Bahagia 23

33 5 0
                                    

Sikap seseorang akan selalu berubah karena beberapa faktor, mulai dari umur, keadaan dan perilaku. Mungkin hari ini bisa berkata "tidak" namun bisa jadi esok berubah menjadi "iya" karena kehidupan tak akan selalu sama.

Aku mengakui bahwa aku tak konsisten dalam ucapan ku. Entah perasaan ku saja atau memang faktanya begitu, saat kemarin Hoseok memperbolehkan ku untuk dekat kembali dengan Yoongi sejujurnya aku merasa dipermainkan. Aku bahkan mencurigai Hoseok mempunyai maksud dibalik sikapnya itu, hanya saja aku belum tau maksudnya.

"Kau sudah tidur?" Tanya Hoseok dari balik badan ku.

Kami memang sudah berada diatas tempat tidur dengan tubuh saling memunggungi. Masih sama seperti kemarin, ada pembatas diantara punggung kami.

"Hoseok-ah, seberapa banyak aku boleh egois?" Tanya ku tanpa menjawab pertanyaan Hoseok.

"Semaumu selama kau bahagia. Kadang seseorang memang harus egois agar dia tak menyakiti dirinya sendiri terus menerus" Jawab Hoseok bijak.

"Kau masih bisa bertahan lebih lama lagi kan?"

"Semua tergantung kau"

"Aku tau, aku tak bisa menahanmu untuk tetap disamping ku karena aku tak bisa membalas perasaanmu. Tapi aku rasa bukan saat ini, saat yang tepat bagi kita untuk berpisah"

"Eun Ji maksudmu? Sejujurnya aku juga memikirkannya, bagaimana nantinya dia menerima Yoongi Hyung tapi disisi lain aku juga berpikir apa Eun Ji akan baik baik saja saat kita memberi tahunya saat sudah dewasa?"

"Aku juga tak tau. Aku bingung Hoseok"

"Kau tak perlu membingungkan apapun, kau hanya butuh bahagia" Ucapan Hoseok seketika membuat air mata ku meleleh.

Kenapa harus lelaki tulus ini yang menolong ku keluar dari masalah ku, Ya Allah?
Ia bahkan tak memikirkan hatinya barang sekecil apapun. Yang selalu ia pikirkan hanya kebahagiaan ku dan Eun Ji. Bagaimana aku harus membalas budi baiknya, sedangkan membuka hati ku untuknya saja aku tak bisa.

"Jangan menangis. Wajahmu akan bengkak besok. Itu akan membuatmu terlihat gendut. Hahaha" Bujuk Hoseok sambil memelukku dari belakang.
Pembatas diantara kami sepertinya sudah ia sisihkan, terbukti saat ia memelukku, aku langsung bisa merasakan tubuh kekarnya.

"Kau pasti kasian pada ku ya?" Tanya ku disela sela tangis ku.

"Tidak! Untuk apa aku kasian pada perempuan sepertimu? Kau bahkan berbeda dari kebanyakan perempuan diluar sana"

"Berbeda? Karena aku ditinggalkan?"

"Tidak. Kau berbeda dengan warnamu"

Ku putar tubuh ku menghadap Hoseok tapi masih tetap menjaga jarak agar tubuh kami tidak menempel, meskipun wajah kami saling berhadapan "jangan menutupinya Hoseok. Jujurlah, aku tak papa. Aku tau, aku terlihat menyedihkan"

Hoseok mendekatkan wajahnya ke wajahku. Membuat jantung ku berdetak tak beraturan. Aku bahkan bisa merasakan nafasnya mulai menyapu seluruh wajah ku. Aku dibuat mati kutu olehnya.

"Aku mencintaimu, Amora Az-zhara" Ungkapan cinta yang Hoseok katakan membuat ku menahan nafasku beberapa detik. Aku benar benar tak menyangka Hoseok akan mengatakan isi hatinya saat ini.

Cup.

Kecupan singkat di bibirku, membuat ku akhirnya tersadar bahwa ini semua bukan mimpi, akan tetapi tubuhku masih mencerna apa yang baru saja terjadi antara aku dan Hoseok

"jangan mengatakan yang tidak tidak. Cepatlah tidur, aku akan tidur di sofa malam ini" Ucapnya sambil beranjak dari tempat tidur.

Blum.

Suara pintu tertutup akhirnya membuatku benar benar kembali ke kenyataan. Tangan ku reflek memegang bibirku yang beberapa saat lalu di kecup oleh Hoseok. Seperti wanita yang dicampakkan, aku berteriak sekuat tenaga "Yakkk!!! Jung Hoseok!!!"

Tak butuh waktu lama, pintu kamarku kembali terbuka dengan Hoseok yang tengah khawatir "kenapa? Kau tak papa?"

"Kau mencium ku!" Teriak ku lagi.

Hoseok yang panik langsung melompat kearah tempat tidur dan menutup mulutku dengan telapak tangannya yang besar "sayang, kau bisa membuat semua orang terganggu" Bisiknya pelan sambil masih menutup mulutku.

Dengan sedikit usaha, akhirnya Hoseok melepaskan tangannya. Aku menatapnya bengis "tapi kau mencium ku!" Teriak ku masih tak terima.

Tapi bukannya Hoseok menutup mulut ku dengan tangannya, yang ada ia malah menutup mulut ku dengan mulutnya. Lelaki itu bahkan meluat pelan bibirku sambil mencari jalan untuk mengakses seluruh rongga mulut ku. Aku meronta tapi Hoseok punya cara membuat ku diam, dengan menindih tubuhku.

"Diam atau aku melakukan lebih dari ini" Ancam nya padaku.

"Harusnya aku yang marah karena kau mencium ku seenaknya!" Ucap ku sedikit berteriak tak terima.

Bukannya membalas ucapanku Hoseok malah melumat lagi bibirku. Aku benar benar salah menduga. Aku kira Hoseok hanya main main dengan ucapannya tapi ternyata aku salah.

"Kau gila" Umpat ku tepat didepan wajahnya.

"Bukannya kau mengatakan aku boleh mengungkapkan perasaan ku padamu? Lalu kenapa kau marah saat aku mencoba mengungkapkannya?"

"Ungkapan macam apa yang malah menggunakan tubuh?"

"Itulah aku. Apa aku boleh meminta lebih dari ini?"

"Me-meminta apa maksudmu?"

"Meminta hakku, apa boleh?" Sebuah pertanyaan yang tak pernah terbayang oleh ku bahwa Hoseok akan menanyakan ini. Aku bahkan terdiam tanpa tau jawaban apa yang harus aku berikan.

Menolak keinginan suami memang jelas jelas sudah dosa, tapi kalau melihat kondisi pernikahan kami bagaimana aku bisa memberikan hak nya sedangkan mencintainya saja, tidak.

Keterdiaman ku, yang memang masih berpikir bagaimana menolaknya, ternyata disalah artikan oleh Hoseok. Lelaki itu mengira aku mengiyakan apa yang menjadi pintanya.

Ia bahkan membuai ku dengan kecupan kecupan diseluruh wajahku. Sebagai wanita dewasa yang memang sudah pernah merasakan kehidupan intim, tak bisa dipungkiri bahwa aku juga terbuai dengan perlakuannya itu.

Dua kali dia mencumbu ku dan dua kali pula dia memperlakukan ku dengan lembut, meski saat malam pertama kemarin ia diliputi emosi. 

Mukenah yang sejak tadi ku pakai sudah Hoseok singkirkan jauh dari ku. Bajuku dan bajunya pun akhirnya terlepas dan digantikan oleh selimut besar yang menutupi tubuh polos kami.

"Sayang, aku akan pelan pelan. Beri tahu aku kalau kau kesakitan" Ucapnya sambil berbisik ditelingaku.
Entah dorongan apa yang membuat ku akhirnya mengangguk. Aku seperti pasrah dan siap diterkam olehnya.

Peluh kami bahkan mulai bercucuran meski pendingin ruangan sejak tadi hidup. Kami benar benar lupa daratan, terutama aku. Aku bahkan lupa, aku belum memiliki rasa untuk orang yang tengah memompa ku saat ini.

Hampir satu jam kami bergumul, akhirnya tanda tanda puncak pelepasan kami mulai terasa. Hoseok menutup mulut ku dengan mulutnya agar aku tak berteriak diakhir permainan kami.

Tubuhnya ambruk diatas tubuh ku, usai bibirnya mengecup kening ku lama "Terima kasih sayang" Bisiknya sambil memelukku.

.
.
.

22062022

Borahe 💙

Ahhh karena kesalahan jari itu tadi, akhirnya yang ke publish tadi kehapus gitu aja 😭
Maap ya kalau kata2nya gak sama kayak tadi, karena memang ini mikir ulang 😔...

Happy reading ya kakk...

Wajah Lain Bahagia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang