29

267 20 6
                                    

Kali ini Dasya berhasil ke rumah sakit tanpa halangan lagi. Ia berhasil meminta data pasien rumah sakit. Di bantu suster, ia mencari data Tasha yang melahirkan di rumah sakit Cempaka.

Ia mulai membaca data yang sudah berada ditangannya. Matanya berkaca-kaca. Ezra menyadari sesuatu, ia mengambil file itu dari Dasya. Membacanya baik-baik.

Tasha hanya memiliki satu putri. Bagaimana mungkin? Apakah Dasya dan Disya anak yang diadopsi? Pikir Ezra.

Pasalnya wajah keduanya sangat mirip bak saudara kembar.

"Apaaa, kamu sama Disya diadopsi?" tanya Ezra menyentuh bahu Dasya.

"Mungkin aja anak tante Tasha udah meninggal." ucap Ezra hati-hati.

"Makanya mama takut banget kalo ini terbongkar?" tanya Dasya yang terus berpikir kemungkinannya.

"Tapi, Papa bilang, aku mirip Mama. Itu tandanya Papa tahu siapa orang tua kandung aku yang sebenarnya." ucap Dasya.

"Papa bilang mama aku murahan, Zra." Dasya menangis ia tidak menerima kenyataan ini, apalagi jika papanya jujur mengenai ibunya.

"Mama jahat." Dasya terjatuh, ia sudah tak kuat menopang tubuhnya, kakinya terasa seperti jelly.

"Papa bohong." ucap Dasya.

Ezra tidak kuat melihat gadisnya seperti itu. Ia berjongkok membawa Dasya ke dalam pelukannya. "Udah ya, Das."

Ezra menenangkan Dasya yang terus saja menangis. Ia juga merasa sedih mengetahui hal itu, tapi ia tidak tau seberapa terpukulnya Dasya.

"Disya harus tahu hal ini." ucapnya sambil terbangun. Gadis itu masih menangis tersedu-sedu.

"Ezra ayo anter aku pulang."

🥀

Dasya membuka pintu rumah selebar-lebarnya. Ia tidak bisa berjalan pelan. Ia benar-benar ingin tahu segalanya.

"Mama" teriak Dasya di ruang tamu sekuat tenaga. Air matanya kembali meluruh.

"Mama digudang." Sahut Tasha.

"Ada apa, Das?" tanya Tasha sambil memperhatikan anaknya yang menangis.
Matanya begitu sembab.

"Mama cuma punya satu putri." ucap Dasya saat Tasha menyentuh pipinya untuk menghapus air matanya yang terus mengalir.

Tasha terkejut mendengar ucapan Dasya. Tasha menggelengkan kepalanya, dan terus mengusap wajah Dasya.

"Ma, aku berhak tau orang tua aku sama Disya." Dasya memegang tangan Tasha.

"Ma, apa mama aku jahat?" tanya Dasya.

"Ma, kenapa mama kandungku nitipin ke kalian?" tanya Dasya.

"Ma, apa aku anak haram?" tanya Dasya.

Tasha menggelengkan kepalanya. "Maafin, Mama, Das."

Tasha memeluknya. Wanita paruh baya itu menangis sambil memeluk Dasya. Dasya tidak membalas. Ia menautkan alisnya.

"Ma, kasih tau akuuu," ucap Dasya.

"Kamu bukan anak Mama, tapi kamu anak Papa." ucap Tasha yang masih memeluk Dasya.

"Aku gak paham, Ma." ucap Dasya. Jantungnya berdebar kencang. Ternyata ia tidak siap menerima kenyataan ini. Ternyata Tasha bukan ibu kandungnya. Padahal sejak ia kecil, ia diberikan kasih sayang yang cukup oleh Tasha, sedangkan pada Sandi, ia bahkan nyaris tidak mendapatkan kasih sayang.

Otaknya memutar masa kecilnya, ia mengingat bagaimana Sandi memperlakukannya. Ia masih ingat dengan sangat jelas.

Saat itu Sandi mengajak keluarga kecilnya untuk pergi jalan-jalan ke mall. Sandi menggandeng Disya, sedangkan Dasya digandeng dengan Tasha. Papanya itu seperti enggan menyentuh Dasya.

Mereka berhenti di toko boneka karena Disya yang berlari ketika melihat banyaknya boneka cantik dan besar.

"Pa, aku mau boneka yang ini, yang besar, " ucap Disya sambil memeluk boneka teddy bear yang lebih besar dari tubuhnya.

Sandi mengambil boneka itu, menyerahkannya pada Disya, Disya yang terhuyung karena boneka teddy bear yang besar itu tertawa, begitu pun Dasya, gadis mungil itu juga ikut tertawa melihat adiknya yang tampak keberatan memeluk boneka besar itu.

Ia juga ingin memilikinya. "Pa, aku juga mauu"

"Berdua sama Disya."

Dasya yang mengatakan dengan antusias itu tiba-tiba langsung terdiam. Dulu juga Papanya berbicara seperti itu padanya. Tapi, saat sampai rumah, Disya tidak mengizinkan Dasya memainkan bonekanya.

Disya dan Dasya bertengkar membuat seisi rumah menjadi bising hingga Sandi mendatangi mereka. Sandi menyuruh Dasya agar mengalah pada Disya dengan alasan Dasya adalah kakak.

Tapi Tasha memberikannya boneka yang kecil. Meskipun begitu Dasya tetap berusaha tersenyum, ia tidak mungkin mengecewakan mamanya yang memberikan boneka itu sambil tersenyum. Dasya memeluk Tasha yang dibalas Tasha dengan tepukan pelan di punggung Dasya.

Sebelum pulang, Sandi bertanya pada Disya. "Kamu mau makan apa, Dis?"

Disya mengetuk dagunya. "Eumm, aku mau ayam bakar!"

"Aku mau sate, Pa!" Dasya juga ikut menjawab dengan antusias.

"Oke nanti kita beli yaa"

Dasya menganggukkan kepalanya sambil memperhatikan Sandi yang mengelus rambut Disya dengan sayang.

Tapi pada akhirnya Sandi hanya membelikan ayam bakar untuk keluarganya. Malam itu, Dasya rasanya tidak mau makan, ia merajuk pada Sandi, memilih masuk ke kamarnya. Lagi, Dasya kecil sepertinya berekspektasi tinggi, Sandi membiarkannya kelaparan. Sandi tidak berusaha membujuknya seperti saat Disya merajuk pada Sandi.

Moment menyakitkan lainnya. Hari itu Disya dan Dasya merayakan ulang tahun.

"Selamat ulang tahun, sayang!" Sandi memeluk Disya. Ia menunggu Sandi melepas pelukannya pada Disya. Gadis kecil itu merentangkan tangannya berharap Sandi memeluknya. Tapi, tidak. Dasya tidak mendapatkan pelukan papanya, hanya Tasha yang memeluknya.

Dulu, saat Dasya dan Disya lomba bernyanyi pun. Dasya ingin sekali mendapatkan semangat dari Sandi.

"Semangat Disya, kamu pasti bisa!" Sandi bertepuk tangan saat nama Disya dipanggil untuk bernyanyi diatas panggung, sedangkan saat Dasya tidak.

"Gapapa, sayang. Anak Papa udah usaha, lain kali kamu pasti berhasil kalau kamu rajin olah vokal, Papa selalu dukung kamu. Udah jangan sedih lagi, yaaa senyum dong!" Ucap Sandi sambil tertawa seraya memeluk Disya.

Dasya kecil ikut tersenyum walau hati kecilnya terasa perih karena selalu mendapatkan perlakuan yang berbeda dari Papanya. Di otak kecilnya saat itu, ia yakin Papanya menyayanginya karena ia seorang kakak. Jadi, ia harus lebih kuat dibanding Disya.

Saat tidur pun, Papa selalu mengecup kening Disya. " Papa sayang Disya." Sandi tak pernah absen mengatakan kata ini pada Disya. Setelah mereka mendengarkan dongeng dari Tasha.

Ketika besar Tasha lebih memperhatikan Disya lagi. Saat itu Dasya merasa Tasha tidak salah, karena ia merasa sudah besar, saat itu Dasya merasa sudah saatnya ia berhenti dimanja.

Meskipun begitu Dasya sangat berterimakasih pada Tasha yang sudah membesarkannya layaknya anak sendiri. Ia tersadar dari lamunannya. Ia memeluk Tasha, air matanya jatuh bertambah deras. Mengeratkan pelukan Tasha, ia sesenggukan di bahu ibu tirinya.

"Papa menikah sama mama kamu karena perjodohan. Mama saat itu gak tahu kalo Papa kamu sudah menikah."

"Sandi gak bilang dia nerima perjodohan itu. Kami nikah siri karena  sandi bilang gak dapet restu dari orang tua Papa."

Sungguh Dasya tidak mengerti dengan semua ini.

🥀

Aku udah berusaha sebaik mungkin, berharap chapter ini mengandung bawang.

Luceat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang