~Numb 46

6 1 0
                                    


Lita bangkit dari kasur, mengacak rambut kesal. Poselnya pun bergetar. Lita segera mengecek ponsel tersebut.

Figan:
Gue persis ada di jendela kamar lo.

"hah?!"

Lita bergegas menuju jendela kamar, dan ternyata benar. Terlihat bayangan seorang lelaki yang berdiri disana. "yang benar saja!" Ucap Lita sambil membuka jendela.

"ada apaan sih malam-malam begi-- mmhh ermhh!!"

Figan membekab mulut Lita, "sshhh kecilin suaranya, soalnya lo kalau ngomong nyaring banget!" bisiknya.

Pada akhirmya mereka berdua duduk di atas karpet bulu yang amat lebat.

"Apa?"

"Gue tau semuanya. Hanya sekarang waktu yang tepat untuk gue bicarakan. Lo masih ada dendam kan sama dia? Gausah babibu. Jawab."

Lita menaikkan salah satu alisnya, lalu ia kerutkan menjadi 'v' Lita banyak berdiam, hingga suasana menjadi lenggang sejenak. Sedangkan Figan tetap menunggu dengan mata yang amat santai. "iya. Dendam." jawab Lita to the point seperti yang diminta Figan.

"Dendam apa? hm?"

"lo mau buat gue jelasin begitu aja? lo pasti pikirannya sama kaya papi gue!"

Kerah Figan di cenkram oleh Lita sampai Figan ikut tertarik. Dan mereka pun saling bertatap tajam dijarak yang dekat. "Lo. Gak usah ikut campur urusan gue, lo suka kan sama dia? makanya lo mau cari tau kan? karna selama ini gue yang buat dia tertekan, IYA KAN!?" suara Lita semakin mengencang terbawa emosi.

Figan menghempas tangan Lita kasar dari kerahnya. "kecilin suara lo."

"udah jawab pertanyaan gue!" Figan tetap membisu. "gue tau lo mau mojokin gue! gue tau semua akan seperti ini! cuma karna belum ada waktu yang tepat, sampai sekarang terjadi juga. Sungguh, sangat diluar dugaan."

"oh, ternyata lo memikirkan ini. Sepenting itu kah?"

Lita memutar bola matanya, kesal.

"Lita,"

"Gan, lo gak tau apa-apa—"

"Kalo emang gue gak tau apa-apa, salah lo sendiri yang gak pernah cerita." Figan memegang kedua pundak Lita. Agar Lita sedikit tenang. Tapi nyatanya tidak. Lita dengan segera menghempaskan kedua tangan Figan.

.

Pada akhirnya air mata jatuh secara tiba-tiba, Lita menangis. Ia berlutut sambil menangis. Figan dilanda kebingungan, karna dia tidak tahu kalau akan seperti ini. Figan pun berjongkok menyetarai dirinya dengan Lita. Tangisan itu tak kunjung berhenti, sampai Lita sesegukan. Selama ini Figan tidak tahu apa yang telah Lita pendam, karna pada dasarnya Lita adalah saudara jauh. Lita adalah anak dari  kakak Ibunda Figan, dan dulu rumah Lita tidak sedekat yang sekarang. Lita sempat tinggal di Kalimantan, sampai ia beranjak usia 12 tahun. Semenjak Lita pindah, Ibunda Figan selalu datang beberapa kali dalam sebulan. Walaupun Figan diajak ikut, Figan jarang bertemu Lita. Hanya beberapa kali bahkan bisa dihitung pakai jari.

Kami berdua tidak pernah saling bercerita, Lita juga saat itu pendiam karna dia pemalu. Setiap Figan datang, Lita selalu tertawa lebar hingga terdengar ke ruang tamu. Setelah dipanggil untuk menyambut. Ternyata abang nya. Abang nya yang sudah membuat Lita tertawa. Lita kembali menjadi pemalu lagi. Tak berani menatap mata Figan. Figan tidak terlalu ingat apakah pernah berjabat tangan dengan abang nya atau tidak. Sampai beberapa tahun, Figan tak lagi berkunjung ke rumah Lita, sebab Ibunda Figan sudah mulai sibuk dengan pekerjaan. Dan Figan pun hingga saat ini tidak tahu seluk beluk Lita, maupun keberadaan Abangnya.

FINAVA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang