Bahagia 19

32 6 0
                                    

"Bangun sayang... Sudah subuh" Ucap Hoseok sambil menggoyangkan lengan ku.

Reflek aku langsung menjauh darinya, melompat ke pojok dinding dikamar ku. Aku mencoba mengatur nafas ku saat aku menyadari pembicaraan kami semalam.

Iya, akhirnya aku memang berbagi tempat tidur dengannya, meski awalnya aku sedikit ketakutan. Sebenarnya aku bisa saja dengan tega membiarkan Hoseok tidur di kursi, kalau aku mau. Sayangnya, aku perempuan, dan perempuan selalu punya rasa empati lebih, itu yang menjadi alasanku mengapa Hoseok disatu tempat bersama ku.

"Cepat bangun dan pergi mandi. Aku akan menunggumu disini" Ucap Hoseok lagi.

"Me-menunggu ku? Maksud mu?"

"Hilangkan pikiran burukmu itu. Aku akan menunggumu untuk beribadah bersama. Kau masih belum percaya pada ku? Aku bahkan tidak menyentuhmu semalaman meski kita tidur disatu ranjang yang sama" Ujarnya frustasi.

Tak ingin diingatkan akan hal itu. Aku mulai turun dari tempat tidurku lalu berjalan ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri.

Air mata ku mendadak menetes begitu aku sudah selesai dengan acara berbenah ku. Tak jauh dari ku, aku bisa melihat Hoseok sedang bersimpuh sambil bergumam membaca Al-Quran dari ponselnya.

Perkiraan ku lagi, lagi salah. Aku sempat mengira bahwa Hoseok berpindah keyakinan hanya untuk bisa menikahi ku kalau itu. Aku bahkan berburuk sangka, ia hampir tidak pernah beribadah dan masih berkubang di kehidupan lamanya yang syarat akan alkohol dan makanan non halal.

Tapi penilaian ku semua itu, dipatahkan lunas olehnya saat ini. Hoseok yang ku kenal, semakin memiliki nilai plus untuk dirinya dimata ku. Tapi entah mengapa, nilai plus itu belum bisa membuka pintu hati ku, sungguh miris bukan?

"Kau sudah selesai? Cepatlah berganti mukenah mu. Aku ada janji setelah ini"

Dalam pernikahan status ku dengan Hoseok selama hampir empat tahun. Baru ini pertama kalinya, aku berdiri satu shaf dibelakang lelaki yang memang harusnya sejak lama mengimami ku.

Bahkan sepanjang ibadah kami, yang ku lakukan hanya menangis. Ini salah satu cita cita ku dan Hoseok lah yang membantu ku untuk mewujudkannya.

Jangan tanyakan akhir dari sholat kami bagaimana, karena sudah bisa dipastikan Hoseok mengulurkan tangannya, yang akhirnya ku cium untuk kedua kalinya dan dibalasnya dengan mencium kening ku. Pemandangan yang dulu sekali selalu aku lihat saat kedua orang tua ku beribadah.

"Kenapa menangis?" Tanyanya heran.

"Tak papa. Hanya rindu orang tua ku" Jawab ku sambil menghapus air mata.

Hoseok tak menampali ucapan ku. Ia hanya mengusap pelan pucuk kepalaku, lalu mengambil ponsel pintarnya dan mulai menghubungi seseorang.

"Mama sudah bangun? Eun ji ada? Hobie kemarin janji akan menelponnya sepagi mungkin" Kata Hoseok sambil melakukan panggilan video dengan orang tuanya di Gwangju.

"Appa...." Teriak Eun Ji begitu mendengar suara Hoseok.

Aku mulai mendekatkan diriku pada Hoseok. Sejujurnya aku merindukan gadis kecil ku itu. Semalam aku sempat ingin menghubunginya, hanya saja Hoseok melarang ku karena sudah terlalu larut.

"Anak Appa sudah bangun? Sudah sholat sayang?" Tanya Hoseok pada Eun Ji.

"Sudah ditemani Nenek. Mama..." Eun Ji langsung memanggilku begitu Hoseok mengarahkan ponselnya padaku.

"Good job cantik. Mama sama Appa kayaknya pulang nanti. Eun Ji mau dibawakan apa?" Tanya ku.

Eun Ji seakan berpikir, lalu dengan mata berbinar ia mengatakan "Eun Ji mau dibawakan adik"

Perkataan Eun Ji seketika membuat ku dan Hoseok saling pandang. Entah apa yang ia pikirkan tentang aku yang tak ikut dengannya pulang, serta penjelasan apa yang Mama berikan padanya, aku tak tau. Tapi ini kali kedua bagi Eun Ji meminta hal yang sama pada ku dan ayahnya.

"Oke. Siap bos" Jawab Hoseok sambil meletakkan tangannya disisi kepalanya. Aku hanya terdiam mendengar jawaban lelaki itu "Nenek masak apa tuan putri?" Imbuhnya.

"Daging sapi"

"Wah enak tuh. Appa mau dong" Goda Hoseok.

"Nanti kalau Appa pulang, Eun Ji minta Nenek untuk memasaknya lagi ya?"

"Oke, terima kasih. Eun Ji sekarang siap siap kesekolah sama Nenek ya. Appa harus ke kantor dulu nih, biar bisa cepet pulang. Oke?"

"Oke, Appa. Saranghae"

Setelah menutup komunikasi dengan Eun Ji, Hoseok menatap ku tepat di inti mata ku "Terima kasih ya sudah mempertahankan nya waktu itu"

Lagi, bulir bulir air mata ku menetes. Aku tak menyangka Hoseok akan mengatakan kalimat itu, meski kami tau betul, Eun Ji bukan darah dagingnya. Kasih sayang yang Hoseok berikan hampir setara bahkan bisa dibilang sama dengan ayah pada anaknya. Aku beruntung lagi, bukan?

"Sudah jangan menangis. Kita akan bertemu secepatnya dengan Eun Ji. Aku tau kau pasti rindu dengannya kan?" Aku hanya bisa menanggapi dugaan Hoseok dengan senyum. Apa yang ia ucapkan memang tidak salah, aku memang merindukan Eun Ji. Ia hanya salah mengira bahwa air mata ku itu karena kerinduan ku, padahal aku menangis karenanya.

"Bersiaplah. Kau harus ikut aku sebentar ke studio, setelah itu baru kita ke bandara. Ada pekerjaan yang harus aku berikan pada Bang Pd" Ajaknya.

"Kau saja yang kesana. Aku disini saja, atau kita bertemu didalam pesawat saja bagaimana?"

"Aku tak ingin kehilangan kau kedua kalinya. Jadi kali ini turuti mau ku. Masalah nanti di bandara, biar menjadi urusan ku. Lagian tak ada salahnya memberi tahu fans kalau aku sudah menikah" Kata Hoseok enteng.

"Jangan gila. Aku tak mau kehidupan pribadiku diusik. Sudah tunggu saja diluar, aku akan bersiap"

Hoseok tertawa sambil melenggang pergi. Lelaki itu sungguh penuh kejutan akhir akhir ini, dan entah mengapa itu sedikit membuat ku tidak nyaman.

Setelah bersiap, dan memakan sedikit roti serta susu, kami mulai melangkahkan kaki menuju ke kantor Hoseok. Kantor yang selalu menjadi tempat berkerja bertahun tahun, bahkan mungkin setelah Bangtan bubar pun Hoseok akan tetap bekerja disini sebagai produser dan guru tari.

"Kau tunggu disini ya. Aku akan ke ruangan Bang Pd dulu, tak papa kan?"

Aku mengangguk anggukkan kepala ku pada Hoseok. Lelaki itu meninggalkan ku di ruangan tempat bekerjanya, studio dengan banyak boneka unik dan berbagai warna. Tak banyak yang bisa ku lakukan disini, hanya duduk dan memainkan telepon genggam ku.

"Hob-ah... Kau...." Teriakan seseorang sambil membuka pintu studio Hoseok mendadak terhenti begitu mata kami bertemu. Tubuh ku kamu, diam tak bergerak begitu aku tau siapa yang datang mencari Hoseok.

Yoongi.
Iya, lelaki yang masuk begitu saja ke ruangan itu adalah masa lalu ku.
Lelaki yang sampai saat ini menduduki tahta tertinggi dihati ku.
Lelaki yang membuat Hoseok merasakan cinta sebelah tangan.
Dan lelaki itu saat ini berada di hadapan ku.
Entah ini pertemuan yang keberapa tapi yang jelas, kami bertemu lagi.

"Bagaimana kabar mu?"


.
.
.

11062022

Borahe 💙

Wajah Lain Bahagia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang