Numb. 18

12 3 0
                                    

Selamat Baca...

Akhirnya Update lagii!!

Makasih buat kalian yang udah terus ngikutin alur ini lohh

Jangan lupa vote dan komennya yaa, makasihh 💜

.

Dua orang kini sedang berjalan menuju parkiran rumah sakit, saling diam. Canggung. Reflek Eden menepuk pundak Ava, "Va sehat?" Ava yang mendengar kata itu, menjawab. "Sehat." Eden menepuk dahi. Membuat Ava bingung sendiri. 

"lo pendiem ya? gue berasa jadi bodyguard yang kerjanya nganterin tanpa ngomong apa-apa loh." jelasnya.

Ava menoleh sesaat dan terkekeh. "gue selama ini gak pernah lho Va canggung jujur dah!" Eden menggeleng. "Kayak lo tuh..., ahh susah lah jelasinnya," 

Sesampai di parkiran Eden menaiki motornya. Terjadi lagi. Helm hanya ada satu saja. Yang ia lakukan, mengambil helm tepat disamping ia parkir ada helm digantung dispion motor. Diambil tanpa izin. Sebelum Eden memberi helm, Ava bertanya. "itu helm siapa?" Eden memberi peringatan agar jangan terlalu kencang berbicara, Ava langsung bungkam. "ini helm Adan." Eden berbisik padahal orang yang ia maksud berada didalam rumah sakit. "Pakai aja kan sebentar ini, nih."

Eden pun memberi helm pada Ava, lantas Ava memakainya. 

Dalam perjalanan pulang, tetesan-tetesan air mulai berjatuhan dari atas. Gerimis. Di langit yang gelap, jalanan yang disoroti cahaya lampu membuat suasana sangat berbeda. Angin berhembus pelan terasa dingin ketika menyentuh kulit. Eden mengendarai motor dengan kecepatan standar tidak begitu cepat dan juga tidak begitu lambat. 

Sekitar lima belas menit lamanya Ava telah sampai dirumah. Ava segera turun dari motor ninja, melepas helm, juga mengembalikannya. "Eden kan ya?" Ava takut kalau salah memanggil nama. Untung saja Eden tidak menghiraukan pertanyaan bodoh itu. Dia mengangguk. Eden membuka kaca helm. "makasih ya," lanjut Ava sedikit kaku. Terlihat jelas dimata Ava, Eden tersenyum seperti ingin tertawa. 

"iya sama-sama, semangat ya buat besok!" Ucapnya mengegas motor dan melaju pergi. Ava tersenyum, melambaikan tangan.

.

Bibi Wati membawa teh ke kamar Ava. Ava membuka pintu, menerima teh. "Neng Ava sekarang udah jam 11 malam, neng Ava tidak tidur?" Ava menggeleng, "Enggak bi, masih belum ngantuk." Bibi Wati mengangguk patah-patah. Karna Ava jarang sekali begadang seperti saat ini. Bibi Wati khawatir kalau Ava mengindap insomnia.

Gadis yang kembali duduk di meja belajar, tengah sibuk mengerjakan soal maupun kisi-kisi yang diberikan kepsek. Sesekali ia menyeruput teh. Meja belajar sudah dipenuhi buku, kertas, bahkan Ava juga belajar sambil menonton youtube chanel yang bersangkutan dengan olimpiade menggunakan laptop. Hp nya ia gunakan untuk kalkulator. 

Di jam 12 malam, Ava mulai sayup-sayup. Tapi Ava selalu menampar pipinya agar tidak tertidur. 

ceklek.

"Ava,"

Ayah datang, berjalan menuju meja belajar. Ayah menepuk pundak Ava. "I-iya yah? ada apa?" Ava menoleh.

"kamu kenapa masih belajar?" Ayah bertanya, mengambil kertas-kertas yang berada diatas meja. Membacanya perlahan. "Ayah Ava ikut olimpiade besok," balas Ava menyeruput teh sampai habis. Selesai membaca Ayah menaruh kertas itu kembali.

Mata Ava yang sudah terlihat kelelahan membuat Ayah menggeleng pelan, "kamu udah lelah Ava, jangan paksain." kata Ayah memberitahu. Ava menunduk lalu menepuk kedua pipinya yang ke 12 kali. Tentu saja Ayah terkejut atas perlakuan putrinya. "Lihat Ava gak ngantuk kan tuh.." Ava menunjukkan wajah itu kepada Ayah.

Memang kembali cerah, namun mata Ava merah dan itu ketara sekali. 

Ayah menangkup wajah Ava, "Ava sudah cukup, mata kamu tidak bisa berbohong." Ava kembali lesu. "Ayah, kalau Ava gak menang gimana? Ava kan udah lama gak mengikuti olimpiade lagi..." 

"Kamu bisa Va, tidak usah mementingkan menang atau kalah. Jika kamu sudah ada niat pasti ada jalannya." ucap Ayah meyakinkan Ava. 

"besok kan bisa subuh kamu lanjut belajar. Kalau kamu kejar sekarang kamu yang capek, kamu malah gak fokus saat olimpiade dilaksanakan. Jadi sekarang istirahat ya?" 

Yang dikatakan Ayah ada benarnya, Ava pun memutuskan untuk tidur.

Ava merapikan meja belajar dan segera naik ke ranjang. Ayah menyelimuti Ava sebelum keluar kamar. Beberapa menit kemudian Ava sudah masuk dialam mimpi, tertidur lelap dijam setengah satu subuh.

.

Suara alarm berbunyi membangunkan Ava dipukul 04.00 subuh bayangkan Ava tertidur hanya tiga jam itu juga dia akan melanjutkan belajarnya. Ava mengucek mata, segera turun dari ranjang menuju kamar mandi untuk membilas wajah. Setelah itu ia keluar kamar segera turun dari tangga. Ava ke dapur. Membuat susu coklat panas sebagai penyemangat belajar.

Ava kembali ke kamar membawa segelas coklat panas. Di meja belajar Ava menyiapkan soal-soal yang semalam belom dikerjakan, dan membuka kembali kisi-kisi olimpiade.

Tak terasa jam sudah menunjukkan angka enam. Ava mulai bersiap dari mandi, sarapan bersama Ayah, dan berangkat. Ava sampai disekolah setengah tujuh pagi karena kata kepsek panitia akan mengantarkan Ava ketempat olimpiade pukul tujuh pagi. Sembari menunggu Ava pergi ke perpustakaan. Samar-samar Ava masih mengingat kejadian memalukan itu. Urung Ava kesana malu kalau bertemu orang itu lagi.

Ujung-ujungnya Ava duduk dikursi panjang, tepi lapangan.  "HAI!" panggil gadis berambut panjang yang sedang berjalan menuju Ava. "hai..,"

"masih kenal gue kan?" Gadis itu bertanya penuh semangat. 

Ava berpikir keras sebelum menjawab, "em.., kenal kan?" tanya nya lagi. Oke Ava sudah tahu dia siapa, mungkin kalau dalam komik diatas kepala Ava sekarang ada lampu yang keluar. "Vira ya?" Jawab Ava sedikit semangat terbawa suasana. Gadis itu bertepuk tangan sambil tertawa.

"iya! lo ngapain disini? nunggu apa?" Vira penasaran, duduk disebelah Ava. "aku nunggu panitia olimpiade." jawab Ava. 

"WAH! DAEBAK! lo ikut olimp?! gila sih keren banget!" Ava tertawa, karna ekspresi Vira sangatlah berlebihan. Vira bercerita bahwa dirinya ini tidak pernah mengikuti olimpiade katanya takut kalau menjatuhkan nama sekolah, dan juga dia bilang kalau dirinya tidak bisa apa-apa bahkan tidak tahu kelebihan yang dia miliki. 

"masa kamu gak tahu kelebihan sendiri?" Ava bertanya, cemas. Vira menggeleng cepat, "jujur deh ya, gue tuh kayak gak bisa apa-apa Va serius dah! gue bisa masak ya bisa sekedar bisa doang gak lebih, terus juga gambar-gambar baju gitu..., bisa ya yang tadi gue bilang sekedar bisa gitu loh, ngerti kan? apalagi nih kalo mapel, yang paling gue bisa itu biologi yang lainnya nope, gak ada." Vira menjawab cepat. 

Ava mengangguk mengerti. 

Dulu Ava juga merasakan seperti yang dirasakan Vira. Tidak punya kelebihan. "Iya aku ngerti," jawab Ava. "kamu suka ngelakuin apa aja? tapi yang kamu sering lakukan ya," Vira mengelus-ngelus dagu layaknya lelaki yang mempunyai janggut tebal. 

"AH! gue tau, gue suka ngegambar walaupun ya gak bagus-bagus amat," 

"asah itu sampai gambar yang kamu buat bagus!" Ava memberi saran. Vira menoleh, "tapi--"

Mobil hitam datang memasuki gerbang artinya Ava sudah banyak bicara bersama Vira sampai tiga puluh menit. Tidak disangka. "Vira aku berangkat ya, makasih udah ngajak aku ngobrol." potong Ava, bangun dari tempat duduk. Vira mengangguk, memberi kedua ibu jari. "SEMANGAT VA!" katanya.

Ava yang sedang membuka pintu mobil membalas dengan ibu jari juga. Setelah Ava masuk kedalam mobil Vira melambaikan tangan. Mobil pun melaju keluar gerbang. 

Sekian dadah

-sagungr.





FINAVA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang