Bahagia 14

41 6 0
                                    

Kebahagiaan masing masing tiap orang itu berbeda, ada cara prosesnya yang tak sama satu dengan lainnya. Ada yang mudah mendapatkannya ada pula yang harus berurai air mata.

Mungkin aku harus menempuh jalan yang berurai air mata dulu sebelum pada akhirnya aku bisa membuat senyum untuk diriku sendiri. Aku tau tak ada istilah happy ending karena hidup selalu berputar. Kebahagiaan akan selalu berdampingan dengan kesedihan seperti dua sisi mata uang.

"Appa... "

Teriakan riang Eun Ji menyambut kedatangan ku dan Hoseok merupakan kebahagian tersendiri bagiku. Gadis kecil itu sumber dari senyum ku selama empat tahun terakhir ini.

"Anak Appa lagi ngapain?" Tanya Hoseok sambil mulai menaikkan Eun Ji ke dada bidangnya.

"Eun Ji kangen Appa" Bisik Eun Ji tapi masih terdengar oleh ku.

"Oh jadi kangennya cuma sama Appa? Sama Mama enggak?" Goda ku pada Eun Ji.

Eun Ji langsung panik melihat ku sedikit memajukan bibir ku "Eun Ji kangen sama Mama juga, cuma kan jarang jarang bisa ketemu Appa sering sering"

Celotehan Eun Ji seketika membuat ku terdiam. Sepenting itukah sosok ayah dihidup Eun Ji? Sepenting itukan sosok Hoseok dimata Eun Ji?

Hoseok memang bisa menjadi pengganti Ayah bagi Eun Ji tapi aku tak tau kalau hadirnya Hoseok merupakan harapan Eun Ji selama ini.

"Jadi Eun Ji mau Appa sering sering pulang gitu?" Tanya Hoseok.

"Kalau boleh. Ehh tapi enggak, enggak nanti Eun Ji gak bisa sekolah kalau Appa gak kerja"

Sungguh miris. Saat aku dan Hoseok hanya sebatas status, disisi lain Eun Ji malah dengan dewasanya bisa memaklumi cara ku dan Hoseok menjauh satu sama lain. Jiwa keibuan ku sedikit tidak terima akan ke lapangan hati anakku sendiri.

"Kalian sudah datang?" Tanya Mama pada ku dan Hoseok.

Dengan khidmat ku cium tangan mertua ku itu sambil sedikit mencium pipi kiri kanan beliau "sudah Ma. Maaf ya Ma jadi harus kesini karena Amora sakit"

"Kau ini seperti siapa saja. Anak Mama ada empat jadi semua harus diperlakukan sama. Sudah makan?"

Mama Hoseok selalu bisa membuat ku terharu akan tindakannya terhadapku. Entah terbuat dari apa hati Mama, sampai sampai Mama selalu memperlakukan aku seperti anak kandungnya sendiri. Padahal saat pertama kali aku bertemu dengannya, aku berhasil mencoreng nama keluarga, dengan hamil lebih dulu.

"Jangan menangis, Mama tidak suka. Ayo makan"

Aku mengikuti langkah Mama yang menuju ruang makan dirumah Kak Ji Woo dan mulai menyiapkan makan siang untuk kami "Kakak masih belum cuti ya Ma? Kandungannya sudah besar kan?" Tanya ku pada Mama, karena sejak dari tadi aku tak melihat batang hidung dari Kakak HoSeok itu.

"Belum. Kakak iparmu pun juga masih sibuk dengan kantornya. Mungkin nanti saat mendekati persalinan"

Pikiran ku langsung melayang, mengingat saat saat aku melahirkan Eun Ji saat itu. Aku ingat betul Mama menemani ku dari saat awal kontraksi sampai Eun Ji lahir kedunia. Mama bahkan selalu disampingku dan mengelap peluh akibat kontraksi persalinan.

Memori itu secara tidak sadar, membuatku meneteskan air mata. Berkali kali aku mengatakan aku beruntung mengenal keluarga Hoseok ini "menangis lagi? Kenapa?" Tanya Mama memecahkan nostalgia ku.

"Hanya ingat saat melahirkan Eun Ji dulu Ma. Amora bersyukur punya mertua seperti Mama"

Mama memelukku dengan erat. Menyalurkan rasa kasih sayang yang mungkin tak lagi bisa diungkapkan. Seperti aku yang banyak menutupi, apa yang terjadi.

"Kenapa? Kok pada nangis?" Hoseok datang dengan Eun Ji yang sudah tertidur di gendongannya.

"Tak apa. Amora hanya, mengingat momen saat melahirkan Eun Ji" Jelas Mama mewakili ku.

"Bener sayang? Gak ada yang ditutupi dari aku kan?" Tanya Hoseok masih tak percaya.

"Bener Oppa, jangan khawatir. Tidurkan Eun Ji dulu, baru kemarilah dan makan"

Hoseok mengangguk dan meninggalkan aku dan Mama yang kembali sibuk dengan persiapan makan siang "Papa kemana Ma? Istirahat ya?"

"Sepertinya kelelahan karena sejak tadi bermain dengan Eun Ji. Biar Mama panggilkan dulu ya dikamar"

Mama meninggalkan ku sendiri di ruang makan. Tak banyak yang bisa ku kerjakan disini karena Kak Ji Woo memperkerjakan asisten rumah tangga. Mungkin karena Kakak dan Kakak Ipar lebih banyak menghabiskan waktu karena pekerjaan mereka jadi mereka tidak ingin repot repot disibukkan dengan pekerjaan dirumah.

"Mama kemana?" Tanya Hoseok yang sudah kembali ke meja makan.

"Manggil Papa"

"Kau tak papa?"

"Aku? Aku tak papa Hoseok. Hanya mengingat dulu saat aku melahirkan Eun Ji"

"Kenapa tiba tiba seperti itu?"

"Karena tadi aku membicarakan Kakak yang sampai saat ini masih tetap bekerja padahal kandungannya sudah besar"

Hoseok mengangguk anggukkan kepala sambil mulai memindai isi meja di hadapannya "dulu pun kau tak ada bedanya dengan Kakak" Ujarnya sambil mulai mencomot semangka.

"Aku punya alasan untuk itu" Bela diriku.

"Tak mau merepotkan ku. Selalu seperti itu. Kau tau, dulu Mama bahkan hampir setiap hari menelpon ku hanya untuk menyuruhku membujukmu berhenti bekerja"

"Kau serius? Mama melakukan itu?" Aku terkejut atas apa yang Hoseok katakan.

"Iya. Mama khawatir denganmu dan Eun Ji"

"Terima kasih Hoseok-ah"

Hoseok menatap ku heran. Keningnya bahkan sudah berkerut, tanda tak mengerti akan apa yang aku maksud "Terima kasih sudah mau berbagi Mama dengan ku. Aku bersyukur saat itu aku memilih lari dengan mu"

Tak ada jawaban dari laki laki disebelahku ini. Ia hanya mengusak pelan pucuk kepalaku yang ku tutupi dengan hijab, lalu Hoseok disibukkan kembali dengan makanannya.

Tak selang lama, Papa dan Mama bergabung dengan kami untuk makan siang. Rasanya sudah lama sekali kami tak makan siang bersama.

"Jadwal mu masih kosong Hobie?" Tanya Papa diakhir makan siang kami.

"Masih Pa, kenapa?"

"Kata Kakak, kalian akan berbulan madu lagi?"

"Bulan madu? Tidak. Menantu Papa sudah rindu tokonya. Dia sudah merengek minta pulang besok"

Lenganku langsung menyenggol lengan Hoseok. Lelaki itu bicara seenaknya saja. Padahal jelas jelas kemarin ia sendiri yang menyarankan ku untuk segera pulang karena aku tidak begitu nyaman di kota ini "nanti Papa dan Mama yang akan membantu mengurus toko mu, Nak, jadi liburlah, tak papa"

"Eun Ji harus sekolah Pa. Sudah seminggu dia bolos"

"Ya sudah Eun Ji biarkan pulang dengan Mama, kau tetep disini menemani Hobie" Aku terdiam mendengar ucapan Mama.

Lain halnya dengan Hoseok. Ia bahkan menimpali omongan Mama dengan santainya "tiga hari. Setelah itu nanti menantu Mama, Hobie antar pulang"

"Oppa...." Rengekku pada Hoseok.

"Sayang kenapa kau tidak peka? Mama dan Papa ingin cucu lagi dari kita"

.
.
.

05062022

Borahe 💙

Wajah Lain Bahagia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang