18

7.8K 145 1
                                    

Sudah tiga hari semenjak kejadian pagi itu. Miranda berusaha keras menghindari Marcel. Pagi sekali dia akan berangkat. Entah ada mata kuliah atau hanya keluar dan menjauh dari rumah. Miranda berusaha pulang ketika malam telah menyelimuti rumahnya. Dan hal itu berlangsung selama tiga hari. Dan selama itu pula, dirinya berusaha mencari info tempat kontrakan atau sewaan.

Di malam ketiga, Miranda berdiri menghadap ayah dan ibunya. Mengatakan bahwa dirinya sedang melakukan sebuah penelitian dan mengakibatkan waktunya habis dijalan. Karena tak ingin mengganggu waktu istirahatnya yang kurang, Miranda mengatakan bahwa dirinya ingin tinggal di tempat sewaan.

Tentu saja, rencana itu tak sepenuhnya disetujui oleh kedua orangtuanya. Namun Miranda berkeras. Dan meyakinkan keduanya bahwa dirinya akan baik-baik saja. Dan juga berjanji bahwa diakhir pekan akan datang pulang.

Dengan berat hati dan sedikit perselisihan, akhirnya Miranda mendapatkan persetujuan. Niatnya untuk pergi dari tempat yang sama dengan saudara kembarnya pun terbuka lebar.

Pagi sekali Miranda mengepak pakaiannya. Tak terlalu banyak, karena ditempat barunya sudah tersedia semua. Apartemen milik keluarga Erina dan sedang disewakan menjadi incarannya. Bisa saja dia membeli sebuah apartemen dari uang ayahnya, tapi karena sifatnya sementara jadi Miranda ingin menyewa saja.

Nanti, jika memang sesuatu mendesak terjadi dan mengharuskan dirinya membeli, maka dia akan membeli. Sebuah apartemen untuk ditinggali. Tapi itu nanti saat waktu telah berganti.

Miranda sudah siap berangkat. Dengan di jemput Erina, dirinya pun pergi. Menatap ke belakang ketika mobil Erina menjauhi kediamannya seumur hidup ini, Miranda merasakan sedih tak berperi. Tapi itu harus dia lakukan jika ingin memberikan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Jauh dari Marcel dan tak bertemu adalah jawaban yang paling benar. Menjauhi bahaya.

Tanpa Miranda sadari, Marcel tengah berdiri di perpustakaan yang berada di lantai dua. Sejak semalam tak sanggup matanya tertutup dan memutuskan melangkahkan kaki ke ruang baca. Saat itulah dia melihat pergerakan saudaranya memasuki kamar kedua orangtuanya di lantai dasar. Mendekatkan dirinya ke sana dan berdiri tepat disampingnya, salahkan pintu yang tak tertutup rapat sehingga dirinya mendengar semua yang dikatakan gadis itu.

Marcel kembali ke ruang baca. Mencari sesuatu untuk dibaca dan menghilangkan pikirannya yang menggila. Andai saja disini bukan rumah orangtuanya, maka Marcel akan dengan senang hati mendobrak pintu kamar Miranda.

Dan pagi ini dengan mata kepalanya sendiri melihat gadis itu membawa koper besar dan melangkah keluar. Bersama sahabat karibnya Erina, Miranda memutuskan menjauh dari dirinya. Marcel menggertakkan rahangnya dan menatap tajam ke bawah. Miranda pergi bahkan tanpa sepatah katapun dia beri.

Marcel menggenggam erat kepalan tangannya dan memukul kaca yang memisahkan keduanya dengan keras. Kaca anti peluru itu siap menerima berbagai tindakan kasarnya. Ya, semua kaca yang melindungi rumah ini adalah kaca anti peluru. Marcel tak mengerti apa alasan ayahnya sehingga bersusah payah memasang kaca yang tak bisa pecah dengan mudah.

Kau semakin mempermudah gerakku Miranda. Kau milikku dan selamanya hanya milikku.

#######

Miranda menunjukkan wajah lega dan bahagia ketika memasuki apartemen yang disewanya. Dibantu Erina meletakkan semua yang dia bawa untuk dirapikan.

Erina duduk disamping ranjang dan menatap Miranda yang sedang duduk didepan meja rias. Merapikan alat kosmetiknya yang biasa dipake sehari-hari. Dengan senyum Miranda yang tak kunjung hilang, Erina ikut senang.

"Hey... Mir... "

"Heemmm..." Miranda bergumam menjawab panggilan Erina.

"Seneng banget keknya lu jauh dari rumah. "

Forbidden Love (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang