~Numb 60 (THE END??)

9 1 0
                                    

Di pagi hari pukul delapan, Ava melakukan aktivitas seperti biasa, dari membereskan rumah dan berakhir menyapu halaman rumah yang penuh dengan dedaunan. Rambut panjang itu Ava konde, agar tidak mengganggu. Selesai dari menyapu halaman, Ava bergegas mandi. 

Usai mandi, Ava mengenakan baju warna pink dengan bawahan rok putih. Ia keluar dari kamar menuruni anak tangga, tidak bersemangat. Karena hari ini, hari libur kedua Ava memutuskan untuk menghabiskan waktu ke taman--tempat Ava bertemu Nike pada saat SMA. 

Taman ini selalu penuh anak-anak kecil bersama kedua orang tuanya. Tanaman disini juga asri dirawat dengan baik oleh petugas. Banyak burung gereja yang menghampiri taman ini, bahkan burung dara pun ada, sebab disediakan makanan burung disini. Ada anak lelaki iseng berusaha untuk mengambil burung yang tak kunjung ia dapatkan. Ava tersenyum tipis. "indah..."

"bohong kali," balas seseorang dengan suara khas yang Ava kenali.

"eh?" Ava menoleh, "Nike,"

Nike terkekeh, lalu tersenyum memberikan tangan, "yo! apakabar gurl?" tanyanya seramah biasanya. Ava menjabat tangan itu, tersenyum senang dapat bertemu Nike disini. Ternyata yang dulu kembali terulang di hari ini sungguh luar biasa. Perlu diketahui bahwa Nike ini sudah jauh lebih tinggi badannya melunjang keatas seperti tiang, rambutnya tetap sama, wajah lebih terlihat tirus dari yang dulu. Tapi hal itu sama sekali tidak merubah sifat Nike, Nike tetaplah Nike yang nakal, kayak anak kecil. Namun sekarang sepertinya Nike tidak sendirian, gadis berambut sepundak itu melangkah anggun ke arah Nike. Setelah dilihat-lihat ternyata...

"Ava? hai, lama tak jumpa..." ucap gadis itu--Lita, kekasih Nike sekarang ini. 

Ava menaikkan alis, "Kak, kok bisa bareng Nike?" 

Lita membuang muka, membiarkan Nike menjelaskan sendiri, "eum, jadi bisa eum... gimana ya? woi Lit kasih tau ngapa! kenape jadi gue sih?!" Nike tidak setuju, kalau dirinya yang menjelaskan. Namun Lita sudah hilang disamping Nike, membuat Nike berseru tertahan. Lita pura-pura menghampiri Keni--adik perempuan Nike. Keni dengan senang hati menerima Lita untuk bermain bersama, Lita memang curang.

Nike menggaruk kepala, menyuruh Ava untuk duduk di kursi taman, agar bisa nyaman bercerita. "eum... jadi gini, aduh... sebenarnya dia yang iseng ama gue, terus-terusan. Gue ampe gondok, tapi dia tiba-tiba ngilang, dan memang ilang ke negara lain. Disitulah gue merasa kesepian, gak ada dia, terus dia nongol di taman ini lagi main sama Keni, nah dari situ gue kangen sama dia, dan dengan spontan gue nembak dia terang-terangan tanpa apapun gue beri ke dia. Dia dengan sederhananya menerima gue, aneh kan? mau aja lagi sama gue. Terus hal itu dirayain sama temen-temen, dirumah gue. Yang dimana ada Emak dan Bapak gue, huh... pokoknya panjang deh Va, terjadi begitu aja," Nike menceritakan tanpa bernapas seperti  orang ngerap. Ava tertawa lebar, puas mendengar cerita itu walaupun cepat sekali.

"lucu banget, Nike udah besar ya sekarang." Nike tersipu malu. 

.

Tak lama Ava di taman, matahari mulai terik membuat Ava ingin pulang kerumah, Ava pun melambaikan tangan kearah Lita dan Nike. Melangkah pulang kerumah. Beberapa menit kemudian Ava sampai rumah. Ava segera masuk kedalam rumah, mencari remot AC untuk dinyalakan. Namun ada hal ganjal pada saat memasuki rumah, Ava yakin betul kalau TV itu mati, tapi sekarang mengapa menyala? memang pada saat Ava keluar ke taman Ava tidak mengunci pintu karna memang jaraknya sedekat itu. Apakah ada maling? Bagaimana jika benar? 

Kalau dipikir-pikir lagi mana ada maling nonton TV? bukannya menagmbil barang berharga malah nonton TV? bukankah itu aneh? Lantas siapa yang datang?

Ava mulai mengendap-ngendap berjalan ke beberapa ruangan yang ada dirumah ini, dari dapur tidak ada siapa-siapa, bahkan kamar mandi pun Ava cek tak ada orang, sampai di kamar Ava sendiri, Ava mendengar suara dengkuran orang tertidur. Siapa orang yang berani tidur di kamar Ava? pelan-pelan Ava membuka pintu kamar, terdapat koper hitam disamping kasur, Ava segera berdiri, melihat situasi. 

Dan siapa sangka, bahwa orang yang mendengkur saat ini adalah, "FIGAN?!" 

Ava langsung menutup mulut, mungkin sama sekali tak berguna. Lelaki berjas hitam dengan dasi yang sudah dekendorkan terbangun, matanya menyipit, rambutnya berantakan. Tanpa aba-aba Figan menarik Ava ke dalam pelukannya seperti guling. "Hai..." ucap Figan layaknya menginggau. "kangen... ya..?" lanjutnya dengan suara khas bangun tidur.

Ava meneteskan air mata, tanpa ia sadari. Bagaimana bisa Ava baru dipertemukan oleh lelaki yang sudah lama Ava tunggu. Figan mengelus pucuk kepala Ava, "kenapa...? kok nangis..." Ava mulai terisak kencang, ia langsung memeluk Figan erat, meluapkan rasa kangennya dia kepada lelaki berjas ini. "aku disini, Va... aku gak akan kemana-mana lagi," lanjut Figan memeluk Ava, sembari mengelus punggungnya. 

"kamu habis dari mana saja? kenapa tidak kabari aku? bukankah aku sudah memberikan pesan padamu? kenapa kamu tidak membalas? Figan, kenapa kamu baru datang... aku khawatir dengan kejadian tiga tahun yang lalu..." Ava menangis sejadinya, Figan segera bangun membenarkan posisi, mengangkat Ava untuk bangun dari posisi tidurannya menjadi duduk. Figan lagi-lagi memeluk Ava.

"kamu tahu, ketika kamu terluka parah, aku tidak bisa beripikir jernih... Aku takut kehilangan. Aku takut... Figan," Figan menghela napas tersenyum perihatin. 

Figan mencium kening Ava lama, "sudah... tidak perlu dipikirkan, sekarang aku disini sama kamu, maaf aku baru datang... maaf..." 

Ava menggeleng, Ava mau Figan menceritakan semuanya, sekarang juga. "baiklah, pada saat tiga tahun yang lalu, aku memanglah dalam keadaan kritis, dan dilarikan oleh Mama ke rumah sakit yang jauh dari lingkup ini," Figan membiarkan Ava bersender di pundaknya, "Aku juga ketika pulih dari masa kritis, tidak memberitahukan kepada teman-teman termasuk kamu. Aku tau pasti kamu akan merasa tidak adil, ya karena memang gak mau kalian khawatir dan lain-lain, jadi aku putuskan seperti itu. Selama aku sudah baikan sekitar dua mingguan baru bisa keluar dari rumah sakit, aku diberitahu bahwa yang menabrak kita saat itu Arka. Ya, dia orangnya, dia kabur dari rumah dan pergi begitu saja, akibat pertingkaian keluarganya,

"Disitulah aku kerumah Arka, melihat dia untuk yang terakhir kalinya. Orang tuanya tidak memberikan sambutan hangat, melainkan lebih ke muka dendam, entah dendam apa, aku tidak tahu. Selang beberapa hari aku pun memutuskan untuk kuliah di luar negeri saja, melupakan semua hal yang terjadi disini, dengan cara kuliah disana. Namun aku benar-benar merasa bersalah karena aku sendiri yang tidak menepati janji teman-teman untuk terus saling bertemu. Disana pun aku juga kesepian Va, aku merasa kesepian sampai tahun ini. Aku bersyukur mendapat libur selama dua bulan untuk rehat, dan hanya kamu tujuan aku kesini, disini pun aku sudah tidak merasa kesepian lagi... karena kamu ada disampingku, Ava... mungkin seharusnya aku tidak meninggalkanmu, maaf ya... ku kira kamu juga akan melupakan ku, ternyata dugaan ku salah..." Figan tersenyum melihat Ava yang tertidur. 

Figan segera merebahkan diri kembali, membiarkan Ava tidur di lengan Figan, "kamu cantik sekali Va, seperti pertama aku melihat dirimu..."

"aku bersedia melamarmu, Avalyn Clarrisa, kau akan jadi milikku sebentar lagi." bisik Figan sembari merapikan anak rambut yang berantakan di wajah Ava.

THE END.

-sagungr.

FINAVA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang