22

4.8K 135 7
                                    

Miranda dan Marcel melangkahkan kaki memasuki kediaman. Terlihat 2 mobil mewah berwarna hitam metalik yang dikenali oleh keduanya telah berjajar rapi di depan rumah mereka. Mobil kakek nenek mereka dan satu lagi, mobil milik penjaga.

Miranda merasakan tubuhnya bergetar, ketakutan dan kebimbangan. Marcel yang menyadari perubahan wajah dan tubuh Miranda, menggenggam tangan gadis itu dan meremasnya pelan. Miranda mendongak dan menatap manik mata Marcel yang menatapnya dengan penuh perhatian. Bersamaan dengan remasan Marcel yang menguatkan, sebuah getaran listrik mengaliri pembuluh darahnya. Dan ajaibnya, membuat hati Miranda yang resah kembali tenang. Miranda tersenyum.

"Cucu-cucu kesayanganku. Aku merindukan kalian." Monica serentak menyambut keduanya ketika keduanya baru memasuki ruangan keluarga. Miranda yang kala itu tengah menautkan jemari dengan Marcel, seketika melepasnya dan menyambut pelukan Monica.

Arini dan Leo saling bertatapan dan kemudian mengalihkan pandangan ke arah kedua anaknya. Arini menatap Monica dan menaikkan alisnya. Tatapan penuh tanya tergambar dengan jelas di pandangannya. Miranda tersenyum kikuk melihat pandangan ibunya. Dan dengan isyarat tanpa suara seolah mengatakan "nanti aku ceritakan ma."

Arini menganggukkan kepalanya perlahan. Garis senyuman timbul dikedua sudut bibirnya. Sementara Marcel berjalan mendekati grandpa nya. Dan memberikan pelukan hangat untuk lelaki yang masih terlihat kuat diumurnya.

"Hai pop. Tumben sekali kalian datang mendadak seperti ini. Kalian bahkan tidak memberitahuku kalau akan datang." Marcel melepaskan pelukan dan berdiri di samping kakeknya.

"Tanyakan pada grandma mu itu. Tengah malam buta bangun hanya untuk bersiap-siap. Saat aku tanya, grandma mu bilang ingin datang menemui cucu-cucunya. Jika aku tidak melarangnya, pasti tengah malam tadi kami berangkat. Aku menyetujuinya kalau pagi sudah datang. Lagipula aku tidak mau merepotkan kalian tengah malam buta hanya karena rengekan grandma mu."

Marcel memutar bola matanya. Tentu saja bukan hal yang mengejutkan mendengar penjelasan kakeknya. Neneknya yang terkenal spontan, selalu mengambil keputusan mendadak. Marcel menoleh ke arah Miranda dan melihat Miranda tengah digandeng Monica duduk di samping nya. Tanpa sadar matanya bertemu pandang dengan ayahnya. Keduanya beradu pandang. Sekelebat tatapan tajam seolah dirasakan Marcel dari ayahnya. Tapi hanya sekelebat dan sesudahnya tatapan itu tak lagi dilihat. Marcel menganggukkan kepala memberikan hormat pada ayahnya, Leo hanya melihat dan tak membalasnya.

"Bagaimana kalian bisa datang bersama? Mama menghubungi mu berkali-kali dan kau tidak mengangkatnya. Papamu mengomel sepagian Cel." Arini berbisik di samping Marcel yang berdiri. Tanpa disadari Marcel, ternyata ibunya telah beranjak dari duduknya dan berjalan mendekatinya.

Marcel menoleh ke samping dan melihat Arini menatapnya penuh tanya, "maaf ma. Ponsel aku silent. Mama tahu sendiri kalau aku tidur selalu tanpa suara. Aku tidak mau suara ponsel menggangguku. Dan kapan papa tidak menggerutu jika itu mengenai aku? Bukan hal yang besar untukku ma."

"Marcel. Jaga bicaramu. Bagaimana pun dia papamu."

Seketika emosi memenuhi dada Marcel, menatap ibunya dengan pandangan penuh luka. "Benarkah ma? Mama yakin? Karena aku tidak yakin." Menjaga intonasi suaranya agar tidak terlalu keras, Marcel menekan nada suaranya.

"Marcel!" Tanpa sadar Arini menaikkan nada suaranya. Dan mengakibatkan seluruh keluarganya terdiam lalu menoleh ke arahnya.

"Bukan aku yang memulai ma." Marcel mengatakannya sekilas lalu beranjak pergi meninggalkan ruang keluarga.

"Marcel! Kembali!" Arini tak lagi menjaga suaranya dan berteriak memanggil putranya yang tanpa pamit pergi begitu saja meninggalkan mereka.

"Arini... Sudahlah. Biarkan dia pergi." Leo menegur Arini. Arini menoleh ke arah Leo dengan emosi yang belum surut.

Forbidden Love (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang