Bahagia 15

44 10 0
                                    

Kami berbohong untuk sebuah lukisan indah dihubungan kami. Kami berbohong hanya untuk menyenangkan yang memandang. Dan kami berbohong untuk sebuah harapan yang entah kapan bisa terwujud.

Benar kata orang, sekalinya kita memulai sesuatu dengan kebohongan, maka akan ada kebohongan lain untuk menutupi kebohongan sebelumnya.

Dan itu sedang aku dan Hoseok lakukan.

Memberi harapan palsu pada sosok yang harusnya kami hormati. Melambungkan angan mereka ke langit lepas tanpa memberi pengaman apapun.

Bukan kah itu terlalu beresiko menyakiti?
Kami paham apa yang kami lakukan saat ini hanya akan menjadi luka dikemudian hari, tapi kami juga beranggapan, senyum kedua orang tua kami lebih penting daripada kehidupan didepan yang masih belum bisa tebak seperti apa alurnya.

"Kau marah padaku?" Ucap Hoseok memecah keheningan diantara kami, yang baru saja mengantar Eun Ji dan Mama, Papa untuk pulang ke Gwangju.

Aku memang sedari tadi hanya diam, membuang pandangan ku ke luar mobil, hanya untuk mengamati jalan yang entah apa menariknya "aku minta maaf" Tambahnya.

"Hoseok-ah, aku rasa kita sudah berjalan terlalu jauh. Apa kau masih ingin tetap berjalan?" Tanyaku ambigu.

"Maksudmu?"

"Kau ingin hubungan ini sampai dimana?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Tanya Hoseok heran.

Ku tarik nafas ku dalam dalam, dan mulai menghembuskannya pelan. Aku yakin Hoseok bukan orang bodoh yang tidak mengerti maksud akan ucapanku. Mungkin ia hanya ingin aku sendiri yang menjawab pertanyaan ku, yang bahkan Hoseok tak bisa jawab "aku hanya perlu memastikan. Apa aku harus mengikuti skenario mu atau tidak"

"Kau harus mengikuti ku, sampai aku sendiri yang akan melepasmu" Jawab Hoseok sambil menaikkan kecepatan dari mobil yang kami kendarai.

Tak ingin memperpanjang masalah kami dengan perdebatan. Akhirnya aku hanya bisa mengalihkan pandangan ku ke jalan lagi. Lagi, kami mendiamkan diri masing masing.

Sampai pada satu titik dimana kesadaranku pulih, saat mobil yang dikendarai Hoseok masuk basement yang begitu asing bagiku. Namun entah mengapa, bibirku seakan enggan bertanya, dimana kami saat ini.
Aku hanya mengikuti gerak Hoseok masuk kedalam sebuah gedung besar dengan logo yang sudah banyak orang tau.

Kami sedang berada di gedung perusahaan tempat Hoseok bekerja.

Gedung ini terlalu besar untukku yang memang tinggal di pedesaan. Banyak ruangan yang akupun tak tau untuk apa. Hingga pada akhirnya Hoseok membawaku ke tempat yang ku yakini, merupakan tempat untuk berlatih.

Mungkin kalian bingung, bagaimana bisa aku tak tau keseharian Hoseok meski masa lalu ku juga seorang idol. Yoongi dan Hoseok hampir sama sama tertutupnya untuk masalah pekerjaan mereka.

Ya, aku memang sesekali.pernah melihat video yang mereka tayangkan untuk promo lagu terbaru mereka, namun untuk menginjakkan kaki langsung ditempat itu, aku tak.pernah.

"Kau duduk saja diujung sana. Aku ingin berlatih" Ucap Hoseok sambil mulai menyalakan musik yang membuatnya menari seperti kerasukan.

Satu jam.

Dua jam.

Tiga jam.

Hoseok seakan lupa ada aku yang sejak tadi diujung ruangan besar ini, sedang mengamatinya dari jauh. Lelaki itu bahkan sudah berkali kali mengusap keringatnya yang menetes akibat ulah tubuhnya yang tidak berhenti menari sejak tadi.

"Hoseok-ah..." Panggil ku. Tapi Hoseok masih terus menari seperti tak mendengar panggilan ku.

"Oppa..." Ulang ku. Namun respon Hoseok masih tetap sama.

Gigi ku menggertak. Rasa kesal mulai mendominasi kesadaran ku. Dengan langkah tegas, aku mendatangi Hoseok yang masih saja menggeliatkan tubuhnya mengikuti musik yang sedang diputar.

Dengan kesadaran penuh, ku peluk tubuh Hoseok dari belakang dengan sekuat tenaga agar ia tak lagi menggerakkan badannya "pliss, stop. Kau sudah lelah. Kalau kau marah, kau boleh melampiskannya padaku tanpa harus membuat tubuhmu kelelahan seperti ini" Kata ku dibalik punggungnya yang basah.

Nafas Hoseok yang naik turun, membuat ku tau bahwa lelaki yang sedang ku peluk ini, juga sedang menenangkan dirinya sendiri "ayo pulang. Kau harus berendam air hangat"

"Aku tak perlu itu" Ucapnya dingin, namun masih dalam dekapan ku.

"Kau ingin marah? Marah lah nanti dirumah saja, oke?" Tawar ku padanya.

Tangan ku diurai olehnya. Kini Hoseok sudah berdiri berhadapan dengan ku yang hanya sebahunya. Diangkatnya perlahan dagu ku untuk menatap wajahnya yang sudah penuh dengan peluh.

Entah dorongan dari mana, tangan ku terulur begitu saja membersihkan air keringat yang menutupi sebagian wajah Hoseok. Akan tetapi belum sampai semuanya ku bersihkan, pergelangan tanganku sudah dicekal olehnya "kenapa?" Tanya ku heran.

Tak ada jawaban apapun dari Hoseok. Yang lelaki itu lakukan hanya memindai wajahku dengan tatapan yang sulit diartikan.

Cup.

Dengan gerakan sangat cepat Hoseok menempelkan bibirnya diatas bibirku. Aku yang masih terkejut hanya bisa terdiam tanpa bisa menolak kecupan yang ia berikan.

Tetapi begitu aku sadar akan apa yang terjadi. Air mata ku langsung menetes begitu saja. Tindakan Hoseok ini sudah menjelaskan bahwa ia sudah melewati dinding yang dulu kami bangun tinggi tinggi.

Jawaban Hoseok atas pertanyaan yang pernah aku ajukan padanya beberapa hari yang lalu, itu semua hanya kebohongannya semata.

Dan sepertinya aku lah yang menjadi alasannya menjadi pembohong.

"Aku minta maaf" Ucapnya menyesali apa yang sudah ia lakukan.

Tangan lelaki itu terulur untuk menyentuh pipiku yang sudah basah akan air mata. Namun entah dorongan dari mana, aku menepis nya secara kasar dan menghapus air mata ku sendiri.

"Tak peduli kau mau atau tidak, tapi air mata mu itu tanggung jawab ku" Ujarnya sambil mulai menarik tubuhku dalam dekapannya.

Aku tak tinggal diam. Ada rasa tak Terima yang mulai bersemayam dalam diriku, sehingga membuat ku akhirnya melampiaskan amarahku akibat perbuat nya. Beberapa kali aku memukul dada bidangnya, sampai akhirnya aku kelelahan dan pasrah dalam pelukan Hoseok.

"Kenapa kau lewati batas yang selama ini sudah kita buat" Cicit ku lirih tapi aku yakin Hoseok masih mendengarkannya.

"Hidupku hanya berputar antara pekerjaan, kau dan Eun Ji selama empat tahun ini. Kau tau maksud ku kan?"

"Tapi kita sudah berjanji untuk tuk tidak melewati batas kita masing masing"

"Aku tak pernah menjanjikan itu padamu. Kau hanya menarik kesimpulan karena aku diam"

Aku seperti tertampar oleh kenyataan. Memang selama ini aku beranggapan diamnya Hoseok itu sebagai tanda persetujuannya. Nyatanya itu hanya cara Hoseok untuk membuat ku berhenti menanyakan apapun yang menyangkut hati.

"Hoseok-ah... Carilah yang lebih dari aku. Kau pantas dicintai sebanyak cinta yang sudah kau beri" Bujukku.

"Aku akan membuatmu memberikan rasa cintamu padaku"

Aku mulai mengurai pelukan kami. Dan ku tatap dalam dalam manik mata Hoseok "Hoseok, aku tak pernah punya tempat lagi dihatiku. Hatiku hanya terisi oleh masa lalu ku. Jadi pergilah temukan hati yang lain" Ucap ku seraya mulai beranjak meninggalkan tempat Hoseok berdiri.

"Aku akan membuatnya keluar dari hatimu" Ucapnya sambil menarik ku paksa keluar dari ruangan itu.

.
.
.

07062022

Borahe 💙

Wajah Lain Bahagia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang