Bahagia 1

1K 29 0
                                    

"Noona.... Noona..." Suara laki laki membuat ku mengangkat kepalanya yang sedari tadi ku tekuk diatas kedua lututku. Mata ku dengan otomatis menatap lorong pintu masuk apartement yang aku huni.

Disana berdiri seorang laki laki tinggi memakai hoddie yang hampir menutupi semua wajahnya sedang mengatur nafasnya yang sedang naik turun.

"Noona gak papa?" Sapa lelaki itu sebari mendekat.

Aku tak berniat membuka mulut ku sedikitpun. Aku hanya menatap lelaki itu dengan setengah mata ku. Aku bahkan tak tau bagaimana raut wajah ku saat ini "Noona sudah makan?"

Tetap, aku tak ingin merespon pertanyaan lelaki itu. Aku malah dengan santainya kembali memeluk kaki ku yang panjang sambil menidurkan kepala ku lagi disana.

"Noona..."

"Kenapa kau kesini Jim?" Tanya ku, sengaja ku potong pembicaraan lelaki yang memanggilku kakak itu.

"Hanya rindu" Jawab lelaki itu dengan ragu.

"Kau memastikan aku tidak bunuh diri bukan? Atau kau kira aku akan kabur?"

Jimin langsung menggaruk tengkuknya sambil tersenyum salah tingkah dihadapan ku. Lelaki ini sudah ku anggap seperti adikku sendiri.

"Tenang saja Jim, aku tidak sebodoh itu hanya karena berita murahan itu" Lanjut ku.

"Bagus lah. Noona memang hebat" Puji Jimin.

"Tapi dengan melihatmu berlari sekencang itu untuk datang kemari dan sampai kau punya kunci pintu apartemen ini, boleh kan ku simpulkan bahwa berita diluaran sana itu benar?"

"Noonaaa...."

"Pulanglah. Aku ingin tidur" Ujar ku sambil beranjak dari tempat ku tadi. Aku terlalu lelah untuk membahas berita yang beredar diluar sana sekarang. Aku butuh waktu sampai aku benar benar siap dan bisa menerima semua ini.

"Noona, aku bisa menjelaskan semuanya"

Ucapan Jimin seketika membuat langkah ku terhenti. Tubuh ku, ku putar berhadapan dengan Jimin "bukan kau yang harus menjelaskannya Jim tapi dia yang sudah membuat semuanya seperti ini. Pulanglah, kau tak perlu mengkhawatirkan aku"

"Noona tapi..."

"Pulang Jim" Usir ku sambil meninggalkannya pergi.

Tubuh ku langsung merosot begitu aku berhasil menutup pintu kamar utama apartemen ini. Ku layangkan pandangan menyusuri tiap inci detail kamar ini. Bau lelaki yang sangat ku rindukan masih mendominasi ruangan ini.

Tak ada yang berubah dari isinya, hanya saja sosoknya sudah beberapa hari tidak datang dan bahkan bisa dibilang menghilang.
Lelaki yang membuat ku harus meneteskan air matanya diam diam dibalik pintu besar ini.

Dering ponsel menandakan ada pesan elektronik yang masuk, membuat tangis kusedikit mereda. Aku berharap ia yang ku rindukanlah yang meramaikan ponsel ku. Namun ternyata dugaan ku salah. Ini pesan singkat dari seseorang yang beberapa waktu lalu ia usir dari tempat ini.

*Jimin.
Aku menunggu diluar. Jangan terlalu lama menangis, Noona bisa jelek.

Pesan singkat yang Jimin kirimkan semakin membuat tangis ku meledak. Harusnya bukan Jimin yang mengatakan tapi seseorang yang sudah membuat ku menangis sendirian seperti ini.

Aku tau semua yang terjadi memang bukan salah pria itu saja. Hanya saja pergi dan tidak memberikan penjelasan apapun itu cukup membuat ku tertekan dan sedih berkepanjangan.

Mengetahui beritanya dari media cukup membuat ku hancur, aku bukan orang pertama yang ia beri tahu akan semua ini. Dan itu cukup membuktikan dimana posisi ku dihidupnya.

Entah sudah berapa lama aku berdiam didalam kamar ini. Aku bahkan sempat tertidur setelah tangis panjang ku. Kaki ku beranjak meninggalkan ruangan yang penuh dengan bayangnya.

Ku kira Jimin masih ada disini, menunggu ku dari luar untuk penghiburan ku tapi ternyata didalam apartemen ini hanya ada aku seorang.

Sepi dan hampa.

Mungkin itu gambaran yang cocok untuk menggambarkan keadaan saat ini. Memang keadaan ini terbilang sudah wajar, mengingat hanya aku dan ia yang tinggal disini, hanya saja rasa sedih yang masih bergemuruh dihati ku membuat suasana semakin suram.

"Noona... Kau sudah bangun?" Suara bass lelaki membuat ku berjingkat ditempat ku berdiri. Ini bukan suara Jimin.

Tubuh ku terputar otomatis untuk melihat siapa lagi yang datang ke tempat ini "Hoseok-ah... Kenapa kau kemari?" Aku cukup terkejut dengan kedatangan Hoseok disini.

Memang saat menjalin hubungan dengan pria itu, ada beberapa teman lelakinya yang ku kenal. Teman yang sudah hidup bersamanya bertahun tahun sejak ia memulai kariernya di dunia hiburan.

Dan salah satu temannya ialah yang berdiri di hadapan ku ini. Aku memang mengenal Hoseok sepeti Jimin, hanya saja kami tidak terlalu dekat. Kami hanya beberapa kali berbincang dan itupun membahas, pembahasan yang global.

Hoseok terlalu tertutup untuk tipe pria yang gemar tertawa. Ia jarang mengutarakan apa yang ada dihatinya namun ia selalu bisa membuat suasana lebih ceria.

Lain cerita tentang Jimin, ia tak segan segan mencurahkan keluh kesahnya atau masalah pribadinya kepada ku meski saat itu kami belum terlalu dekat seperti sekarang. Saat ku tanya alasannya mengapa ia begitu, Jimin selalu mengatakan "aku sudah menganggap Noona saudara ku sendiri".

" Jimin ada kepentingan dan dia ingin aku yang menggantikannya untuk menjaga mu, Noona"

Nafas kesal segera ku hembuskan begitu aku tau alasan kenapa Hoseok berada disini "aku tak papa Hoseok-ah jadi sekarang pulang lah" Ujar ku lemah.

"Penampilan mu saja tidak mencerminkan, kau baik baik saja Noona"

"Aku baru bangun tidur. Kau tak perlu mengkhawatirkan aku"

"Kau ingin lari?" Tanya Hoseok pelan. Aku terdiam sambil menatap matanya yang juga menatap ku. Apa maksud pertanyaan yang ia layangkan pada ku?

"Ma-maksud mu?"

"Kalau kau ingin lari, katakan saja. Aku akan membantumu" Penjelasan Hoseok membuat ku membeku ditempat.

Mungkin kalau Jimin yang berhadapan dengan ku saat ini, ia pasti akan mencegahku untuk pergi tapi mengapa Hoseok tidak melakukan hal itu? Ia bahkan menawari ku untuk pergi dan menjauh dari masalah saat ini 

"Aku hanya ingin membantumu lepas dari semua ini Noona karena aku tau, semakin kau disini, kau akan semakin terluka"

"Berita itu benar?"

"Aku tak ingin membahasnya"

"Bisakah kau membantuku bertemu dengannya sekali saja?" Pintaku. Aku tau akan sulit bagiku mengajak pria jahat itu bertemu. Oleh karenanya aku meminta tolong pada Hoseok agar membantuku bertemu dengannya meski aku tau, mungkin itu pertemuan terakhirku.

"Untuk apa? Dia bukan lelaki yang pantas kau temui lagi. Dia sudah menyakitimu, apa itu belum cukup buat mu?"

"Kalau aku pergi, aku harus melepaskan semuanya terlebih dahulu. Aku harus membereskan masalah hati ku lalu meninggalkannya" Hoseok terdiam begitu mendengar jawabanku.

"Oke, akan ku bantu. Sekarang makanlah, kau harus terlihat baik baik saja saat mencampakkan pria"

Namun belum sempat aku mengiyakan pernyataan Hoseok, tubuh ku sudah limbung dan pandanganku menggelap.

Aku pingsan.

.
.
.

Haii Haii
Apa kabar gess?
Makthor datang dengan cerita baru ya...
Ini tuh sebenernya cerita From Hello To Goodbye yang kapan hari terunpublish gess, cuma sama makthor dirombak habis habisan...
Semoga kalian suka ya...

Happy reading...
Borahe 💙

18042022




Wajah Lain Bahagia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang