang sering digunakan untuk bersantai. Namun tak jarang juga ruangan di depan taman itu juga digunakan untuk berkumpul dan melakukan barbeque. Karena memang sudah disediakan disana segala perlengkapannya.

Di depan hamparan taman yang luas, dimana bunga-bunga semakin terlihat cantik dibawah sinar lampu yang menerangi.

Miranda memandang ke depan dan menganggukkan kepalanya.

"Untuk hari ini, aku sudah mempersiapkan segalanya ma."

"Mama tahu sayang. Hanya saja... Mama ingin diyakinkan sekali lagi untuk tindakanmu kali ini. Seandainya kamu lupa. Marcel meninggalkanmu sayang. Mama takut kalau--kalau saja kamu mendapatkan kekecewaan nantinya saat bertemu dengannya sayang." Arini menatap Miranda dengan penuh keraguan.

Ketakutan dan kekhawatiran terasa di benak Arini.

Miranda menoleh ke arah ibunya dan tersenyum. "Mama tidak perlu khawatir. Bagaimana pun aku adalah saudaranya. Apa mama berfikir kalau Marcel akan setega itu mengusirku?" Tawa kecil terdengar di sela bibirnya.

"Reyna, apa kamu lupa kalau ada kami di sana? Dan cucuku ini sudah sangat dewasa. Aku percaya dia sudah memikirkan segala yang dilakukannya. Baik buruknya." Monica menimpali. Tangannya terulur ke bahu Arini dan membelainya demi menenangkan putrinya itu.

Bahu Arini meluruh, tak bisa berkata-kata lagi. "Jadi, semua sudah diputuskan. Baiklah, mama serahkan semua keputusan padamu. Pergi dan temui Marcel. Semuanya telah kamu selesaikan dengan baik demi bertemu dengannya. Sesuai dengan janjimu."

Miranda tersenyum dan memeluk ibunya. Kemudian pamit ke kamar karena akan mempersiapkan barang bawaannya. Besok pagi, dia akan pergi menuju ke kota asal grandma nya.

Miranda duduk di bibir ranjang. Perlahan tangannya bergerak menuju ke dada. Dimana debar jantungnya kini bertalu. Membayangkan akan segera bertemu dengan Marcel, Miranda berdebar dan gugup. Menarik nafas panjang dan menghelanya. Mengulangnya beberapa kali, namun nihil. Debar itu bahkan semakin cepat dan keras.

Menjatuhkan tubuhnya ke belakang dan menelentangkan tangannya selebar mungkin. Dadanya berdebar, sangat. Nafasnya terasa berat. Sesak.

-----

Miranda turun dari kamarnya sambil menarik kopernya. Seorang asisten rumah tangga melihatnya, dan dengan sigap meminta koper itu lalu membantu membawakannya ke bawah.

Tak lupa mengucap terima kasih, Miranda berjalan menuju ke ruang makan. Dimana seluruh keluarganya berkumpul. Minus Marcel.

Cahaya pagi ini menyelusup melewati jendela-jendela besar. Miranda menghirup hawa segar di setiap langkahnya yang ringan menuju ke ruang tengah. Tatapan matanya berbinar tak mampu di sembunyikan.

Forbidden Love (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang