Miranda masuk ke dalam mobil yang sudah dibukakan pintunya oleh Marcel. Dengan wajah tertekuk, Miranda mengikuti kemauan saudaranya. Tak mengindahkan pandangan Marcel yang terus melekat pada dirinya, Miranda menghempaskan tubuhnya dengan keras di kursi lalu melipat kedua tangan didepan dada. Kesal. Melihat kedatangan Marcel yang tiba-tiba dan membuat dirinya merasa tak enak hati pada Marco. Yang begitu senangnya ketika pria itu mengajaknya untuk makan pagi bersama dan Miranda mengiyakan ajakannya.
Tak berapa lama Marcel menyusulnya memasuki mobil dari arah yang berlawanan. Marcel tak segera melajukan kendaraannya namun hanya menghidupkannya guna menyalakan pendingin udara.
"Kenapa kau pergi tanpa pamit?" Tanya Marcel tanpa basa basi.
Miranda tak menoleh ke arah Marcel, bahkan tak menggubrisnya. Pandangannya terarah ke depan. Perasaannya terasa terombang ambing dan teraduk-aduk. Tak mengerti harus menjawab apa.
"Miri, kau dengar aku?" Tanya Marcel geram yang masih menunggu jawaban Miranda. Tubuhnya menghadap ke arah Miranda dengan lengan yang terlipat dan menumpu di atas kemudi. Tubuhnya setengah menunduk dan menunjukkan sikap yang tak senang. Melihat raut wajah Miranda, Marcel tahu Miranda sedang kesal. Tapi, meninggalkan dirinya sepagi ini hanya untuk makan pagi bersama pria lain, Marcel merasa lebih kesal lagi.
Miranda menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan keras. Kemudian menoleh ke arah Marcel dengan wajah yang tak nyaman. Dalam hatinya berperang. Menatap Marcel dan bayangan wajah ibunya yang terus menggayuti pikirannya, membuat Miranda merasakan sesuatu mengganjal hatinya sangat besar.
"Kita hentikan Cel. Kita tidak bisa melanjutkan semuanya. Maafkan aku dan lupakan apa yang telah kamu dengar, lihat maupun yang kamu rasakan terhadapku." Miranda menatap Marcel dengan tatapan yang Marcel sulit artikan. Sedih? Kecewa? Marah? Entahlah. Marcel mengerjapkan matanya, tak mengerti.
"Kenapa? Kita bahkan hampir bercin..."
"Stop!! Jangan katakan itu Cel! Aku... Dari awal aku sudah melarangmu melakukan ini padaku. Tapi kamu malah semakin menggodaku. Dan aku, ah... Sudahlah. Aku tidak bisa menyalahkanmu. Karena ini juga salahku, aku mengikuti kemauanmu untuk mendengarkan kata hatiku."
Marcel mengangkat alisnya, "dan... Apa yang salah dari itu?"
Miranda menghembuskan nafasnya dengan keras.
"Mama Cel. Karena mama, maka kita harus menghentikan semuanya. Kamu tidak tahu betapa mama sangat menyayangimu. Menyayangi kita."Marcel menganggukkan kepalanya, tanda mengerti. "Aku tahu. Mama memang menyayangiku. Lalu, apa yang salah dari itu? Tapi yang kurasa tak cukup menyayangiku beberapa tahun terakhir." Miranda melirik tajam saat mendengar kata terakhir pria itu.
Sedangkan Marcel, hanya mengendikkan bahunya. "Jangan salahkan aku karena merasa seperti itu. Karena apa yang kamu lihat, beda dengan yang kurasakan."
Kini Miranda menatap penuh ke arah Marcel, "bebal sekali isi kepalamu Cel. Mama menyayangi kita dan tegakah kita menyakiti hatinya jika menemukan fakta bahwa kedua anaknya menjalin cinta? Kita bersaudara Cel! Tidakkah menurutmu kata itu telah mewakili segala hal yang terlarang dari yang kita rasakan saat ini?!" Memekik. Miranda menahan amarahnya.
Marcel menatap tak mengerti kenapa hal itu menjadi sebuah kegusaran bagi Miranda. Bukankah selama ini Miranda telah mengerti betapa besar perasaan yang dirinya miliki untuk gadis itu? Dan mendapati kenyataan bahwa keduanya adalah bersaudara, itu adalah sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindarkan. Marcel mengerti semua itu. Dan bukankah Miranda sudah memberikan hatinya pula? Lalu kenapa hari ini gadis itu masih gusar atas yang mereka rasakan?
Sesuatu telah terjadi. Marcel menyadarinya. Tanpa basa basi, Marcel menanyakannya.
"Hei. Kenapa ? Ada apa sebenarnya Miri? Kenapa pagi ini kamu berubah? Bukankah kita telah membicarakan semua ini? Dan kita berdua tahu apa yang kita rasakan dan kita mau?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Love (2)
Romancecerita ini lanjutan dari story Forbidden Love yang berada di akun sebelumnya @Just_Arsha.