"Zra, lo kan pulang bareng gue." ucap Disya sambil menatap sinis Dasya lalu beralih pada tangan mereka yang saling menggenggam.
Disya tersenyum remeh. Ia menarik napas dengan kasar. " Cepet anterin gue balik, sebelum gue nyakitin Dasya."
"Dis, tolong kali ini kamu harus kurangin ego kamu, aku ada urusan sama Ezra."
"Gue gak peduli. Toh, kalo Ezra milih lo berarti dia gak tau resiko apa yang lo dapet setelah papa pulang."
"Ayo, Das." ajak Raka tiba-tiba.
Disya dan Ezra pun begitu, mereka terkejut dengan kedatangan Raka yang tiba-tiba menarik Dasya.
Pemuda itu semakin mengepalkan tangannya. Bagaimana bisa ia tidak berdaya?
"Anterin gue ke mall." titah Disya pada Ezra.
Di mall, Disya membeli banyak barang. Ia membeli sepatu, liptint, dress, dan lain-lain. Begitu banyak yang ia beli sampai-sampai Ezra menenteng banyak paper bag di tangannya.
"Udah dong, Dis. Ini udah banyak" raut wajah Ezra tampak lelah mengikuti Disya yang terus berjalan di depannya sambil memandangi toko-toko yang berjejer rapi di mall.
"Gue masih mau di sini." Kembaran Dasya itu tetap kekeh dengan pendiriannya. Ia berbicara tanpa melihat Ezra yang tertinggal di belakang.
Belanja dengan gadis yang tidak disukai serta keras kepala seperti Disya, siapa yang tahan? Mungkinkah Raka diperlakukan seperti ini dengan Disya? Pikirnya sambil berjalan menatap Disya. Khawatir gadis itu hilang di tengahnya keramaian dan berakhir ia yang menyarinya.
Disya berbelok ke kanan, kali ini ia mengunjungi toko celana. Ia langsung mengambil tiga celana panjang tanpa mengetahui ukurannya. Disya benar-benar tak peduli jika barang yang ia beli saat ini muat atau tidak. Ia juga masa bodo dengan uang papanya. Ia benar-benar tidak peduli.
Setelah membayar pakaiannya, ia kembali memberikannya pada Ezra. Sebelum gadis itu merasa dirinya paling boss, Ezra menarik Disya. Ia tidak memperdulikan rintihan Disya dari lengan tangannya.
Gadis itu memperhatikan tangannya. Genggaman itu sungguh erat sampai membuat tangannya memerah.
"Jangan lakuin hal bodoh kayak gini lagi! " Ezra rasa Disya seperti ini karena Raka yang mengajak Dasya pulang.
"Suka-suka gue!" teriak Disya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Gue capek!" Disya menjambak rambutnya sendiri, pelupuk matanya sudah tidak sanggup untuk menahan bendungan air mata.
Ezra bingung harus bagaiamana sampai ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pandangan orang-orang di sekitarnya juga membuatnya risih.
Disya tertersentak karena perlakuan Ezra. Pemuda itu memeluknya, dan menenangkannya.
"Udah, ya, nangisnya."
Entah yang dilakukan Ezra pada Disya itu salah atau tidak. Yang terpenting saat ini Disya harus segera pulang. Ia tidak tenang, ia ingin cepat-cepat tau kabar Dasya yang tadi pergi bersama Raka.
"Zra, tolong bujuk Dasya buat bikin Raka balik sama gue! Please!" Disya mengatakannya sambil terisak di pelukan Ezra.
Ternyata meskipun Disya keras kepala, gadis itu tetap saja rapuh jika menyangkut tentang cinta. Cinta benar-benar bisa menghipnotis semua orang. Ezra sangat mengakui itu sekarang.
"Cara lo salah, cinta gak bisa dipaksa." ucap Ezra dengan pelan.
"Waktu gue belum cukup buat Raka jatuh cinta sama gue." terangnya lirih.
"Waktu emang dibutuhin buat orang jatuh cinta, tapi sikap juga diperluin."
"Mungkin Raka suka tipe cewek yang sikapnya kaya Dasya." jawab Ezra ragu. Jujur saja meskipun Shana sering curhat masalah Kana padanya. Masalah Shana adalah masalah sepele, ia tidak perlu mencari solusi karena pada akhirnya sepasang kekasih itu akan berbaikan setelah sejam atau dua jam bertengkar.
"DASYA, DASYA, DASYA LAGI!!" Disya memukul dada Ezra.
"Kenapa gue selalu dibandingin sama dia?" tanyanya sambil menatap Ezra.
"Karena dia penyayang, dia suka ngalahkan tentang semua hal padahal kalo dia tau ngalah terus bukan hal yang baik, hak dia bisa direbut kalo dia keseringan ngalah." ucapnya.
"Lo ngerebut Raka dari Dasya, dia ngerelain Raka demi lo karena dia sayang sama lo."
Disya tertawa sinis sambil menggelengkan kepalanya. "Lo salah,"
"Disya ngelakuin itu karena Dasya takut sama Papa, dia rela ngorbanin Raka karena dia berharap Papa sayang sama dia." lanjutnya.
"Oke, kalo menurut lo jawaban gue salah. Sekarang gue tanya, apa lo tau kalo Dasya ngechat Raka buat ngajak lo berdua jalan disaat lo lagi gabut? Apa lo tau kalo Dasya ngechat Raka buat ngajak lo jalan berdua disaat teman-teman lo ngajak lo ke club malam? Dasya nepatin janjinya. Dia ngasih Raka buat lo, padahal dia tau hal itu gak bener. Padahal dia tau itu bakal nyakitin hati Raka." Ezra ingin Disya meresapi setiap kata yang ia keluarkan, pemuda itu berbicara lembut pada Disya sambil memegang bahu Disya.
"Tapi, lo gak bisa ngegunain waktu dengan baik, emangnya lo selalu ada buat Raka?" tanya Ezra.
"Apa lo yakin suka sama Raka karena perasaan tulus? Bukan sekedar lo yang suka sikap Raka yang memperlakukan Dasya dengan tulus?" tanya Ezra.
Disya terdiam ia tidak menjawabnya. Ia memang mencintai Raka hanya saja ia tidak pernah sadar apakah Raka membutuhkannya?
"Coba sekali aja lo tanya perasaan Raka ke elo tuh kayak gimana. Jangan Raka terus yang harus ngertiin lo." ucap Ezra.
Kembaran Dasya ini justru menatapnya dalam. Membuat Ezra berdeham, tatapan mata Disya saat menangis ternyata bisa membuatnya hanyut karena mirip dengan Dasya.
Ezra mengambil salah satu helm yang ia sangkutkan di kaca spion. Ia memberikannya pada Disya. "Sekarang kita pulang ya?"
🥀
Dasya pikir pulang bersama Raka akan canggung tetapi ternyata sangat canggung. Bagaimana tidak? Jika saat ini Raka sedang memutar suaranya saat mengikuti lomba. Riuhnya penonton juga terdengar jelas di radio. Entah bagaimana Raka bisa mendapatkan suaranya itu, padahal saat itu Raka sedang ikut bernyanyi bersamanya di tengah-tengah lagu yang ia bawakan.
Rasa ingin bertanya Dasya pudar ketika Raka memberhentikan mobilnya di restoran. Ia membuka seatbelt Dasya yang membuat Dasya terkejut ditambah Raka yang membukakan pintu untuknya.
Walau ini bukan yang pertama kalinya, tetap saja ia menjadi gugup. Raka menggandengnya untuk memasuki restoran, menyadari hal itu ia langsung melepaskan tangan Raka dari pergelangan tangannya.
"Aku mau pulang."
Raka kembali mengambil tangan Dasya. "kamu belum makan, makan dulu!"
Mulut Dasya mulai terbuka kembali, tetapi Raka lebih dulu melanjutkan ucapannya. "Kamu makan nasi goreng sepiring berdua tadi. Mana kenyang."
"Jangan ngebantah, kali ini dengerin aku!"
Dasya menghela napasnya. Ia akan menghabiskan makanannya lalu setelah itu pulang ke rumah.
🥀
Semakin ke sini semakin ke sana..
KAMU SEDANG MEMBACA
Luceat
Teen FictionDasya berdiri di depan jendela dengan salah satu tangan yang menempel di jendela. Kepalanya sedikit terangkat, ia melihat langit yang di taburi dengan bintang. "Kali ini..aku pengen egois." Setetes air mata meluncur dengan cepat di pipi Dasya. Tak...