33

3.2K 112 12
                                    

Terlepas dari apa yang dirinya perjuangkan saat ini, mempertahankan Marcel untuk tetap disampingnya. Arini tidak menutup mata bahwa penghianatan atas janji sumpah dalam berumah tangga telah dilakukannya.

Dan saat ini, berdiri di depan Barata yang tengah menunggu dirinya datang seperti yang telah dikatakannya sebelum meninggalkan perusahaan. Arini menatap tajam penuh amarah tapi tak bisa melakukan apa-apa selain meminta Barata untuk tidak membuatnya melakukan perbuatan dosa itu lagi.

Cukup sekali dan terakhir kalinya. Arini tak sanggup tinggal di samping dan di dekat Leo tanpa merasakan perasaan bersalah yang amat besar. Terlepas dari hatinya yang memiliki dua cinta. Ini salah dan tidak bisa diteruskan.

"Aku tidak bisa melakukannya lagi Bintang. Tidak selama aku masih menjadi istri Leo. Aku tidak bisa menghianati sumpahku lagi."

Arini mengatakannya lantang tepat saat dirinya menginjakkan kaki di kamar peristirahatan Bintang dan melihat pria itu sedang menuang cairan berwarna bening kesukaannya dalam sebuah gelas kristal.

Bintang menoleh ke arah Arini dan terdiam sesaat dari kegiatannya, membiarkan tangannya yang memegang leher botol menggantung. Dan melanjutkannya lagi sesaat kemudian. Dengan sikapnya yang datar dan tanpa ekspresi, Bintang melangkah ke arah sofa dan duduk disana. Memegang gelas dan memutarnya perlahan, mengakibatkan cairan di dalamnya sedikit bergoyang.

Bintang menatap Arini dengan sorotnya yang tajam. Arini ketakutan, jelas dia merasakan perasaan itu. Tapi Arini berusaha sekuat tenaga untuk menguasai diri. Tidak membiarkan Bintang menangkap kilat ragu dalam bola matanya. Dengan dagu terangkat, Arini menantangnya.

Mengarahkan gelas ke arah mulutnya dan menyesapnya sedikit. Namun tatapannya tersorot ke depan. Arini semakin merasa kesal. Tak ada ekspresi apapun yang diperlihatkan Bintang, sehingga dirinya tak bisa menilai bagaimana perasaan pria itu dengan kata-kata yang baru saja diucapkannya. Hampir saja Arini mengerang jika saja tak mendengar kata-kata Bintang kemudian.

"Kamu yakin Reyna?"

Dengan gerakan cepat Arini menganggukkan kepalanya. Bintang menatapnya bahkan tanpa berkedip. Pandangannya yang tajam dan dalam seolah menguliti Arini.

"Baiklah jika itu keputusanmu. Aku akan menghargainya, dan... Sebagaimana aku menghargai keputusanmu, kamu juga harus mau menerima resikonya."

Mengerutkan dahi, Arini tidak mengerti maksud Bintang.

Resiko..apa? Tanya Arini dalam hati. Karena jika itu menyangkut Marcel, Arini akan berusaha memperjuangkan putranya dengan segala cara selain melakukan hal yang tercela. Cukup sekali dan tidak lagi.

Selama perjalanan menuju ke tempat Bintang menginap, Arini sudah memikirkan segalanya. Bagaimana jika nanti keputusan yang diambilnya ini malah akan menjadi bumerang atau bahkan kehilangan putranya sendiri? Tidak. Arini yakin bahwa Marcel sudah cukup dewasa untuk memilih mana yang terbaik bagi dirinya. Dan jika pemikiran Arini tepat, maka Marcel tidak akan serta merta mengikuti langkah Bintang dan tetap berada di sampingnya.

Ya. Arini yakin dengan hal itu.

Bintang menganggukkan kepalanya lalu tidak lama kemudian tangannya bergerak ke arah telinga dan melakukan sesuatu disana, entah apa. Karena tak lama kemudian dirinya berbicara dengan kata-kata yang tak dimengerti oleh Arini.

"Suruh dia masuk."

"Ap..apa maksudmu. Apa yang kau..."

Klek.

Dengan gerak cepat Arini menoleh ke belakang dimana pintu kamar terbuka dan dengan matanya yang membulat sempurna, Arini melihat Marcel masuk dari celah pintu yang terbuka.

Forbidden Love (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang