Dasya memulai harinya dengan membuat sarapan untuk keluarganya. Setelah itu ia membuat air lemon. Gadis itu memeras lemon yang telah dibelah menjadi dua. Ia juga menambahkan air ke dalam gelas yang telah berisi perasan lemon.
Meminumnya sedikit lalu berjalan hendak membawa segelas air lemon ke dalam kamarnya.
"Berhenti ikut audisi!"
Pagi ini suara datar yang telah lama ia tak dengar kembali memasuki gendang telinganya.
Dasya yang masih berdiri di tengah tangga itu membalikkan badan. Menghampiri Sandi yang berada di bawah.
Dasya menggelengkan kepalanya, menatap Sandi dengan tegas. "Aku gak mau, Pa. Ini mimpi aku."
"Sekolah saja yang benar!" Perintah Sandi pada Dasya.
"Kamu mau buat malu saya?" tanya Sandi dengan penuh penekanan.
Dasya mengalihkan pandangannya. Walaupun Sandi selalu acuh padanya, kali ini Sandi seakan sudah menunjukkan jati dirinya jika Dasya tidak layak menjadi anaknya hingga Sandi berbicara formal padanya.
"Aku justru bakal berusaha ngebuat Papa bangga, kalau aku menang audisi." sanggah Dasya.
"Kamu yakin kamu bisa menang?" Sandi terkekeh. Ia benar-benar tidak yakin jika putrinya bisa.
"Pa!"
"Coba dengerin aku, sekali aja!"
"Tolong dukung semua keinginanku!" pinta Dasya dengan suara lembut. Ia tidak ingin merusak hari cerahnya. Ia sudah berjanji pada dirinya.
'Plak'
Sandi melayangkan tamparan pada Dasya. "Kamu memang ingin membuat saya malu terus menerus."
Dasya menutup kedua matanya, perih yang menjalar di pipinya tidak sebanding dengan rasa sakit yang kini kembali menyerang hatinya.
Gelas yang ia genggam jatuh di lantai. Membuat suara nyaring di keheningan.
Perkataan lembut pun tidak pernah membuat Sandi berpikir untuk mendukung Dasya.
"Kamu lihat ini!" Sandi mengayunkan surat yang berada di tangannya.
"Ini surat peringatan karena kamu sering bolos akhir-akhir ini!"
Sandi melempar kertas itu tepat di wajah Dasya. "Gara-gara cinta, dan cita-cita kamu yang gak jelas itu!"
"Kamu benar-benar anak pembawa sial!" Sandi menoyor kepala Dasya sampai Dasya terhuyung ke belakang.
"Hentikan semua ini, atau kamu papa kurung di gudang sebulan penuh!" Ancam Sandi pada Dasya.
Dasya terus saja menatap air lemon yang sudah pecah itu. Ia tidak mengangkat kepalanya. Dasya tidak menggerakkan kepalanya sedikit pun.
"Ucapkan maaf. Dan berjanjilah jika kamu akan menuruti perintah papa!" ucap Sandi.
Dasya bungkam. Kepalanya terasa penuh, dan berat. Semua masalah kembali bersarang di kepalanya.
Gadis itu menggeleng. Membuat Sandi memukul kepala Dasya dengan kencang. Kepala gadis itu terhantuk anak tangga. Ia melihat darah yang mengalir di pelipisnya.
"Kamu memang perlu di kerasin." ucap Sandi mendekati putrinya dengan wajah marah serta mata yang melotot.
"Maaf Papa. Maaf." ucap Dasya yang sudah berkeringat dingin.
Dasya merasa Sandi akan memukulnya lagi. Kepalanya sudah berdenyut nyeri. Air matanya jatuh setelah berada lama di pelupuk mata.
"AAAAAAAAAAAAAAAA"

KAMU SEDANG MEMBACA
Luceat
JugendliteraturDasya berdiri di depan jendela dengan salah satu tangan yang menempel di jendela. Kepalanya sedikit terangkat, ia melihat langit yang di taburi dengan bintang. "Kali ini..aku pengen egois." Setetes air mata meluncur dengan cepat di pipi Dasya. Tak...