Jam dinding menunjukkan pukul setengah delapan. Ava telah selesai membersihkan diri dan sekarang ia mengenakan celana jeans putih atasan baju hitam polos. Mereka memakai baju yang sama namun ini sama sekali bukan kemauan Ava. Karena kalau celana jeans putih Ava lebih sering memakai atasan hitam. Jadi pada saat Figan melohat Ava sudah bersiap di sana. Figan memasang wajah penuh keheranan.
Jari telunjuk itu mengarah pada Ava, "lo!ngapain nyamain baju sama gue?!" Ava langsung menggeleng cepat.
"aku gak ada niatan nyamain baju sama kamu. Aku cuma lebih keseringan pakai baju hitam dengan bawahan jeans putih!" Ava menjelaskan, dengan nada sedikit mengeras--mengikuti gaya bicara Figan sebelumnya.
Figan berdecak, mengalih pandangan dari Ava. Agar tidak menunggu lama lagi, Figan menarik lengan Ava keluar rumah. Pintunya Figan yang mengunci lantas kunci itu ia berikan pada Ava. Barulah Figan mengambil helm yang berada di spion motor, segera Figan pakaikan untuk Ava. "Figan, ih! aku ada hel--"
"sstt, iya tahu, tapi tuh rumah udah dikunci ribet kalau buka lagi," potong nya sambil mengaitkan pengait helm. Setelah itu Figan segera menaiki motor begitu juga dengan Ava. Dan mereka pergi keluar, membelah jalanan kota.
.
Sampailah mereka di tempat makan. Berspanduk nasi goreng. Ya Figan membawa Ava ke tempat nasi goreng pinggir jalan. Seperti yang Ava pinta, sepi, tidak di kerumuni banyak orang. Hanya tempat ini yang dikerumuni pada saat sore hari. Tetapi ketika di malam hari penjual nasi goreng ini sepi, banyak orang memesan dan di bawa pulang. "mau disini?" tanya Figan.
Ava langsung turun dari motor, "ayuk gapapa," terlihat di manik Figan, mata Ava berbinar di balik helm tersebut. Ava berusaha melepas pengait helm, namun usahanya sia-sia. Entahlah pengait helm ini layaknya tali yang sengaja di ikat mati. Padahal kalau Figan yang lihat, pengait helm itu seperti pada umumnya.
Figan turun tangan, mencoba membantu. "sini," dengan tangkas Figan melepas pengait helm. Lantas ia lepaskan helm tersebut dari kepala Ava.
"kok bisa si? aneh deh, helmnya pilih kasih ya?" dahi Ava terlipat.
"sejak kapan helm bisa pilih kasih? lo aja yang aneh kali." Figan menyeringai, berjalan masuk ke tempat makan.
"ih, jelas-jelas gak bisa juga!" pekiknya, mengikuti Figan dari belakang.
Dua puluh menit telah berlalu, Ava dan Figan sudah selesai mengisi perut yang sedari tadi kosong. Figan dan Ava kini tengah duduk sambil menyeruput teh tawar hangat. Sementara itu Figan sembari memainkan ponsel, mengetik dengan cepat di layar ponsel itu. "Va," panggilnya halus.
Ava menoleh.
"Gue ada di ajakin ngumpul sama temen-temen. Si Hugo, Nike dan kembar itu. Gimana mau ikut atau gue antar pulang? kalau pulang, gue akan nolak ajakan mereka." ujarnya.
Ava membentuk bibirnya seperti lingakaran, lalu mengangguk-angguk.
"ikut aja, pasti kamu juga ingin ngumpul kan?" Ava balik bertanya. Figan menatap Ava dengan serius.
"gak juga, gue bisa nemenin lo dirumah, kalau lo mau pulan--"
"aku ikut, aku mau ikut kesana. Gak mau pulang."
Figan tersenyum tipis, lantas mengacak gemas pucuk rambut kepala Ava. "Yaudah kalau gitu. Jangan nyesal nanti." Ava tiba-tiba saja memasang wajah khawatir. Dan dengan gampangnya Figan tahu maksud dari dia memasang wajah seperti itu, "gue gak akan kemana-mana."
Entah Ava harus memasang wajah seperti apa. Tapi ucapan itu cukup melegakan hati kecil nya.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
FINAVA [TAMAT]
Teen Fiction[⚠BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠] Dia ada untukku, Dia selalu datang untukku, Dia... Banyak sekali kalau di ungkapkan dengan kata-kata. Gadis yang bernama Ava ini bersyukur atas kedatangan nya, walaupun banyak sekali rintangan yang datang beruntu...