~Numb 54

1 1 0
                                    

cekrek

cekrek

cekrek

Sesampai di rumah Ava melihat banyak orang sedang mengambil beberapa foto pada malam hari. Figan saja terkejut melihat hal ini. Karena datangnya mobil, orang-orang yabg membawa kamera datang menghampiri mobil. Mereka semua menyuruh kami untuk keluar. Kami masih berdiam di dalam mobil, "Figan? ada apa ya? kenapa banyak wartawan?"

Bagaimana jika trauma Ava datang kembali sama seperti dia ke tangkap basah oleh polisi. Dan yang pasti banyak wartawan juga datang. Figan tidak menjawab, melainkan kembali melajukan mobilnya. Para wartawan jelas saja protes, hingga memukul-mukul jendela mobil. Figan melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.

.

Tibalah di sebuah rumah megah yang pernah Ava kunjungi. Figan turun dari mobil begitu pun dengan Ava. Figan segera mengambil barang-barang Ava dari mobil. Kemudian Figan beranjak jalan menuju ke dalam rumah megah itu. Sambutan pun terucap dari pelayan yang ada di rumah ini. Figan tetap saja berjalan tanpa menghiraukan pelayan tersebut. Sedangkan Ava hanya bisa tersenyum kikuk.

Jujur saja Ava masih bingung, kenapa ke rumah Figan, kenapa Figan belum menjawab pertanyaan Ava.

Sesampai di dalam kamar Figan, Figan memasuki barang Ava kedalam. Namun, Ava tetap berdiam diri di luar kamar Figan, tepat di depan pintu kamar. Figan langsung meraih tangan Ava, menariknya masuk kedalam. "Sini, gue gak akan ngapain-ngapainin lo." Tempat ini juga pernah Ava kunjungi, pada saat Ava tercebur di kolam dan berakhir di kamar bernuansa hitam putih ini.

Tangan Figan mengambil sebuah remote Tv. Figan mencari beberapa berita dari chanel yang sedang live. "Diduga bahwa, belum lama tadi sebuah mobil datang. Dan sepertinya mobil itu membawa anak dari korban. Karna mobil tersebut meloloskan diri, kami hanya bisa memberikan beberapa barang penting di dalam box sebagai barang bukti. kembali kedalam studio."

Figan benar-benar terkejut, matanya membulat sempurna, tidak menyangka kalau pesawat jatuh beberapa hari yang lalu adalah pesawat Ayah Ava. Figan pun mematikan Tv, berjalan menuju Ava yang tengah termenung disana. " Fi-Figan... apa berita yang barusan itu? Korban? korban apa..., Figan... Kamu tau kan? Figan.. kenapa ini terasa menyesakkan buat ku?" Tak lama kemudian Ava menjentikkan air matanya. Sebenarnya Ava belum tahu jelas, tapi mengapa air mata ini terus mengalir deras.

"Figan..."

Tanpa izin Figan meraih tubuh Ava kedalam pelukannya. Kaki Ava tak sanggup lagi berdiri. Pada akhirnya Ava berlutut begitu pun dengan Figan masih dalam keadaan memeluk. Ava menangis deras tanpa alasan yang jelas. "Siapa korban itu Figan? hiks... Figan.. bukan Ayah kan? hiks..." Figan hanya berdiam seribu bahasa, tangannya memeluk Ava dengan erat. Ava terus menangis sesegukan.

Beberapa menit kemudian, Figan melepas dekapannya, mata Figan kini menatap wajah gadis itu, wajahnya sudah berantakan. Matanya sembab, hidungnya merah, dan tak ada lagi wajah ceria yang baru saja Figan lihat beberapa hari yang lalu. Air mata itu Figan hapus perlahan dengan tangannya. "maaf..." ucap Figan penuh penyesalan. " maaf, gue minta maaf..." Ucapan kecil itu terdengar jelas di telinga Ava. Ava pun menangkup wajah Figan. Kini mereka saling tatap, jarak dekat.

Tanpa disadari Figan meneteskan air matanya,  ketika Ava menangkup wajahnya. Figan merasa sangat bersalah. "Ava..."

"hm...?"

"maaf, gue selama ini bungkam..." Figan menunduk, tak berani menatap manik Ava. Ava hanya diam membisu, membiarkan Figan melanjutkan kata-katanya.

"gue juga baru tahu tentang kepergian Om, Sejak lo menceritakan mimpi lo, gue tersadar satu hal. Namun gue menentang hal itu terjadi... tapi semua sudah terungkap sekarang, dan maaf... gue bungkam ketika lo bercerita tentang mimpi itu, gue gak mau lo memikirkan hal tersebut, pada saat itu. Gue takut lo kenapa-napa... Dalam kondisi lo yang masih butuh istirahat. Maaf Va, kalau gue telat memberitahu tentang ini." Ava menarik tubuh Figan kedalam dekapannya. Pundak Figan merasakan air mata yang menetes deras disana.

"maaf..."

Bibir Figan tak henti-henti berucap kata 'maaf' karena memang itu yang bisa diucapkan oleh Figan.

.

Pukul tujuh pagi Ava masih tertidur di kasur milik Figan. Di sisi lain Figan tertidur dengan posisi duduk seperti dia lakukan di rumah sakit sambil memegang lengan Ava.

Semalam, karena menangis terlalu lama. Ava tetap dalam posisi pelukan. Namun, ia tanpa sadar tertidur dengan pulas. Pada akhirnya Figan mengangkat tubuh mungil itu keatas kasur. Figan sadar bahwa ia tak bisa tidur di kasur bersama dengannya karna tidak memberikan perilaku yang baik. Jadi Figan ikut tertidur dalam posisi duduk sampai sekarang.

Hari ini bertepatan dengan hari masuk sekolah. Ava sudah diizinkan oleh Lita. Karna Lita yang akan bertanggung jawab semuanya. Ava juga di beritahu bahwa ia bisa masuk kapan saja, yang terpenting Ava sudah merasa lebih baik. Guru-guru bahkan tidak memaksa Ava buat masuk, karna guru-guru sudah di beritahu Lita tentang penyakit yang dialami Ava. Entah apa yang Lita perbuat hingga saat ini. Apakah semua akan baik-baik saja pada saat Ava masuk sekolah?

Kini Ava mulai terbangun dari tidurnya yang lelap. Matanya terasa berat ketika dibuka, akibat menangis semalaman. Ava melihat sekeliling ruangan, hingga matanya mendapati lelaki tengah tertidur disana. Ava tersenyum kecil, mencoba untuk bangun dan mengelus pucuk kepala Figan secara perlahan.  Akhirnya Figan terbangun, "pagi..." ucapnya dengan khas suara bangun tidur.

Ava terkekeh kecil, "bangun Figan, nanti keburu siang..."

Figan mengangguk dan segera berkemas diri. Begitu pun dengan Ava di ruang berbeda  yang telah di siapkan pelayan.

.

Tepat di pukul sembilan pagi Ava dan Fjgan telah sampai di sebuah pesisir pantai. Mereka sempat menggali informasi lebih dalam tentang kejadian pesawat tersebut. Pesawat itu dinyatakan terjatuh ke dalam laut. Jadi tidak banyak korban yang bisa ditemukan, termasuk Ayah Ava. Ava membawa sebuah bunga mawar, dan beberapa bunga lainnya yang ia petik bersama dengan Figan di taman miliknya.

Mereka berdua mengenakan baju putih. Figan memakai kemeja putih, sedangkan Ava memakai dress putih dari Mama Figan sementara. Rambut dibiarkan terlepas dari kunciran, membiarkan beberapa helaian rambut mengikuti desir angin pantai.

Tidak ramai di pantai ini hanya ada beberapa orang yang sama sedang berduka sambil membawa bunga dan disebarkanlah bubga itu di laut.

Ava berjalan lebih dekat dengan laut hingga air laut mengenai betis. Figan setia berada di samping Ava. 

"Ayah... Maaf Ava baru datang," ucapnya kecil menahan tangis

"Ava kesini bawakan bunga yang Ayah suka..."

"Ayah... , Ava kangen..." Setelah berkata demikian Ava meneteskan bulir air mata. Tangan Figan senantiasa memegang pundak Ava sembari menghelus, agar sedikit tenang.

Ava meraih tangan Figan, membiarkan kedua tangan mereka menaruh bunga mawar ke permukaan air laut. "Ayah... Ava kesini bersama Figan, dia laki-laki yang telah merawat Ava... Ayah gak perlu khawatir, Ava bisa menjaga diri kok... Ayah berdamai ya di sana... Ava akan selalu datang lagi kesini, selalu... Ava sayang Ayah..."

Tubuh gadis itu Figan tarik kedalam pelukannya, memberikan kehangatan dan ketenangan untuk Ava. Ava tidak menangis deras seperti semalam, kini ia bisa mengendalikannya. "Figan, makasih ya..."

"Makasih sudah selalu ada, makasih sudah menghiburku selama ini, makasih sudah merawat dan mengkhawatirkan ku... mungkin kalau tidak ada kamu yang datang ke dalam hidupku... aku mungkin sudah tidak ada di dunia ini..." lanjutnya tersenyum manis di hadapan lelaki itu.

Figan membalas dengan senyuman indah terukir di bibirnya. Tak ada sepatah kata keluar dari bibirnya yang ia lakukan hanya kembali memeluk Ava dengan erat.

"gue tidak akan membiarkan lo pergi."


baiii
-sagungr

FINAVA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang