~Numb 36

16 2 0
                                    

"Ava!?" dia baru tersadar kalau di hadapannya adalah Ava.

"h-hai," sapa Ava gugup.

"kira gue siapa," Figan mengalihkan pandangan ke arah lain. "mau es krim?" tanya Figan kaku. Figan menyodorkan es krim itu kepada Ava. Es krim corong rasa cokelat. Tapi masa iya? Ava memakan itu, apalagi dia sudah sempat menjilat nya.

Ava menolak.

Figan kebingungan dan menarik kembali es krim corong tersebut. Dia merasa ada yang janggal lantas berpikir, apa maksud Ava dia akan memakan es krim bekas dirinya? Wajah Figan memanas tiba-tiba. Figan dengan gengsinya menarik lengan Ava, menyuruh jalan mengikuti Figan. Mereka berjalan lewat trotoar. Dan bertemu tukang es krim keliling yang Figan kunjungi barusan. "Gue tau lo mau, sana pilih. Gue yang bayar," Ava menganga.

"kamu kenapa Figan? dari tadi kayak ada yang aneh,"

Tidak ada jawaban dari Figan, justru dia mendorong Ava agar cepat membeli es krim dan tidak banyak bertanya. Karena terpaksa Ava membeli satu corong es krim rasa vanila kemudian Figan membayarnya. Mereka pun segera mencari tempat duduk yang tak jauh dari sekitar sini.

"Figan, kamu mau coba?" Ava menyodorkan es krim tersebut. Ah! Ava lupa. Ava saja tadi menolak es krim dari Figan. Kenapa pula, sekarang malah Ava yang menyuruh Figan mencoba es krim vanila ini. Ava kembali menarik es krim nya. Figan sempat menoleh, dia mengangkat salah satu alis tebalnya. Dalam artian 'ada apa?'

"gak jadi." balas Ava singkat, sambil menatap es krim nya yang berada di pangkuan bersama kedua tangannya.

Figan dan Ava menikmati es krim masing-masing sampai habis hingga corongnya. Terkadang Figan mencuri pandangan ke arah Ava.

Di manik cokelat Figan, Ava tersenyum manis setelah menikmati es krim. Entah kenapa, Figan sering sekali merasa khawatir, sedih, gelisah kepada gadis ini, semenjak berbicara empat mata dengan Ayah nya. Selain itu, Figan berusaha untuk tidak bertanya walaupun rasa penasarannya terus memenuhi isi kepala. Figan sebenarnya tahu kalau Ava habis keluar dari tempat konsul. Tetapi Figan tidak ingin mengungkit hal tersebut.

Mungkin di lain waktu Ava akan memberi tahu dengan sendirinya. Figan juga melihat semua kejadian, dari yang di sekolah Ava di bentak oleh seorang gadis berambut panjang. Ava menangis di sana. Namun, pada saat Figan menghampiri, Ava berlari begitu saja.

Hati Figan terasa cukup lega berkat Ava yang sekarang ini duduk disampingnya. Dia seakan-akan melupakan kejadian itu secara singkat. Apa dia benar-benar sudah tidak memikirkannya?

Daripada itu, tangan Figan menarik lengan Ava , "eh? Mau kemana?" sentak Ava.

"Jalan-jalan. Bosen duduk mulu, lo ikutin gue aja, dan jangan sekali-kali nya lo lepas tangan gue." Perlahan jari jemari Figan memenuhi di sela jari Ava. Tangan mereka kini bertaut. Jantung Ava berdetak kencang di dalam sana. "Va dengar gue kan?"

Ava lupa menjawab permintaan Figan barusan, "ah! iya, aku tidak akan melepaskan tanganmu," jawab Ava, Figan tersenyum tipis.

Biar kali ini Figan mengajak Ava keliling, entah  tujuannya akan berhenti dimana. Nanti pasti akan ketemu suatu tempat yang cocok. Untuk motor yang Figan bawa, ia parkirkan di tempat parkiran kota ini. Agak jauh sebenarnya, kalau mengambil motor, jadi lebih baik berjalan saja. Berkeliling di area sini.

.

Jam memang masih menunjukkan pukul tiga siang menjelang sore. Di kota ini sudah banyak  para pedagang kecil, toko-toko, bahkan wahana kecil untuk anak-anak bermain juga ada. Banyak orang mengunjungi kota ini di jam empat sore bahkan sampai jam sembilan malam masih ramai dikunjungi.

FINAVA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang