~Numb 31

9 2 0
                                    

HELOW update lagi nihh yuk langsung baca ehh sebelum itu klik vote dulu dong yaa!

selamat membaca 🤗

.

Adan berada dikamar, melamun menatap langit-langit ruangan. Sekarang dibenaknya mengulang memori-memori bersama Vira saat 1 tahun lamanya. "Mengapa harus kembali mengingatnya? kacau. Eden sialan." umpat Adan.

Langit mulai terang, berwarna biru gelap, awan-awan tipis ikut menghiasi langit hari ini, ditambah bintang-bintang kecil. Adan sampai saat ini tidak bisa tertidur. Padahal Bunda sudah berisik di dapur memasak sesuatu. Kalau Eden dia pasti masih tertidur lelap tanpa  merasa dosa setelah mengucapkan hal tersebut. Tak lama kemudian Bunda mulai mengetuk pintu baik Adan maupun Eden. Adan tidak menjawab pura-pura diam. Tetapi Bunda kekeuh dan membuka pintu kamar.

"Adan bangun, Bunda udah masak loh, biasanya kamu yang paling cepat langsung sarapan duluan. Ada ap--"

Tubuh Adan meringkuk di atas ranjang bersama dengan selimut tebal. Bunda yang khawatir, langsung segera menempelkan punggung tangan ke kening Adan. "gak panas, lantas kamu kenapa?" tanya nya menghelus rambut Adan.

"Nda, Adan gak masuk sekolah dulu, biar Adan yang urus diri sendiri." jawab Adan kecil sebab gelombang suaranya terserap oleh selimut.

Tentu saja Bunda terkejut, dan juga menghentikan tangannya yang sedari tadi menghelus rambut Adan. "Aduh anak Bunda yang satu ini kenapa sih, gak biasanya kamu begini..."

Bunda segera keluar dari kamar Adan, membiarkan Adan sendiri mengurus masalahnya, jika memang ia butuh bantuan Bunda baru bisa ikut campur masalah yang dia hadapi saat ini. Jadi sekarang Bunda tidak ikut campur tangan.

Kaki Bunda pun mulai melangkah ke kamar Eden, mengetuk pintu dan tiba-tiba saja, Eden sudah bersiap, sudah rapi memakai seragam hari jumat. "PAGI BUNDA~" sapa Eden teriak.  Eden dengan senang hati merangkul Bunda lalu mengiringi Bunda ke dapur, walaupun Bunda terus mengoceh untuk tidak berteriak seperti itu lagi.

Sesampai di dapur hanya ada Ayah yang sudah menunggu disana, kursi Adan kosong. Alis Eden bertaut, "Adan mana?" tanya nya sambil menarik kursi. Bunda kini mengambil nasi untuk Eden maupun Ayah.

"Gak sekolah dulu katanya, pasti karna kamu Adan jadi gitu kan?"

"Den apa benar?" Ayah pun ikut penasaran.

Eden menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "gimana ya, bukan Eden juga yang salah nda, Eden cuma mau bantu masalah yang dia hadapin tapi dia malah langsung kebawa emosi."

Bunda telah menghidangkan makanan diatas meja, lantas duduk di kursi. "kamu tau kan sifat Adan gimana? kalau kamu emang tau sifat Adan lebih dalam. Pasti kamu ngerti saat ini dia jadi seperti itu karna apa..." jelas Bunda bernada lembut.

"Eden, mungkin buat kamu itu sepele tapi buat Adan kan kita gak tau, jadi jangan asal bicara atau ikut mencampuri urusan dia," timpal sang Ayah.

"huh... iya nda, yah, nanti Eden lurusin masalah ini sama Adan. Maaf nda, yah.." ucap Eden bersalah.

Usai mereka sarapan, Eden dan Ayah berangkat bareng dengan kendaraan yang berbeda. Kali ini Eden sendiri, tanpa kembaran satunya.

Sejujurnya Eden merasa hampa, karena biasanya Eden selalu bareng berangkat ke sekolah naik motor ninja. Bahkan kadang suka balap-balapan sama Adan. "ck, sial. Gue jadi merasa bersalah." Eden berkata sambil membelah jalan kota.

.

"Nda, Adan keluar dulu." pamit Adan keluar rumah, berpakaian biasa hanya kaos hitam ditambah jeans putih. Bunda yang tidak jauh dari Adan hanya membalas dengan anggukan pelan, terlihat di manik Bunda bahwa Adan kini tidak seperti biasanya, walaupun sifatnya memang seperti ini tapi ada yang berbeda darinya.

Adan segera mengendarai motor ninja, keluar dari garasi, melenggang pergi. Adan bertujuan untuk pergi ke suatu tempat yang nyaman, tidak berisik, dan sejuk. Setelah menemukan tempat tersebut, Adan memarkirkan motor dengan rapi, lantas ia membuka helm. Tangannya kini sibuk merapikan rambutnya.

Manik Adan menelusuri tempat, tanpa Adan sadari ada seorang gadis sedang duduk sendirian di bawah pohon rindang. Adan menyipitkan mata, memfokuskan ke gadis itu. Rambut dia panjang, terurai bebas. Si gadis itu hanya menikmati semilir angin yang sejuk di bawah pohon rindang.

Tubuh Adan segera turun dari motor, melangkahkan kakinya ke arah gadis tersebut. Tentu saja, kedatangan Adan membuat si gadis tersontak. Bahkan Adan juga ikut tersontak dalam hati. "Adan?" celetuknya.

Adan masih berdiri di depan si gadis berambut panjang itu. Si gadis pun ikut bangun. Sekarang mereka berhadapan. "lo ngapain?"

Adan terdiam.

"jawab ih! lo ngapain disini?! emang masih berani buat nunjukin muka lo ke gue?!" ocehnya sambil menunjuk tubuh Adan.

Adan menghela napas, lantas langsung memeluk gadis tersebut tanpa izin.

"Gue kangen sama lo." kata Adan bersuara parau.

Gadis itu membulatkan bola matanya. Membelalak tidak percaya. "m-maksud lo apa?"

Adan semakin mengeratkan pelukannya, menutup wajahnya di sela pundak si gadis. "Adan, lo apa-apaan sih? Lepasin gak!" gadis itu memberontak tetapi Adan tidak melepaskan dekapannya.

"lo salah paham selama ini."

Gadis itu berhenti memberontak. "yang lo lihat di cafe saat itu bukan gue. Gue gak ada disana Vir." yang Adan sekarang peluk ialah Vira si gadis berambut panjang. Vira hanya termenung. Adan kembali menceritakan semua bahwa sempat terjadi kesalahpahaman diantara mereka berdua. Sejak itu Vira berkeliling kota, dan dia ingin mampir ke suatu cafe. Namun pandangannya langsung tertuju pada salah satu lelaki yang tengah bermesraan di sana. Karna lelaki itu mirip sekali dengan Adan.

Maka Vira berkesimpulan bahwa disana Adan tengah bermesraan dengan wanita lain. Dan langsung segera memutuskan hubungan dengan kekasih nya yaitu Adan. Adan saat itu memang tidak tahu apa-apa, tidak bisa ikut beragument karna Vira juga selalu mengoceh banyak, sampai Adan tidak dapat bicara.

Disitulah Adan terpuruk, mencari tahu apa kesalahannya, sampai mengajak Vira untuk memperbincangkan hal ini lebih jelas. Tetapi Vira kekeuh tidak mau, menolak telepon dari Adan hingga Vira mengganti nomor yang tidak di ketahui oleh Adan. Mereka pun benar-benar berpisah, tidak ada kabar satu sama lain.

Walaupun Vira sekolah di tempat yang sama seperti Adan, Vira tetap minghindar mengumpatkan wajahnya sebisa dia.

Ketika Eden bercerita tetang wanita mabuk di cafe yang ingin sekali dekat-dekat dengan Eden, Adan tersadar satu hal. Bahwa orang yang dilihat Vira adalah Eden makanya dia bisa menyimpulkan seperti itu. Namun, pembuktian itu berakhir sia-sia sebab Adan tidak dapat bertemu bahkan berpas-pas an pun tidak pernah.

Disini lah, dan tempat ini lah yang kembali mempertemukan Adan dengan Vira. Adan tidak akan menyia-nyiakan hari ini.

Setelah Adan bercerita dengan detail, Vira masih termangu. Meresap semua kata-kata Adan ke dalam benaknya secara perlahan.

"maafin gue Vir," kata Adan di telinga Vira.

.

B E R S A M B U N G

xixixi gimana gimana? masih mau lanjut??

-sagungr.










FINAVA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang