21

148 25 11
                                    

"DASYA!" Teriak Tasha histeris.

Ia berlari mendekati kedua putrinya. Tasha berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan tangan Disya yang masih mencekik Dasya.

Dasya wajahnya sudah memerah, ia mulai kehabisan nafas. Namun, ia tidak berkutik sekali pun.

"Disya, Dasya itu kakak kamu. Sadar, Nak!!" Tasha mengingatkan Disya.

Tasha menekan pergelangan Disya yang diperban karena Disya enggan melepaskan tangannya dari leher Dasya.

Tasha memeluk erat Dasya yang melemas. "Maafin Mama, ya, Sayang."

Tasha mengecup dahi Dasya berulang kali. “kenapa kamu diam aja? "

Tasha melirik Disya yang memandangnya. Anaknya itu memandang dirinya dengan tatapan sinis, tak peduli jika Dasya, Saudarabya benar-benar mati.

Tasha mengelus punggung Dasya yang melemas dipelukannya.

"Kalo aku ngelawan, aku yang salah, Ma." Jawab Dasya pelan.

"Maafin Mama." Ucap Tasha sekali lagi. Ia tidak bisa mengatakan apapun kecuali maaf.

🥀

"DASYA!!!" Teriak Sandi seraya menggedor pintu kamarnya.

Pertengkaran akan dimulai kembali. Dengan dirinya yang disalahkan oleh Sandi.

Dasya yang sedang mengerjakan tugas itu segera membukakan pintu. Amarah Papanya terlihat jelas di mata pria paruh baya itu.

'Plak'

Satu tamparan berhasil membuat Dasya terkejut.

"Itu tamparan karena kamu berlaku seperti jalang."

Ucapan Papanya benar-benar membuatnya terluka, seorang ayah mengatakan hal itu kepada putrinya.

'Plak'

"Itu karena kamu bodoh. Kamu tidak mendengarkan perintah Saya, kamu malah kabur dengan Raka, pemuda yang gak jelas itu."

"Pa, dengerin aku." Pinta Dasya kepada Sandi yang kembali melayangkan tamparan ke pipi mulusnya.

'Plak'

"Itu karena kamu buat saya malu."

Dasya benar-benar kehilangan keseimbangan tubuhnya. Tamparan Sandi begitu kencang, dan berulang-ulang.

'Plak'

"Itu karena kamu berani nyakitin hati Disya."

Dan yang lebih perih adalah ketika Sandi melakukan ini demi Disya. Selalu menganggap Disya yang paling benar.

'Plak'

"Itu karena kamu membuat keretakan di rumah ini."

"Perlu digarisbawahi bahwa kamu itu anak pembawa malapetaka."

Teriakan yang begitu kencang dan tamparan bertubi-tubi itu membuat pipinya terasa panas. Disya menyaksikannya seraya tersenyum sangat lebar. Tasha yang menutup mulutnya dengan tangan, terkejut atas tindakan suaminya.

Air mata itu bukan hanya mengalir di pipi Dasya. Namun, air mata itu juga jatuh pada dinginnya lantai.

Tamparan yang begitu keras dan berkali-kali baru saja ia rasakan pertama kali. Itu tandanya ia melakukan kesalahan yang fatal.

"Pa," Panggil Dasya dengan lirih.

Ia ingin mengutarakan rasa sakitnya. Namun, tidak bisa. Air mata membuat dirinya menatap Sandi dengan tatapan kabur. Dirinya tidak bisa mengontrol tubuhnya yang terus saja sesenggukan.

Luceat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang