Marcel menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Sebenarnya tak sanggup bagi dirinya untuk memasuki rumah ini. Apalagi jika nantinya bertemu dengan sang ibu. Marcel tidak tahu harus bersikap seperti apa, mengingat sikap ibunya yang tak kunjung mengatakan kebenaran.
Tubuhnya terasa sangat letih dan kepalanya terasa sangat pusing. Mengingat berbotol-botol minuman keras telah ditenggaknya. Sungguh sebuah keberuntungan besar mengetahui dirinya sampai di rumah dengan selamat. Entah kenapa hatinya memerintah tubuhnya untuk pulang. Karena jika disuruh memilih, maka menginap di tempat lain lebih baik daripada kembali kesini.
Tiba-tiba saja Marcel teringat akan Miranda. Sontak tubuhnya bangkit dan duduk di pinggir ranjang. Dengan susah payah mengangkat tubuh lalu melangkah mendekati pintu. Dengan terhuyung-huyung Marcel mencapai pintu kamarnya. Saat tangannya menggenggam pegangan pintu, Marcel terjatuh ke bawah. Seolah kakinya tak mampu menopang tubuh kekarnya dan akhirnya terjatuh begitu saja bersandar di daun pintu.
Marcel menyadari dirinya saat ini tengah mabuk berat. Sepintas kesadaran pikirannya mengingatkan bahwa tubuhnya tidak dalam keadaan waras. Berbagai hal buruk bisa saja terjadi saat tubuhnya dalam kondisi seperti ini. Marcel tidak ingin Miranda mendapatkan efek buruknya.
Keinginannya untuk menemui Miranda pun diurungkannya. Membiarkan tubuhnya bersandar di pintu dan menopang kepalanya pada lengan yang terlipat di atas lututnya. Marcel menundukkan kepalanya dan memejamkan mata.
Tak lama kemudian tiba-tiba tubuhnya terjatuh ke depan dan tergeletak di atas lantai marmer yang dingin. Masih dengan mata yang terpejam, Marcel mengingat sikap ibunya yang sangat konyol. Menutupi kebenaran yang sebenarnya sudah dirinya ketahui. Kenapa begitu sulit untuk ibunya menceritakan semuanya? Marcel mendesah kasar.
-------
Arini terdiam di tempatnya berdiri. Membeku merasakan nafas hangat Bintang menyapu tengkuknya. Memejamkan mata, Arini tidak berani menunjukkan ketakutan pada pandangan matanya. Walaupun tubuhnya bergetar pelan tak mampu menyembunyikan rasa yang saat ini menguasai hatinya.
Bintang berada tepat di belakang tubuh Arini. Tangannya membelai surai lembut panjang milik Arini. Kelembutan dan kehalusannya membuat Bintang semakin mendekatkan diri. Mencium wanginya, Bintang menangkap dan menguncinya dalam ingatan.
Sama. Masih sama. Wanginya tak pernah berubah.
Arini bersikap setegar dan sekuat mungkin. Ketakutannya di sembunyikan dalam genggaman kuat pada pegangan tasnya. Disana. Arini menancapkan kukunya pada telapak tangan yang menyelimuti pegangan tas berbahan kulit itu.
Nafas Bintang yang berhembus melewati tengkuknya semakin membuat tubuh Arini menggigil. Memindahkan helai-helai panjang nan halus itu ke belakang, Bintang semakin mendekat. Hidungnya menyusuri kehalusan kulit di sekitar bahunya.
Arini menggigit giginya dan menahan kemarahannya. Tidak akan membiarkan emosi menguasai tubuhnya.
"Reyna... Reyna... Kekasihku... "
"Aku selalu membayangkan ini. Berada di dekatmu dan mencium wangi tubuhmu. Membelai dan mengecup kehalusan tubuhmu."
Jemari Bintang menyusuri kedua lengan Arini. Membelainya ke atas dan ke bawah dengan sangat halus dan perlahan. Untungnya Arini saat ini sedang memakai jasnya. Sehingga kulitnya yang meremang tak akan terlihat dengan jelas. Tapi Arini tidak tahu sampai kapan dirinya mampu menahan.
Nafas Arini tercekat saat dirasakannya dada Bintang berada tepat di belakang tubuhnya dan menempel. Bintang memeluknya, memeluk dari belakang. Kedua lengan kekarnya memerangkap tubuh Arini. Dagu Bintang disandarkan tepat di atas bahunya. Arini membuka matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Love (2)
Romancecerita ini lanjutan dari story Forbidden Love yang berada di akun sebelumnya @Just_Arsha.