"Hari ini Ezra yang nganter kamu." ucap Sandi di keheningan ruang makan.
Tangan Dasya yang sedang mengoles roti dengan selain itu terhenti. Tangannya yang memegang pisau itu mengeras. Ia ingin mengutarakan isi hatinya. Namun, tidak bisa. Tenggorakannya terasa tercekat setiap kali ia ingin mengeluarkan keluhannya.
Disya memperhatikan Dasya. Jelas sekali gadis yang notabenenya kakaknya itu pasti mendengar jelas apa yang dikatakan Sandi barusan.
"Pa, Ma, aku berangkat." Dasya membiarkan rotinya di piring. Ia bangkit dari duduknya seraya mengambil tasnya yang berada di belakang punggungnya.
Ia jadi tidak berselara untuk makan. Padahal beberapa jam lalu Dasya mengatakan pada dirinya sendiri untuk membuka lembar baru di setiap harinya. Namun, ternyata tidak mudah, tidak sesuai dengan apa yang ia bayangkan.
Dasya menghela napasnya seraya menutup pintu rumahnya. Ia berjalan dengan gontai ke arah gerbang rumahnya. Pandangannya yang menghadap ke bawah ia naikkan, menatap lurus ke depan. Ezra baru saja tiba di rumahnya.
Dasya bingung, apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus mendekati Ezra?
Ezra membuka gerbang rumah Dasya. Pemuda itu menghampiri Dasya yang sedang berdiri menatapnya seraya melamun. Bahkan ketika ia sudah berada dihadapannya, Dasya masih sibuk dengan pikirannya.
"Hai, pacar!" Sapa Ezra dengan melambaikan tangan di depan wajah cantik Dasya, sapaan dan lambaian itu membuat Dasya tersadar.
"Berapa hari kita gak ketemu?" tanya Ezra, bukan jawaban yang keluar dari mulut Dasya melainkan keheningan yang muncul dan mengambil alih suasana.
Ezra memeluk Dasya. "Aku kangen kamu."
"Kenapa kamu gak meluk aku?" tanya Ezra, ia khawatir Dasya kembali mencintai Raka. Ucapannya masih bisa ia kontrol dengan mengeluarkan nada yang biasa saja. Tetapi otaknya mulai overthinking, apakah Dasya kembali mencintai Raka?
Ezra memeluk Dasya dengan erat. "Kamu kenapa?"
"Kita masih pacaran?" tanya Dasya. Ia kini menjadi bingung dengan hubungannya dengan Ezra. Sepertinya Dasya lupa ucapannya tadi pagi. Jelas-jelas tadi pagi ia ingin memperjuangkan Ezra, tetapi kini ia justru mempertanyakan hubungannya dengan Ezra.
Ezra mengernyitkan dahinya seraya melepaskan pelukan. "Maksud kamu?"
"Kamu tunangan sama Disya, itu bener?"
"Sebenarnya aku gak nerima. Papa salah ngambil keputusan, Das." ucap Ezra.
Dasya menganggukan kepalanya paham. "Aku tau."
"Tapi, kamu mau berjuang demi hubungan kita?" tanya Dasya.
"Kamu ragu sama aku?"
Dasya menggelengkan kepalanya dengan cepat, melihat Dasya yang percaya padanya senyum pemuda itu terbit. Ia langsung menarik tangan Dasya keluar gerbang.
Ezra dengan cepat memasangkan helm ke kepala Dasya.
"EZRA!" Panggil Sandi yang baru saja membuka pintu rumah.
Kedua kekasih itu tidak menoleh, melainkan saling tersenyum.
"Ayo, cepet naik!" Sambil membantu Dasya duduk di jok motornya.
Mereka tertawa bersama. Dasya memeluk Ezra dengan erat. "Makasih."
🥀
Di kelas Ezra menceritakan tentang papanya yang bangkrut dan di tipu oleh sahabat lamanya. Ezra menjelaskan sejujur - jujurnya, bahwa ia tidak tahu jika Papanya mengadakan makan malam dengan keluarga Disya. Malam itu juga orang tuanya tidak memberi tahunya mengenai tunangan antara dirinya dengan Disya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luceat
Teen FictionDasya berdiri di depan jendela dengan salah satu tangan yang menempel di jendela. Kepalanya sedikit terangkat, ia melihat langit yang di taburi dengan bintang. "Kali ini..aku pengen egois." Setetes air mata meluncur dengan cepat di pipi Dasya. Tak...