20

5.8K 145 6
                                    

Haaii...
Ketemu lagi sama author kesayangan kalian... Itupun kalo kalian masih ingat... Huehehehe...

Menemani jum'at kalian, author membawa lanjutan cerita yang biasa saja ini. Karena author masih sayang sama MiraMar, jadi author putuskan untuk melanjutkan...

Sooo... Selamat membaca...

########

Miranda mengerutkan dahinya. Kepalanya terasa pusing sekali dan tiba-tiba perutnya merasa mual. Dengan cepat bangkit dan berlari ke kamar mandi.

Hueekk... Hueeekkkk!!

Miranda menunduk di kloset yang terbuka. Setelah puas mengeluarkan semua yang berada diperutnya, tubuhnya bersandar dan menekan tombol siram. Sejenak memejamkan mata dan merasakan kepalanya sangat pening sekali.

"Ah... Kamu sudah bangun? Aku kira belum. Minum aspirin dan keluarlah. Aku sudah menyiapkan makan."

Suara yang datar dan berat terdengar. Miranda yang belum sepenuhnya sadar menganggukkan kepalanya. Tapi seketika kesadaran memukul kepalanya keras. Saat itu pula dia membuka mata dan melihat ke pintu yang baru saja tertutup. Terkesiap karena berada di tempat yang tak dikenalnya. Dan baru saja... Baru saja dirinya mendengar suara yang amat sangat dikenalnya. Marcel.

Miranda menundukkan kepala dan melihat ke bawah dimana pakaian yang dia pakai, berbeda dari yang semalam. Berdiri dengan perlahan dan menatap ke depan cermin. Wajahnya yang terlihat mengerikan dengan gelap yang melingkarinya, lalu make-up nya yang belepotan. Miranda mendesah kesal.

Perlahan diingat-ingat nya kembali kejadian semalam. Menutup wajahnya dengan kedua tangan, teringat bagaimana dirinya menikmati minuman keras berasa buah untuk pertama kali. Kemudian teringat bagaimana dirinya diajak keluar oleh Marcel dari diskotik. Dan teringat pula bagaimana tubuhnya terasa panas lalu Marcel memberikan kepuasan dan akhirnya tertidur pulas. Miranda mengerang keras. Merasa malu dan entah apalagi.

Kemudian melihat ke sekitar, sudah dipastikan jika ini bukan kamarnya. Miranda berfikir bahwa kemungkinan dirinya diajak ke apartemen milik Marcel. Merutuki dirinya sendiri karena usahanya untuk lari ternyata sia-sia. Dalam hitungan jam dan dirinya kembali bersama saudara kembarnya.

Beranjak menuju wastafel dan membersihkan wajahnya sehingga terasa segar. Menengadah dan melihat ke depan, wajahnya terlihat bersih tanpa noda. Tapi matanya terlihat letih, seolah sakit. Membasuh sekali lagi dan meraih handuk kecil yang tergantung di samping. Miranda mengeringkan wajahnya. Berjalan dengan sedikit sempoyongan karena pusing yang melanda. Meraih sebutir aspirin dan meminum segelas air yang telah disiapkan Marcel. Berharap pusingnya segera hilang dan bergegas keluar dari tempat ini.

Miranda beranjak keluar dari kamar perlahan. Menoleh ke samping kanan dan terlihat Marcel tengah berdiri di belakang meja panjang yang memisahkan area dapur dengan ruangan lain. Terlihat Marcel mengenakan kemeja putihnya yang digulung hingga ke lengan. Sepagi ini, dan saudaranya itu telah terlihat rapi? Miranda mengesampingkan pertanyaan di benaknya dan melangkah mendekat. Terlihat Marcel tengah menuang bubur ke atas piring yang disediakan.

Miranda mengangkat alisnya dan melihat bagaimana Marcel melengkapi bubur itu dengan taburan abon dan bawang goreng. Sudut bibirnya berkedut melihat menu pagi ini. Marcel masih mengingatnya, batin Miranda. Menu bubur ayam dengan taburan abon dan bawang goreng kesukaannya, buatan Marcel. Entah kenapa, tapi rasa bubur buatan Marcel jauh lebih nikmat dibanding ibunya yang mahir memasak. Dan Miranda selalu mendapatkannya di pagi hari setiap kali dirinya jatuh sakit. Perlakuan manis saudaranya itu tak pernah berubah.

Forbidden Love (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang