"Das, aku udah tau kalo Ezra sama Disya mau tunangan." Raka membuka percakapan setelah Dasya duduk di kursi di hadapannya.
Dasya tidak mengeluarkan sepatah kata pun, ia hanya menatap Raka, menunggu apa yang selanjutnya Raka ucapkan. Sedangkan Raka memastikan Dasya baik-baik saja ketika ia kembali berbicara.
"Please, balik lagi ke aku, Das. Sekarang apalagi yang kamu takutin? Aku udah jelek dimata papa kamu buat Disya, aku juga udah putus sama Disya. Kita udah gak ada penghalang." Raka meyakinkan Dasya dengan menyentuh tangan gadis itu yang berada di atas meja.
"Dulu, kamu minta putus sama aku tanpa sebab, setelah aku tau alasan kamu mutusin aku karena Disya dan Om Sandi. Aku nembak Disya sesuai apa yang kamu mau. Aku deketin Disya, aku jagain Disya dengan baik sesuai keinginan kamu. Apa sekarang aku gak boleh minta imbalannya?" tanya Raka.
Dasya menatapnya, sayangnya Raka tidak mengerti tatapan apa yang diberikan Dasya padanya. Mungkin tatapan kesedihan atau sekedar tatapan kosong.
"Sampai sekarang aku masih memperjuangkan kamu, karena aku merasa Ezra gak layak buat kamu."
"Kemarin ketika kamu sakit, dia gak tau apa-apa, kan? Feeling aku lebih kuat kalo tentang kamu."
"Apa kamu udah gak ada rasa sama aku, Das? Sedikit? Sedikit ajaa, udah cukup untuk aku bahagia."
"Aku akan berusaha menumbuhkan cinta itu lagi kalo kamu mengizinkan."
"Cinta kamu salah, dulu kamu gak pernah minum-minum, kamu gak pernah main kebut-kebutan sama anak motor."
"Itu semua karena kamuuu, aku pengen jelek dimata papa kamu buat nyuruh Disya mutusin aku. Aku udah muak sama semua ini."
"Kamu ngechat aku ketika kamu butuh bantuan aku doang, kamu gak pernah lagi menghargai cinta ini setelah kamu putus dari aku. Cinta aku, cuma kamu manfaatin buat kebahagiaan adik kamu. Cinta kamu, kamu korbanin buat adik kamu yang keras kepala."
"Kamu nyadar gak sih? Kita semua jadi saling nyakitin."
"Tolong buat ini mudah, kamu balik sama aku, dan biarin Ezra sama Disya tunangan." Raka mengakhiri ucapannya sambil menguatkan genggamannya pada tangan Dasya.
Dasya menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin mengorbankan cintanya lagi, ia sudah jatuh cinta pada Ezra. Ia tidak bisa kembali pada Raka meskipun Raka tidak pernah menyakitinya.
Dasya menundukkan kepalanya. "Maaf."
Ya, mungkin hanya itu yang bisa diungkapkan Dasya. Karena tiba-tiba hidungnya pun tersumbat. Air matanya turun begitu cepat.
Helaan napas begitu kasar dapat di dengar Dasya. Membuatnya semakin tidak enak, ia meremas roknya. Mata Dasya bertatapan dengan mata Raka yang sendu.
Raka melepas genggaman tangannya pada Dasya. Ia menyandarkan punggungnya di kursi. "Habisin makanan kamu, abis itu kita pulang."
Dasya masih menatap Raka, pemuda itu menyugar rambutnya sambil mengalihkan pandangannya. Ia semakin tidak enak dengan Raka. Ia jadi tidak berselera untuk makan.
"Aku udah kenyang."
Raka melihat Dasya sejenak lalu beralih menatap makanan yang masih tersisa banyak. Daripada membujuk Dasya, ia memilih membayar makanan yang ia pesan. Percuma saja membujuk Dasya, gadis itu pasti akan menjawab bahwa dirinya sudah kenyang atau ingin cepat pulang ke rumah.
🥀
Dasya baru saja sampai rumah. Tangannya tergerak untuk mendorong gerbang rumahnya tapi terhenti ketika ia melihat Disya yang memeluk Ezra.
Awalnya ia pikir Ezra tidak akan membalas pelukan Disya, tapi tangan kekasihnya itu terangkat perlahan memeluk punggung Disya. Ezra bahkan mengelus rambut Disya dengan sayang.
Dasya membatu di tempatnya. Sepertinya kini bukan Ezra yang takut kehilangan cintanya, tetapi Dasya yang takut kehilangan cintanya. Mengapa semuanya menjadi rumit seperti ini?
"Cepat lepas pelukan itu Ezraaa" Teriak Dasya dalam hatinya.
Ezra melepas pelukannya pada Disya sesuai isi hati Dasya. Tapi, Ezra menempelkan tangannya di pipi Disya. Entah apa yang mereka bicarakan. Yang ia tahu, kini hatinya semakin sakit. Jika Ezra benar-benar mencoba mencintai Disya.
Hal seperti ini terulang lagi. Saat itu Raka dengan Disya, dan sekarang, sekarang Ezra dengan Disya? Ia tidak bisa membayangkan itu.
Dasya sangat sensitif mengenai ini. Ia benar-benar takut kehilangan. Rasanya ia tidak ingin mengenal cinta lagi setelah ini, jika Ezra menncoba mencintai Disya.
Dasya menghapus air matanya. Lagi, air matanya jatuh. Ia berjalan menuju taman dekat rumah. Menunggu Ezra dan Disya mengakhiri momen seperti itu ternyata sungguh lama. Itu akan menyakiti hatinya terus menerus, jika ia terus melihatnya.
Dasya memandang rumput hijau yang kini ia pijak. Ada tangan kekar yang mengulurkan ice cream padanya.
"Kalo aku bisa nyembuhin luka kamu, itu akan lebih baik." Dasya mengambil ice cream cone itu.
"Ada pasar malam dekat sini, kan nanti malam? Mau ke sana?" tanya pemuda itu yang sudah duduk di samping Dasya.
"Engga. Btw, makasih, Ka, ice creamnya."
"Hmm. Kalo kamu mau ke sana bilang ya? Biar aku bisa nemenin kamu."
Dasya menyeka air matanya sambil membuka bungkus ice cream cone. "Aku pikir tadi kamu udah pulang."
"Beli ice cream, karena ngeliat ada yang nangisin pacarnya." ucapnya.
Hening mengambil alih. Dasya bingung harus berbicara apalagi. Raka pun sepertinya tidak tertarik untuk berbicara. Mungkin ia tahu bahwa Dasya butuh waktu untuk sendiri, jadi ia hanya diam saja. Entahlah Dasya tidak tahu.
"Apa kamu juga nangis, Das? Saat aku sama Disya kayak gitu?" tanya Raka sambil menyelipkan rambut Dasya yang menghalangi wajahnya.
Dasya berhenti menjilat ice creamnya. Raka sudah mendapati jawabannya tidak perlu kata-kata, Dasya sudah menjelaskannya lewat gerak tubuhnya. "I miss you."
Raka menepuk-nepuk kepala Dasya sebelum akhirnya meninggalkan Dasya di tengah keterdiamannya.
"Masih ada celah buat gue, kan, Das?" tanya Raka sambil mengemudi motornya dengan kecepatan.
🥀
Dasya baru saja selesai belajar, ia baru saja menutup bukunya. Kemudian, Ezra mengajaknya video call. Gadis cantik itu belum mengangkatnya. Ia mengingat kejadian tadi, sebelum video call dari Ezra mati, Dasya segera mengangkatnya.
"Hai," Sapa Ezra sambil melambaikan tangan.
"Hai," jawab Dasya sambil tersenyum tipis.
"Aku baru aja makan malam, sekarang aku mau belajar, mau belajar bareng?" tanyanya pada Dasya.
"Aku baru aja selesai belajar."
"Udah makan?" tanya Ezra.
Bukan obrolan seperti ini yang Dasya inginkan. Yang Dasya inginkan saat ini cuma Ezra yang jujur padanya. Apakah ia harus pancing Ezra terlebih dahulu untuk mengetahui jawabannya?
Ezra rasa pikiran gadisnya sedang tidak bersamanya, hingga Dasya mengacuhkannya."Das?"
"Belum, sedikit lagi aku makan."
Ezra tersenyum pada Dasya. "Jangan lupa makan ya? Aku gak mau kamu sakit."
Dasya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
"Kamu tadi jadi ke rumah sakit?"
🥀
Vote and comment jangan lupa ya? Aku harap kalian bisa ngasih hal sederhana itu buat aku
KAMU SEDANG MEMBACA
Luceat
Teen FictionDasya berdiri di depan jendela dengan salah satu tangan yang menempel di jendela. Kepalanya sedikit terangkat, ia melihat langit yang di taburi dengan bintang. "Kali ini..aku pengen egois." Setetes air mata meluncur dengan cepat di pipi Dasya. Tak...