37

3.4K 125 6
                                    

Kacau, pikiran Marcel hanya satu saat mendengar informasi bahwa Miranda sedang mabuk di diskotik dimana Denver saat ini berada. Dengan kecepatan yang tidak biasa, Marcel mengendarai mobilnya agar segera sampai di tujuan dan membawa saudaranya pergi. Dalam hatinya berharap agar sesuatu yang buruk tidak terjadi.

Memukul keras kemudi mobil, Marcel merasa dadanya terasa panas, nafasnya memburu, matanya fokus ke depan demi menghindari kendaraan yang berlalu lalang didepannya yang terkesan membuatnya lebih lambat.

Sialan! Kenapa semuanya menjadi rumit seperti ini? Aaargghh!!

Dan semakin kacau saat Marcel melihat seseorang menarik lengan Miranda dengan memaksa. Terlihat bagaimana gadis itu melakukan perlawanan walaupun lemah. Menggertakkan rahangnya, Marcel melampiaskan kemarahan dengan sekali pukul ke rahang pria bajingan itu. Melihat penampilan Miranda yang terlihat sangat menggiurkan bagi pria-pria bajingan seperti pria itu, Marcel merasa murka. Pria itu hendak membalas pukulannya namun meleset dan merasakan sekali lagi ayunan kepalan tangannya.

Untung saja Denver datang dan menghalangi pria itu, karena kalau tidak Marcel akan memastikan pria itu berbaring di ranjang UGD malam ini.

"Pertunjukan menarik Cel, tapi tidak. Jangan mengotori tanganmu dengan darah busuk mereka."
"Hah! Bangsat kau Den. Kau diam saja melihat semuanya."

Denver mengendikkan bahu dengan santai dan menyebikkan bibirnya.
"Mau bagaimana lagi, jarang-jarang melihat pertunjukan semenarik ini, apalagi pemeran utamanya kau Cel. Dan malam ini aku cukup terhibur."

Marcel semakin terlihat keruh, "anjing memang kau Den."

Denver terbahak mendengarnya.

Marcel membawa Miranda keluar dari tempat hiburan itu. Memapah gadis itu untuk masuk ke dalam mobilnya. Miranda terlihat kacau dan menyedihkan di bangku penumpang. Marcel menatap Miranda dengan tatapan penuh kesedihan. Mengeratkan tangannya di balik kemudi kemudian menatap kedepan setelah membetulkan letak kursi Miranda agar merasa nyaman.

"Jangan pergi, jangan tinggalkan aku, jangan pergi Cel..."
Terdengar sesenggukan Miranda, Marcel menoleh ke arahnya dan mengulurkan tangan mengusap kepalanya.

"Marcel sialan! Bangsat! Beraninya kamu pergi, setelah... Setelah kamu membuatku seperti ini, dan kamu pergi begitu saja meninggalkan ku sendiri... "

Terkejut Marcel mendengar suara nyaring Miranda namun kemudian ungkapan kasarnya berubah sendu. Dan menangis, lagi. Perubahan emosi Miranda yang disebabkan efek minuman keras itu membuat Marcel semakin yakin dengan keputusannya. Malam ini dirinya memutuskan untuk tidak pergi dari sisi gadisnya. Tidak akan.

Marcel menatap Miranda dengan wajahnya yang memerah saat keduanya memasuki lift dengan perasaan yang membuncah. Menahan keinginannya untuk terus menatap bibir merah Miranda. Begitu merah dan menggoda. Malam ini sepertinya Miranda benar-benar kehilangan jati dirinya. Dengan penampilan yang berbeda, menggunakan celana warna gelap mengkilat yang begitu memeluk erat kedua kaki jenjang dan menyiratkan bentuk sempurna dari kedua betisnya. Belum lagi atasannya yang sewarna kulit yang semakin menonjolkan kecantikan wajahnya. Walaupun tanpa semua itu, pria manapun pasti tidak akan melewatkan kecantikannya begitu saja.

Marcel mengerang saat Miranda tiba-tiba menyerang dirinya. Pertahanan dirinya runtuh seketika. Gairah dan hasrat yang selama ini begitu baik di kekangnya, runtuh seketika malam ini dengan mudah.

Di atas ranjang Miranda bertingkah seolah jalang, dan beda dari jalang lainnya yang harus menggoda dirinya berkali-kali, hanya sekali Miranda mengusap area pribadinya dari luar celana dengan tubuh hanya berbalut celana dalam, Marcel menerjang dengan keras tubuh Miranda hingga terlentang di atas ranjang.

Forbidden Love (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang