32

151 16 0
                                    

Ezra menatap kepergian Raka yang membawa Dasya dengan gagah. Ia menarik napas dan mengeluarkannya dengan kasar. Matanya melihat ke sekeliling karena tak kuat melihat keduanya. Ia menyugar rambutnya, lalu mendongak ke atas. Ezra berfikir langit malam kali ini begitu indah seakan menyambut kemenangan Raka.

Ezra kembali melihat Raka. Pemuda itu masih nampak di penglihatannya meskipun sudah menjauh. Tanpa pikir panjang Ezra berlari menghampirinya. Ezra melangkahkan kakinya secepat mungkin menghampiri Raka.

"Biar gue yang anter Dasya ke markas Xenodermus." Ucap Ezra yang kini berada di depan Raka.

"Please, dia cewe gue." Mohon Ezra pada Raka.

"Lo inget, hukuman ketika lo ngelanggar perbatasan?" tanya Raka.

"Cambuk badan gue, pukul wajah gue. Gue gak peduli." Ucap Ezra dengan tatapan tajamnya.

"Lo bisa ngelakuin apapun ke gue, asal lo ngizinin gue untuk ngejaga Dasya di Xenodermus. Dia pacar gue."

Sungguh Ezra tidak peduli dengan apapun yang terjadi padanya nanti. Ia akan Terima konsekuensinya.

"Please, Ka." Ezra merentangkan kedua tangannya, berharap Raka yang menggendong Dasya ala bridal style memberikan Dasya padanya.

🥀

"Kenapa lo bawa ketua geng Eunectus ke sini?" Barly bertanya pada Raka sambil bersidekap dada.

Ezra menoleh pada Raka yang hanya diam. "Dasya pingsan, gue cowoknya. Gue siap nerima konsekuensi."

"Wah, kabar bagus, nih." ucap Barly yang  sudah menghilangkan sisi tegas dalam dirinya.

"Kalo berita ini nyebar ke geng lo, gapapa, kan ya?" Tanya Barly sambil memegang pundak Ezra.

"Terserah." jawab Ezra malas sambil mengikuti Raka yang melangkah di depannya.

"Kan, tadi kata lo nerima konsekuensi." Sindir Barly. Pemuda itu mengusap kedua tangannya sambil menunjukkan gigi kuningnya. Ia tak sabar ingin menyebar foto Ezra saat sedang menerima hukuman. Pasti anak buahnya akan geram mengira Ezra telah tunduk pada Xenodermus.

Ezra tidak peduli akan jadi apa ia di sini. Sepertinya Xenodermus akan mudah membuatnya mati perlahan selama Dasya di sini. Tapi, ia tidak peduli. Yang penting ia bisa merawat Dasya, ia tidak ingin melepaskan Dasya. Ia akan berusaha sebaik mungkin agar Dasya tetap bersamanya.

Ezra membaringkan tubuh Dasya. Telapak tangannya sangat dingin. Ia meniup-niup tangan gadisnya. Memberikan kehangatan. Ezra menatap mata gadisnya itu. Mata Dasya yang terpejam membuatnya sedih. Mata itu terlihat bengkak sekali. Ezra mengelus hidung Dasya. Hidung gadisnya kini seperti badut. Andaikan saja Dasya menangis karena hal sepele, pasti ja sudah tertawa senang. Sayangnya Dasya selalu menangis pilu karena keluarganya  tidak pernah harmonis bila tentangnya.

Raka berdiri di ambang pintu. Ia menyandarkan dirinya di dinding. Memperhatikan Ezra yang sedang menyentuh hidung Dasya. Tangannya yang berada di saku celananya mengepal. Ia menyadari posisinya. Jika ia hanya mantan.

"Hukuman jam 12." Teriak Karel di ambang pintu. Karel menatap Ezra yang berada disisi Dasya.

"Salah sendiri bawa musuh ke sini." Sindir Karel sebelum pergi dari ruangan.  Raka menutup matanya. Malas mendengarkan hal itu.

"Lo gak tidur?" Tanya Ezra.

"Jangan so peduli. Lo tau sendiri, gue nunggu Dasya sadar."

Kemudian, Raka melihat jam yang melingkar di tangan kekarnya. "Setengah jam lagi."

Ezra mencium kening Dasya. Ia megelus rambut Dasya. "Cepat sembuh, sayang."

🥀

Sore ini Dasya memasak makanan untuk geng Xenodermus. Sudah dua kali ia merepotkan. Namun, Xenodermus masih membantunya dengan tulus. Jadi, ia ingin mengucapkan terimakasih dengan memberi masakan terbaiknya.

Ia menaruh opor ayam ke mangkuk yang besar untuk disajikan di meja makan. Ia menata piring dan sendok dengan rapi.

Karel datang lebih dulu daripada yang lain. Ia menggeser kursi dan menduduki kursi. "Boleh gue coba?"

Dasya mengangguk antusias. Ia mendekatkan mangkuk berisiskan opor ayam itu ke hadapan Karel.

"Das, gue ada job buat lo."

Dasya mengangkat kepalanya melihat Karel yang kini menatapnya. Dasya menanti ucapan Karel yang sedang mengunyah.

"Di cafe bokap gue ada loker,  jadi penyanyi cafe. Mungkin lo mau? Suara lo bagus makanya gue tawarin."

"Serius?" Tanya Dasya.

Karel menganggukkan kepalanya. "Kalo mau nanti gue anter ke cafe."

Dasya melambaikan tangan. "Gak perlu, nanti aku minta anter Ezra aja."

"Gue sekalian mau dinner sama pacar gue. Bareng aja. Nanti jam tujuh siap-siap. Oh, iya tolong nyanyi lagu yang bagus ya?"

Dasya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis. Kemenangannya saat lomba menjadi motivasi baginya supaya menjadi orang yang lebih percaya diri terhadap mimpinya.

"Makasih banyak Karel."

Pemuda itu mengangguk. Ia mengangkat sendok yang terisi nasi dan potongan opor ayam. "Makasih juga udah ngasih makanan seenak ini."

Barly datang sambil berlari. Ia melihat Karel yang sudah makan lebih dulu. "Waaah, gak solid lo, Rel!"

Pemuda itu buru-buru mengambil salah satu piring di meja makan. Ia menyerbu makanan yang dihidangkan Dasya dengan lahap.

Waktu pertama kali ke sini, Xenodermus terlihat begitu menyeramkan. Tetapi, ternyata kehangatan layaknya sebuah keluarga berada di geng ini.

Apalagi Karel. Dasya beryukur bertemu Karel. Ucapan bijaknya saat pertama kali bertemu tidak pernah ia lupakan.

Lalu, untuk yang kedua kalinya ia ke markas Xenodermus. Karel lagi-lagi membantunya untuk mencari pekerjaan.

Raka yang baru saja pulang dari sekolah, langsung disuguhkan dengan senyuman semanis madu milik Dasya. Gadis itu tersenyum sambil melamun.

Raka senang gadis itu menerbitkan senyumnya lagi. Ia tidak salah membawa Dasya ke Xenodermus. Anak-anak di sini sangat welcome pada Dasya.

🥀

Dasya menaiki panggung cafe yang rendah. Dasya melihat mikrofon yang berada di depannya. Ia memegangnya sambil tersenyum. Seakan sedang meraih impiannya. Melihat beberapa pasang mata menatapnya membuatnya tersenyum. Senyum ramah itu ia tujukan pada para pelanggan.

Dasya terkejut ketika Raka menaiki panggung dan berdiri di hadapannya. Pemuda itu tersenyum padanya. Bahkan, Raka mulai menyanyikan lagu Eenie Meenie, lagu Justin Bieber dan Sean Kingston. Ia baru saja menyanyikan intro tetapi semua pelanggan langsung menatap ke arahnya.

Kini, giliran Dasya yang bernyanyi. "You seem like the type to love 'em and leave 'em."

"And disappear right after this song."

"So give me the night to show you, hold you."

"Don't leave me out here dancing alone."

Suara Dasya seperti menghipnotis semuanya karena begitu indah dan merdu.

"You can't make up your mind, mind, mind, mind, mind." Beberapa pemuda pemudi ikut menyanyikan lagunya. Membuat cafe menjadi heboh. Yang membawa pasangan pun bertepuk tangan pelan sebagai apresiasi untuk Dasya dan Raka.

"Please don't waste my time, time, time, time, time."

Ia tak menyangka. Jika bekerja sesuai keinginannya akan sangat menyenangkan.

🥀

Vote and comment, ya temen-temen..

Luceat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang