Dasya masih setia duduk di lantai yang semakin dingin. Ia membingkai wajah Ezra yang masih memejamkan matanya. Sungguh, Dasya merasa sangat bersalah.
Sekarang ia mengerti mengapa Ezra kala itu terlihat aneh. Pemuda itu menahan sakitnya cambukan. Kekasihnya benar-benar melindunginya. Ia sampai rela terkena cambuk untuknya. Pemuda nya itu tidak memberitahunya supaya ia tidak mengkhawatirkan keadaannya.
Dasya mencium telapak tangan Ezra. Ia mengelus tangan itu dengan lembut. Serta mengucapkan banyak kata terimakasih dari bibir mungilnya.
Raka menghampirinya dengan membawa kotak P3K. Pemuda itu mengambil tangan Dasya yang tengah menggenggam tangan Raka. Gadis itu tertidur dengan memandangi Ezra.
Rasa sesak menyeruak masuk ke dalam hatinya. Rasanya sesak sekali, ketika orang yang kita cintai sedang memandang orang lain sampai tertidur.
Rasanya sesak sekali ketika tanpa sengaja kita melukai orang yang kita cintai. Hatinya terasa tertusuk-tusuk. Ia mengoleskan salep pada tangan Dasya yang terkena cambukan.
Ia juga memindahkan gadis itu di sofa. Karena tidak ada kamar kosong lagi. Raka mengelus rambut Dasya dengan sayang. Ia mencium kening Dasya. Ia tidak mungkin bisa melakukan ini jika Dasya terbangun.
Kini berbalik. Raka yang tidur di bawah sofa. Tangannya memeluk leher Dasya. Dagunya ia taruh di pundak Dasya. Pemuda itu terlelap setelah mengolesi tangan Dasya.
Ezra melihat itu. Pemuda itu bangun karena tenggorakannya yang haus. Sekarang bukan tenggorakannya saja yang panas, tetapi hatinya juga panas. Ruangan pun terasa panas. Ezra berusaha berjalan dengan tegap. Ia ingin menyingkirkan tangan Raka dari leher Dasya.
Apa yang terjadi ketika dirinya tak sadarkan diri tadi? Pikirnya.
Pemuda itu terjatuh karena tidak kuat menopang tubuhnya sendiri.
"Aargh" ringisnya.
Dasya langsung terbangun ketika mendengar ringisan itu. Ia melihat Raka yang berada di bawah sofa. Lengan Raka yang berada di lehernya, ia hempaskan dengan cepat dan kencang. Ia tidak peduli Raka merasa kesakitan atau tidak.
Ia segera membantu Ezra bangun. "Kamu gakpapa?"
Pemuda itu menggelengkan kepalanya. Dasya kembali menjatuhkan air matanya. Kali ini Ezra bisa menghapus air mata itu. Tidak seperti semalam yang hanya bisa menyaksikan Dasya menangis.
"Jangan nangis. Ayo, keluar dari sini!" ajak Ezra yang diangguki Dasya.
Gadis itu membantu Ezra berdiri. Untung saja pintu kamar sudah tidak dikunci lagi oleh Raka. Dasya sedikit mendorong pintu itu agar terbuka lebar.
Dasya terkejut ketika melihat Karel yang berjalan ke arahnya. Ia takut Karel menghalangi jalannya.
"Das!" Panggil Karel menghampiri.
Dasya dan Ezra berusaha berbalik arah secepat mungkin. Tapi, hal itu hanya sia-sia.
"Gue bantu." ucap Karel seraya mengambil tangan Ezra yang satu.
"Lo mau keluar dari sini, kan?" tanyanya sambil tersenyum.
Dasya mengangguk dengan ragu. Ia mengulum senyum tipis.
Karel membawanya pergi dari markas Xenodermus.
"Sekarang mau kemana?" tanya Karel.
"Ke rumah Kana." ucap Dasya. Ia memberikan alamat rumah Kana pada Karel yang sedang menyetir.
"Jangan." ucap Ezra pelan pada Karel.
"Aku gak mau ninggalin kamu. Ini malam, kamu mau tinggal dimana? Ini udah malam." tambah Ezra.

KAMU SEDANG MEMBACA
Luceat
Teen FictionDasya berdiri di depan jendela dengan salah satu tangan yang menempel di jendela. Kepalanya sedikit terangkat, ia melihat langit yang di taburi dengan bintang. "Kali ini..aku pengen egois." Setetes air mata meluncur dengan cepat di pipi Dasya. Tak...